“Allahumma tawwi umurana fi ta’atika wa ta’ati rasulika waj’alna min ibadikas salihina”

PANGAN PENGOLAHAN

Mengenal Mayonnaise dan Prinsip Emulsinya

Mengenal Mayonnaise dan Prinsip Emulsinya

by Widiantoko, R.K

Pengertian Mayonnaise

Mayonaise merupakan salah satu contoh produk proses emulsi yang banyak dimanfaatkan dalam jenis makanan kita. Emulsi merupakan suatu terdispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak. Kedua disebut media pendispersi yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air.

Mayonaise merupakan emulsi minyak nabati  dalam asam yang distabilkan oleh lesitin (semacam lemak) dari kuning telur. Rasa minyak nabati dalam mayonaise tidak terasa meskipun mayonaise terbuat dari sebagian besar minyak nabati. Hal ini dikarenakan setiap molekul minyak dikelilingi oleh mikromolekul dari larutan asam. Prinsipnya bukan mengemulsikan sejumlah larutan asam ke dalam minyak yang banyak melainkan mengemulsikan sejumlah besar minyak dalam sebagian kecil larutan asam.

Di Amerika Utara, mayonaise digunakan sebagai olesan sandwich, saus untuk french fries di Eropa (terutama di Belanda, Belgia, Luxemburg dan telah meluas ke Inggris, Perancis, sebagian Kanada dan Australia). Di Perancis mayonaise digunakan sebagai saus makan telur rebus atau hidangan ayam dingin, sedangkan di Jepang digunakan sebagai saus berbagai macam makanan seperti okonomiyaki, yakisoba, takoyaki, ebi furai dan pizza.Mayonaise adalah salah satu saus dalam masakan Perancis, sehingga mayonaise dapat dijadikan berbagai bahan dasar untuk membuat beraneka ragam saus dingin dan dressing. Oleh karena kegunaan mayonaise yang telah meluas di berbagai negara termasuk di Indonesia. 

Mayonnaise atau mayonais adalah salah satu jenis saus yang dibuat dari bahan utama minyak nabati, telur ayam dan cuka. Mayonaise umumnya digunakan sebagai perasa pada makanan seperti selada atau sandwich. Mayonaise ada yang hanya menggunakan kuning telur saja atau menggunakan sari buah lemon atau mustard sebagai perasa. Mayonnaise merupakan salah satu produk olahan minyak yang berbentuk pasta atau cairan kental. Tidak seperti emulsi mayonnaise  merupakan emulsi minyak dalam air, meskipun air berada dalam jumlah lebih sedikit dari minyak. Oleh karena itu emulsi mayonnaise bersifat tidak stabil. Untuk memperoleh suatu emulsi yang stabil biasanya dibutuhkan campuran dua atau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik. Karena pada dasarnya emulsifier adalah surfaktan yang memiliki dua gugus, satu gugus hidrofilik yang bersifat polar dan satu gugus lipofilik yang bersifat nonpolar. (Lawson, 1998)

Sejarah Pembuatan Mayonnaise

Sejarah penggunaan nama mayonaise menurut Oxford English Dictionary, mayonnaise pertama kali digunakan dalam buku masakan berbahasa Inggris pada tahun 1841. Mayonnaise konon diciptakan oleh ahli masak (chef) Perancis yang bernama Louis François Armand du Plessis, duc de Richelieu di tahun 1756 untuk merayakan kemenangan Perancis merebut pelabuhan Mahon (ibu kota Minorca di Kepulauan Balearic). “Mahón” merupakan ejaan Bahasa Perancis untuk pelabuhan Mahon sehingga saus yang diciptakan bernama “sauce mahónnaise” (saus dari Mahon). Sauce mahónnaise merupakan asal-usul kata“mayonnaise”, tapi cerita ini konon kurang bisa dipercaya.Sumber lain yang lebih bisa dipercaya mengatakan nama sauce Mayonnaise diambil dari nama Charles of Lorraine, Duke of Mayenne asal barat laut Perancis. Konon saus dingin yang dimakan bersama ayam oleh Charles de Lorraine, duc de Mayenne disebut “Mayennaise”.

Sejarah Mayonaise Produksi PabrikToko makanan segar (delicattesen) Richard Hellmann di New York merupakan toko pertama yang menjual mayonaise dalam toples pada tahun 1905. Mayonnaise buatan Nyonya Hellmann dipasarkan secara besar-besaran pada tahun 1912 dengan merek Hellmann’s Blue Ribbon Mayonnaise.

Mayonnaise

Pada saat yang hampir bersamaan, Best Foods mulai menjual mayonnaise di pantai barat Amerika sebagai saingan Hellmann’s Mayonnaise yang berjaya di pantai timur. Best Foods membeli merek Hellman di tahun 1932 dan kedua merek menjadi tetap menjadi penguasa pangsa pasar mayonnaise di pantai barat dan pantai timur Amerika Serikat hingga sekarang. Di bagian tenggara Amerika Serikat, Nyonya Eugenia Duke dari Greenville, South Carolina pada tahun 1917 mendirikan perusahaan bernama Duke’s Product Company yang menjual sandwich. Mayonnaise buatan Nyonya Eugenia Duke menjadi sangat terkenal sehingga menjadi satu-satunya produk andalan yang dijual perusahaan. Mayonnaise Nyonya Eugenia Duke dibeli oleh perusahaan C.F. Sauer di tahun 1929. Sampai sekarang Duke’s Mayonaise tetap merupakan mayonnaise lokal yang tidak dijual di wilayah lain di Amerika dan satu-satunya mayonaise Amerika yang tidak mengandung gula.

Mayonnaise Jepang dibuat dari cuka beras dan mempunyai rasa yang berbeda dibandingkan dari mayonaise barat yang dibuat dari cuka hasil distilasi. Mayonnaise Jepang bukan dijual di dalam toples, melainkan di dalam botol plastik tipis tembus pandang yang bisa dipencet. Mayonnaise merupakan salah satu bumbu dalam masakan Jepang. Pure Select produksi Ajinomoto dan Kewpie adalah dua merek mayonnaise yang menguasai pangsa pasar dalam negeri Jepang. Dalam bahasa Jepang, penggemar berat mayonnaise yang selalu menambahkan mayonaise ke dalam semua makanan yang dimakan disebut mayora.

Macam-macam mayonaise:

  1. Aioli: mayones dari minyak zaitun yang dicampur bawang putih
  2. Saus tartar: mayones dengan asinan ketimun dalam botol dan bawang bombay, tapi kadang-kadang juga ditambah capers, buah zaitun dan lumatan telur rebus
  3. Russian dressing (Marie Rose sauce): mayones dengan saus tomat, yogurt dan krim kental
  4. Saus Thousand Island: Russian dressing dengan pickles dan rempah-rempah
  5. Fry sauce: campuran mayones, rempah-rempah, saus tomat dan saus berwarna merah yang lain (Tabasco atau Buffalo wing) sebagai saus untuk french fries
  6. Mayonesa: mayones rasa lime, umum dijual di Amerika Utara di toko bahan makanan Meksiko atau Spanyol

Penjelasan Bahan Baku telur, sumber asam, minyak

a.       Kuning Telur

Kuning telur adalah emulsifier alami yang berasal dari bahan makanan. Lemak kuning telur memiliki daya pengemulsi yang kuat dibandingkan putih telur. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah lesitin, kolesterol, lipoprotein, dan protein. Kemampuan kuning telur sebagai zat pengemulsi dipengaruhi oleh adanya fosfolipid (lesitin, ovosepalin, dan ovosfingomyelin) dan perbandingan antar zat pengemulsi, misalnya lesitin dan kolesterol. Kuning telur juga memiliki fungsi sebagai pewarna pada mayonnaise karena adanya pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta karoten, dan kriptoxantin (Mutiah, 2002).

Lesitin kuning telur mempunyai gugus polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus non polar yang terdapat pada ester asam-asam lemaknya adalah lipofilik yang mempunyai kecendrungan untuk larut dalam lemak atau minyak (Winarno, 2008).

Emulsifier ini berfungsi untuk menyatukan atau menghomogenkan serta mengecilkan partikel dalam kandungan. Sedangkan asam yang ditambahkan berfungsi sebagai citra rasa dan pengawet. Bisa saja menggunakan putih telur, tetapi diperlukan pengadukan yang sangat cepat jika menggunakan putih telur

b.      Jeruk Lemon atau Cuka

Cuka berfungsi sebagai pembunuh kuman pada telur dan merupakan zat terdespersi dalam medium pendispersi minyak nabati. Penambahan sumber asam dalam pembuatan mayones disamping berfungsi sebagai pembantu medium pendispersi, juga mempunyai fungsi menghambat kerusakan mayones oleh mikroorganisme (Wenfuu, 2011). Jus lemon yang digunakan sebaiknya jus lemon yang konsentrasinya tetap yaitu jus lemon yang ada di dalam kemasan. Fungsi jus lemon sama seperti fungsi cuka, tetapi untuk jus lemon memberikan rasa dan aroma yang khas.

c.       Minyak

Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama.

Minyak yang digunakan sebaiknya bukanlah minyak goreng karena minyak sayur memiliki kadar lemak yang rendah. Selain itu minyak sayur tak akan membeku jika dimasukan ke dalam refrigator. Minyak sayur juga merupakan bahan utama yang akan bereaksi dengan kuning telur untuk menciptakan emulsi. Untuk resep tradisional Prancis minyak nabati yang digunakan adalah minyak zaitun. Pada pembuatan mayonnaise minyak yang paling sering digunakan adalah minyak nabati seperti minyak kedelai/soya dan minyak jagung 

d.       Garam

Garam yang selain berfungsi sebagai penyedap rasa juga berfungsi sebagai zat pengkoagulasi protein pada telur sehingga terjadi penggumpalan yang mengakibatkan meningkatnya viskositas (kekentalan) adonan

Prinsip  Emulsi Mayonnaise

Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk globula (fase terdispersi) di dalam cairan lainnya (fase kontinyu). Berdasarkan jenis fase kontinyu dan fase terdispersinya dikenal dua tipe emulsi yaitu emulsi tipe O/ W dan tipe W/ O.

Didalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan campuran dua atau lebih bahan kimia yang tergolong ke dalam emulsifier dan stabilizer. Tujuan dari penambahan emulsifier adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi.

 Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Keenan, 1984)

Pada produk mayonaise bagian yang terdispersi adalah minyak nabati, bagian yang mendispersi (media pendispersi) asam cuka atau lemon juice, dan bagian emulsifiernya adalah kuning telur. Pada saat minyak nabati dan air jeruk nipis / lemon dicampur akan terbentuk suatu tegangan antarmuka, dimana antar keduanya tidak dapat  bercampur  menjadi  satu sehingga diperlukan surfaktan untuk memperkecil tegangan antarmuka tersebut, dalam hal ini adalah lesitin pada kuning telur.

Kuning telur merupakan emulsifier yang sangat kuat (terdapat sejenis bahan yang memiliki tingkat kesukaan terhadap air dan minyak sekaligus). Satu ujung molekul tersebut suka air dan ujung yang lainnya suka minyak. Oleh karenanya bahan itu dapat dijadikan jembatan untuk mencampurkan antara bahan lemak dan bahan air. Sifat seperti itu sangat dibutuhkan dalam pengolahan berbagai jenis makanan, seperti dalam pembuatan biskuit, cake, kue, mayonaise, dan sebagainya.

Pada dasarnya paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Lecithin adalah istilah umum pada setiap kelompok warna kecoklatan dan zat-kuning lemak yang terdapat pada hewan dan jaringan tumbuhan, serta kuning telur yang terdiri dari asam fosfat, kolin, asam lemak, gliserol, glycolipids, trigliserida, dan fosfolipid (misalnya, fosfatidilkolin, phosphatidylethanolamine, dan phosphatidylinositol).  Fosfatidilkolin merupakan jenis fosfolipid di lesitin. Fosfolipid termasuk dalam kelompok lemak/lipid yang komponen utamanya membrane sel karena fosfolipid dapat membentuk bilayers lipid. Kebanyakan fosfolipid terdiri dari diglycerid, gugus fosfat, dan molekul organik sederhana seperti kolin, kecuali sphingomyelin yang merupakan turunan dari sphingosine bukan dari gliserol. Identifikasi fosfolipid pertamakali yaitu lesitin, atau fosfatidilkolin dalam kuning telur.

Mekanisme lesitin dapat menyatukan minyak (lemak) dan air (asam cuka/lemn juice pada pembuatan mayonaise) adalah fosfolipid yang merupakan pembentuk lesitin terdiri dari bagian yang polar (air) dan bagian yang non polar (minyak/lemak). Bagian kepala fosfolipid merupakan bagian yang hidrofilik (tertarik pada air) dan bagian ekor yaitu tertarik pada hidrofobik (tidak suka dengan air/menjauhi air dan lebih terikat pada minyak/lemak). Kepala hidrofilik berisi gugus fosfat bermuatan negative, yang kemungkinan juga terdiri dari kelompok/jenis polar yang lainnya. Ekornya yang bersifat hidrofobik terdiri dari asam lemak rantai hidrokarbon. Ketika berada pada kondisi di dalam air fosfolipid tersebut membentuk berbagai struktur tergantung pada sifat spesifiknya dan dalam hal pembuatan mayonaise fosfolipid tersebut membentuk/berperan sebagai emulsifier dimana yang berperan dalam menyatukan antara minyak nabati dan sam cuka/lemon juice yang merupakan bahan utama pembuatan mayonaise menjadi suatu emulsi setengah padat yang kompak/mantap atau sering disebut juga emulsi permanen. Emulsi permanen yang dimaksud disini yaitu pada campuran tersebut antara minyak nabati dan asam cuka/lemon juice yang dicampurkan tidak terpisah lagi, berbeda dengan emulsi temporer yang terjadi pada french dressing yang selalu memisah antara minyak dan air jika tidak dikocok, oleh karenanya pada penggunaan French dressing ini harus segera digunakan sesaat etelah dilakukan pengocokan karena pada saat pengocokan inilah minyak dan air dapat bersatu namun jika tidak langsung digunakan maka akan cepat memisah. Hal ini berbeda dengan mayonaise yang stabil dan tidak memisah lagi walaupun lama didiamkan/tidak langsung digunakan.

Rahasia membuat mayonaise terletak pada pemisahan bahan penyusunnya menjadi emulsi. Perbandingan yang tepat bahan-bahan penyusunnya akan mempengaruhi hasil. Berapapun banyaknya telur dan larutan asam dalam hal ini adalah jus lemon yang dikocok, keduanya akan memisah. Untuk mengikatnya diperlukan lesitin dari kuning telur sebagai penstabil. Kuning telur berfungsi melarutkan seperti deterjen yang melarutkan minyak dan jus lemon.

Ada berbagai macam cara pembuatan mayonaise. Mayonaise biasanya dibuat dari campuran minyak, kuning telur, cuka, garam dapur dan mustard. Alat pengocok mayonaise bisa berupa handmixer, food processor, blender, atau dikocok secara manual dengan memakai pengocok telur atau garpu.

Proses Pembuatan Mayonnaise

Bahan pembuat mayonaise:

  1. Kuning telur 4 buah
  2. Minyak sayur/kedelai 1 Liter
  3. Asam asetat/cuka 2 sdm atau Jus lemon 5 sdm
  4. Mustard 2 sdm
  5. Garam 1 sdt

Adapun proses pembuatan mayonnaise adalah sebagai berikut.

1.      Kuning telur, jus lemon, dan garam diaduk dengan cepat selama 3-5 menit. Campuran tidak boleh dikocok dan hanya boleh diaduk. Proses pengocokan hanya akan memungkinkan masuknya udara ke dalam campuran sehingga mayonnaise akan pecah.

2.      Tambahkan minyak sayur sedikit demi sedikit pada campuran sambil diaduk.

3.      Jika ingin menambahkan bahan lain sebagai perasa, masukkan dalam bentuk bubuk, jangan cairan. Cairan  menurunkan volume mayonaise, mayonaise akan mengempis. Banyak orang melakukan kesalahan ini yaitu menambahkan kocokan putih telur di akhir proses. Hal ini akan mengakibatkan mayonaise mengempis. Jika telah selesai menambahkan bahan-bahan bubuk, diamkan mayonaise agar terbentuk emulsi sempurna. Tutup mayonaise dan simpan di lemari es. (Jobsheet, 2013)

Memang kelihatan mudah membuat mayonnaise, namun tidak jarang hasilnya tidak sesuai harapan/ mayonnaise pecah. Beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pembuatan Mayonnaise :

  1. Minyak dituangkan terlalu cepat dan banyak, menyebabkan tidak semua minyak menyatu dengan bahan lainnya.
  2. Temperatur minyak terlalu dingin atau terlalu panas. Temperatur yang dingin menyebabkan sulitnya terjadi Emulsi dan terlalu panas dapat mempercepat mayonnaise pecah.
  3. Kecepatan mengocok tidak konstan dan tidak merata.
  4. Kualitas telur yang jelek (encer dan hampir busuk).
  5. Terlalu banyak garam. Kebanyakan garam dapat menghalangi terjadinya emulsi.
  6. Karena alat-alat yang digunakan tidak bersih, seperti mengandung air, asam atau lemak.

Kandungan Gizi Mayonnaise

Kandungan gizi mayonaise yang terbuat dari bahan utama jus lemon, kuning telur dan minyak nabati maka dapat dipastikan jika mayonaise mengandung vitamin C, Vitamin A, kadar lemak yang tinggi, kolesterol, protein yang tinggi dan asam amino yang penting bagi tubuh. Adapun kandungan utama alam 100 gram mayonaise adalah sebagai berikut:

Zat Gizi Jumlah
Kalori (kcal) 162 kkal
Protein 12,8 gr
Lemak 20 gr
Karbohidrat 0,7 gr
Vitamin A 900 SI
Vitamin C 0,50 g
Thiamin 0,10 mg

 Syarat Mutu Mayonnaise

Mayonnaise adalah produk olahan berbentuk emulsi semi padat yang dibuat dari minyak nabati, kuning telur dan bahan makanan lain serta dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI 01-4473-1998).

       Tabel Spesifikasi Persyaratan Mutu Mayonnaise :

No Jenis uji satuan Persyaratan
1 Keadaan Normal
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna Normal
1.4 Tekstur Normal
2 Air b/b % Maks 30
3 Protein b/b % Maks 0,9
4 Lemek b/b % Min 65
5 Karbohidrat b/b % Maks 4
6 Kalori Kcal/ 100 g Min 600
7 Pengawet Sesuai SNI 01-0222-1995
8 Cemaran logam
8.1 Timbale ( Pb ) mg/kg Mak I,5
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10,0
8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 10,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks 10,0
8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,3
9 Cenaran arsen (As) mg/kg Maks 0,1
10 Cemaran mikroba
10.1 ALT Koloni/g Maks 104
10.2 Bakteri bentuk coli AMP/g Maks 10
10.3 E.coli Koloni/10 gr Negative
10.4 Salmonella Koloni/25 gr Negative

(SNI 01-4473-1998)

Mutu mayonnaise harus bersifat konstan atau tidak mengurangi kualitas baik secara fisik, organoleptik, dan kimiawinya. Dalam proses pengolahan Mayonaisse perlu diperhatikan beberapa hal seperti berikut:

A. Viskositas

Peningkatan viskositas mayonnaise sesuai dengan meningkatnya konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras, karena permukaan molekul minyak dapat dilapisi dengan baik sehingga dapat bersatu dengan air. Selain itu, peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras akan meningkatkan jumlah lemak yang terdispersi dalam pembentukan sistem emulsi, sehingga akan meningkatkan viskositas mayonnaise. Winarno (1993) menjelaskan bahwa selain sebagai komponen gizi yang penting, protein dalam telur memiliki kemampuan untuk membentuk gel, buih dan emulsi.

Minyak nabati bertindak sebagai fase internal sangat mempengarui viskositas mayonnaise, sehingga pada konsentrasi yang berbeda akan memberikan perbedaan terhadap viskositas mayonnaise. Le Hsich and Regeastein (1992) menyatakan bawa jumlah fase internal yang lebih besar daripada fase eksternal dapat meningkatkan viskositas emulsi, karena partikel-partikelnya terdesak dalam sistem emulsi. Viskositas mayonnaise standar yanga da dipasaran sebesar 3346,6667 cp (Al-Bachir and Zeinou, 2006), sedangkan mayonnaise hasil percobaan yang mendekati nilai standar sebesar 2874,6667 cp.

B. Kadar Air

Kadar air mayonnaise yang dihasilkan diperoleh dari kandungan air bahan baku yang digunakan, yaitu kadar air kuning telur, cuka, dan penambahan air. Kadar air kuning telur ayam buras adalah 49,7239%. Peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras akan meningkatkan kadar air mayonnaise, tetapi dalam penelitian Dedes (2008), penambahan air pada setiap perlakuan berbeda sehingga peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras dan minyak nabati akan mengurangi penambahan air pada setiap perlakuan.

Kadar air mayonnaise standar yang ada dipasaran adalah 21,8910% (Gaonkaret al., 2010). Mayonnaise hasil penelitian Amertaningtyas (2008), yang mendekati nilai standar sebesar 22,3914% dan 20,6499%.

C. pH

Perlakuan kombinasi konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras pada tingkat terendah sampai tertinggi tidak mempengaruhi pH mayonnaise. Menurut Ketaren (1986), minyak nabati mempunyai pH yang cenderung netral, dimana minyak nabati termasuk kedalam golongan lemak yang netral, sehingga tidak mempengaruhi pH mayonnaise.
Hasil penelitian Amertaningtyas (2008), menunjukkan bahwa ph mayonnaise berkisar antara 2,62-2,95. Hal ini berarti mayonnaise yang dihasilkan bersifat asam, karena menurut penelitian Gaonkaret al. (2010) pH mayonnaise normal adalah 3,70. Hal ini diduga karena adanya penambahan asam cuka (asam asetat) pada mayonnaise. Goldberg and Richard (1991) meyatakan bahwa asam yang ditambahkan dalam bahan pangan dapat menurunkan pH.

D. Kadar Protein

Sumber protein mayonnaise adalah kuning telur ayam buras, dimana kadar protein kuning telur ayam buras adalah 16,710% (Al-Bachir and Zeinou, 2006). Menurut Winarno (1990), protein mayonnaise adalah protein yang bermutu tinggi karena berasal dari kuning telur yang mengandung asam-asam amino esensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur akan meningkatkan kadar protein mayonnaise. Menurut Hui (1992), semua lemak dan minyak atau lemak dalam makanan mengandung sejumlah lemak-fosfor. Fosfor merupakan mineral yang terdapat pada bahan makanan dengan kadar protein yang tinggi, sedangkan kedelai (sebagai bahan baku dasar minyak kedelai) termasuk bahan makanan yang mempunyai protein tinggi.

Kadar protein mayonnaise standar sebesar 1,4307% (Gaonkaret al., 2010). Mayonnaise hasil penelitian Amertaningtyas (2008), yang mendekati nilai standar sebesar 1,4333%.

E. Kadar Lemak

Peningkatan konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras dapat meningkatkan kadar lemak mayonnaise, karena masing-masing memberikan kontribusi yang cukup tinggi. Kadar lemak kuning telur ayam buras adalah 30,092%. Sehingga kontribusi terebsar adalah dari minyak nabati. Minyak nabati adalah bahan utama dalam pembuatan mayonnaise yang merupakan lemak dalam bentuk cair, sehingga peningkatan konsentrasi minyak akan meningkatkan kadar lemak.

Kadar lemak mayonnaise standar yang ada dipasaran adalah 80,7253% Gaonkaret al., 2010). Mayonnaise hasil percobaan Amertaningtyas (2008) yang mendekati nilai standar sebesar 79,3933%.

Penyimpanan Mayonaise        

Penyimpanan terbaik mayonaise adalah pada kondisi dingin. Suhu pendingin    0-15 derajat celsius. penyimpanan dengan suhu tersebut akan memperpanjang umur simpan produk hingga 6-8 bulan. Untuk menjaga kualitas produk guna menjaga keamanan pangan dianjurkan pada saat distribusi dilakukan menggunakan mobil pendingin. Penanganan yang tidak sesuai menyebabkan kerusakan produk. 

Bahaya Mayonnaise

Hati-hatilah dalam mengkonsumsi mayonaise. Karena selain kandung lemak yang cukup tinggi, mayonaise juga mengandung kolesterol dalam jumlah yang lumayan banyak dibandingkan bahan makanan lain. Kandungan kolesterol di dalam 100 gram mayonaise adalah sekitar 424 mg. Padahal anjuran untuk mengkonsumsi kolesterol kurang dari 300 mg perhari. Jadi, mengkonsumsi mayonaise sebaiknya tidak terlalu banyak. (bird .T, 1987)

Namun sekarang terdapat alternatif dengan menggunakan bahan pengganti peranan lemak dengan jumlah tertentu untuk mengurangi kadar lemak dan menghasilkan mayonnaise dengan tekstur yang mendekati tekstur mayonnaise tradisional. Beberapa pengganti lemak yang banyak digunakan di antaranya pati termodifikasi, inulin, pektin, xanthan gum, gum arab, dan karagenan dapat menstabilkan emulsi dan meningkatkan viskositas mayonnaise(Liu, dkk., 2007). Dudina, dkk (1992) menyatakan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada mayonnaise rendah kalori adalah berkisar 30-40%.


PRINSIP KRISTALISASI PADA PRODUK PANGAN

PRINSIP KRISTALISASI PADA PRODUK PANGAN

Created by Widiantoko, R. K.

Pengertian kristalisasi

Salah satu unsur pembentuk struktur dalam bahan atau produk pangan adalah kristal. Berbagai produk pangan seperti permen dan cokelat mengandung struktur dalam bentuk kristal. Adanya kristal mempengaruhi mutu, tekstur dan daya simpan produk pangan.

Kristalisasi merupakan istilah yang menunjukkan beberapa fenomena yang berbeda berkaitan dengan pembentukan struktur kristal. Empat tahap pada proses kristalisasi meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh atau lewat dingin, nukleasi atau pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan kristal, dan rekristalisasi atau pengaturan kembali struktur kristalin sampai mencapai energi terendah.

Kristalisasi menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur matriks kristal. Prinsip pembentukan kristal adalah sebagai berikut:

1. Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam.

2. Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air dan lemak.

Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan dibawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi tidak seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan membentuk struktur matriks kristal. Kondisi lewat jenuh atau lewat dingin pada produk pangan diatur melalui proses formulasi atau kondisi lapangan.

Prinsip dasar kristalisasi

Prinsip pembentukan kristal adalah :

-Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam

-Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air atau lemak.

Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogen atau larutan, sehingga terbentuk kristal dari zat terlarutnya. Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated) yaitu kondisi dimana pelarut sudah tidak mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Ketika kristal terbentuk, molekul-molekul suatu senyawa saling mengatur diri membentuk pola yg teratur dalam suatu matriks tertentu.

Komponen  pangan  yang  dapat mengalami  kristalisasi antara lain:

  • Lemak
  • Gula: laktosa, fruktosa, sukrosa
  • Garam
  • Pengemulsi berbasis lemak seperti lesitin
  • Air
  • Pati
  • Asam amino/protein

Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi kesetimbangan dan menjadi lewat jenuh (untuk larutan) atau kondisi lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan di bawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) .

This image has an empty alt attribute; its file name is image-7.png

Ketika suatu cairan atau larutan telah jenuh, terdapat termodinamika yang mendorong kristalisasi. Molekul-molekul cenderung membentuk kristal karena pada bentuk kristal, energi sistem mencapai minimum. Selama nukleasi atau pembentukan inti kristal, molekul dalam wujud cair mengatur diri kembali dan membentuk klaster yg stabil dan mengorganisasikan diri membentuk matriks kristal.

Pertumbuhan kristal berlanjut sampai semua molekul membentuk kristal dan sistem mencapai kesetimbangan. Ketika kesetimbangan telah tercapai, perubahan masih tetap dapat terjadi pada struktur kristalin selama penyimpanan dalam waktu lama. Hal ini sering terjadi pada produk pangan karena suhu dan kelembaban relatif lingkungan produk pangan dapat berubah-ubah selama transportasi, distribusi, dan penyimpanan

Pemanfaatan kristalisasi

Pengendalian proses kristalisasi dalam produk pangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas produk pangan tersebut. Fungsi kristalisasi:

Pemisahan

Mengaturteksturproduk

Pengawetan

Pengendalian kristalisasi berkaitan dengan umur simpan produk pangan.

Komponen bahan pangan yg berperan membentuk kristal adalah air, gula, alkohol, lemak, dan pati. Elemen pembentuk struktur dalam produk pangan seperti sel udara kristal, dan globula lemak berperan penting dalam menentukan umur simpan produk pangan. Elemen struktural juga menentukan sifat reologi (seperti kekerasan, kekakuan, kerenyahan) dan berkontribusi terhadap sifat organoleptik (seperti kecepatan leleh, efek pendinginan).

Struktur komponen bahan pangan (seperti air, globula lemak, kristal, dll) berperan terhadap sifat dan mutu pangan, berperan terhadap sifat sensoris (misal: kecepatan leleh, efek pendinginan, dll). Misalnya struktur kristal lemak dalam coklat berperan terhadap daya patah dan titik leleh. Pembentukan kristal lemak (fat bloom) pada coklat menurunkan mutu.

This image has an empty alt attribute; its file name is image-8.png
Skema hubungan struktur kristal dengan kondisi pengolahan dan komposisi serta kualitas produk pangan
This image has an empty alt attribute; its file name is image-10.png
Jenis produk yang mengalami penurunan mutu akibat kristalisasi
Pengendalian yang dilakukan untuk pencegahan kristalisasi

Tahapan kristalisasi

žKristal terbentuk dari larutan lewat jenuh (supersaturated) melalui 2 langkah, yaitu :

1.  nukleasi,  pembentukan inti kristal.

2.  pertumbuhan  kristal. žJika semula larutan tidak berisi padatan, pembentukan inti terjadi sebelum kristal tumbuh. žInti-inti baru secara kontinyu terbentuk, sementara inti-inti yang sudah ada tumbuh menjadi kristal. žDriving force kedua langkah di atas adalah supersaturasi, artinya kedua langkah tersebut tidak dapat terjadi pada larutan jenuh atau undersaturated

Mekanisme nukleasi pada sistem padat-cair dibagi dalam 2 kategori, yaitu:

1.  primary nucleation. žNukleasi  akibat  penggabungan  molekul-molekul  solut  membentuk clusters yang kemudian tumbuh menjadi kristal. žDalam  larutan  supersaturasi,  terjadi  penambahan  solut  sehingga mendifusi ke clusters dan tumbuh menjadi lebih stabil. žUkuran kristal besar, maka solubility kecil, sebaliknya  ukuran kristal  kecil maka solubility besar.  Oleh karenanya, jika ada kristal yang berukuran lebih besar maka kristal akan tumbuh, sedangkan kristal kecil akan  terlarut lagi. žTeori yang menjelaskan hal ini adalah teori MIERS.

2.  Secondary nucleation (contact nucleation) žNukleasi  terjadi  jika  kristal  bertabrakan  dengan  bahan  lain,  pengaduk, dinding/pipa tangki. žNukleasi dapat dipercepat dengan adanya bibit kristal, energi aktivasinya lebih kecil dari pada primary nucleation. žSeeding : menambah bibit kristal (berukuran kecil) pada awal sintesa.

Selama kristalisasi dapat terjadi pembentukan inti dari larutan atau cairan inti dapat ditambahkan dari luar untuk mempercepat kristalisasi seperti pada pembuatan gula pasir. Pembentukan inti kristal (nukleasi) terbagi 3 tahap, yaitu :

a. Pembentukan inti kristal tipe homogen .

Molekul dalam larutan terbentuk secara bersamaan, baik berupa moleul tunggal maupun berupa uint molekul yg berikatan sebagai suatu gugus. Gugus tersebut kemudian terbentuk terus menerus dalam larutan lewat jenuh atau lewat dingin. Pembentukan inti kristal tipe ini berlangsung tanpa bantuan senyawa asing di dalam larutan.

b. Pembentukan inti kristal tipe heterogen .

Inti kristal tipe heterogen terdiri dari beberapa senyawa yg berbeda. Pembentukan inti kristal heterogen berlangsung sebelum pembentukan inti kristal homogen. Adanya zat asing, seperti zat pengotor, mampu mempercepat pembentukan inti kristal

c. Pembentukan inti kristal tipe sekunder .

Terjadi ketika kristalit berukuran kecil dipindahkan dari permukaan kristal yg telah terbentuk dan berperan sebagai inti kristal yg baru. Mekanisme yg dilakukan melalui kontak antara satu kristal dengan kristal lainnya melalui pengadukan dalam tangki agitasi.

Beberapa parameter yg mempengaruhi terbentuknya inti kristal antara lain:

a. Kondisi lewat dingin larutan .

Semakin dingin larutan waktu induksi (waktu yg diperlukan sampai inti kristal terbentuk) akan semakin pendek.

b. Suhu.

Penurunan suhu akan menginduksi pembentukan kristal secara cepat.

c. Sumber inti kristal

Inti yg terbentuk pada pembentukan tipe heterogen memiliki kecendrungan mempercepat kristalisasi

c. Viskositas

Ketika viskositas meningkat akibat menurunnya suhu dan meningkatnya konsentrasi larutan, proses pembentukan inti kristal akan terbatasi. Hal ini disebabkan berkurangnya pergerakan molekul pembentuk inti kristal dan terhambatnya pindah panas sebagai energi pembetukkan inti kristal.

d. Kecepatan Pendinginan

Pendingingan yg cepat akan menghasilkan inti kristal yg lebih banyak dibandingkan pendinginan lambat

e. Kecepatan agitasi

Proses agitasi mampu meningkatkan laju pembentukan inti kristal. Agitasi menyebabkan pindah massa dan pindah panas berjalan lebih efisien.

f. Bahan tambahan dan pengotor

Bahan-bahan tambahan dapat berperan untuk membantu atau menghambat pembentukan inti kristal

g. Densitas massa kristal

Jumlah kristal yg terdapat dalam satu unit volume yg terdapat dalam larutan akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan setiap kristal.

Untuk didapatkan fungsi kristalisasi yang diinginkan maka diperlukan pengontrolan beberapa faktor yakni :

 Formulasi bahan baku

Pengaturan kondisi pengolahan untuk meningkatkan atau mencegah kristalisasi, misal temperingpada pembuatan coklat, margarin, mentega

Kondisi penyimpanan yang tepat

Dalam industri kristalisasi, beberapa hal yang perlu diketahui yakni žrendemen, žkemurnian, žbentuk dan ukuran ( tergantung data keseimbangan fase padat – cair) dan žkeseragaman ukuran (ada distribusi ukuran produk kristaliser).

Proses kristalisasi garam

Garam adalah mineral yang terdiri atas Natrium (Na) dan Khlor (Cl) yang mengkristal dan bersenyawa menjadi Natrium Khlorida (NaCl). Salah satu cara pemisahan campuran yang berupa larutan adalah penguapan (kristalisasi).Kristalisasi adalah cara memisahkan zat terlarut dari pelarutnya menggunakan pemanasan atau penyerapan kalor. Itulah sebabnya petani garam tradisional memanfaatkan panasmatahari langsung untuk mengubah air laut menjadi garam.

Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari zatterlarutnya dalam sebuah campuran homogeen atau larutan, sehingga terbentuk kristal dari zat  terlarutnya. Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat  jenuh  (supersaturated)  yaitu  kondisi  dimana pelarut sudah tidak mampu melarutkan zatterlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Prosess pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu,  penguapan,  pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia. Untuk petani garam tradisional menggunakan cara penguapan menggunakan bantuan sinar matahari langsung.

Air laut dialirkan kedalam tambak dan selanjutnya ditutup. Air laut yang ada dalam tambak dibiarkan terkena sinar matahari secara langsung sehingga mengalami proses penguapan. Setelah beberapa hari (tergantung panas cahaya matahari) jumlah air berkurang dan mengering bersamaan dengan itu pula kristal garam terbentuk. Kristal-kristal garam yang telah terbentuk kemudian dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan kristal garam yang bersih dan terbebas dari kotoran.

Proses kristalisasi margarin

Lemak yang cenderung mengkristal dalam berbagai bentuk memiliki titik leleh yang berbeda. Masing-masing bentuk kristal dengan titik leleh masing-masing disebut polimorf dan fenomena ini disebut polimorfisme (Timms 1984, 1985).

Trigliserida memperlihatkan, dengan beberapa pengecualian, tiga bentuk kristal dasar yaitu  alpha (α), beta prima (β’), dan beta (β). Secara umum, transformasi berlangsung pada urutan: αà β’à β. Transformasi tersebut tidak dapat diubah kecuali dengan pencairan dan kristalisasi ulang. Ada kemungkinan bahwa transformasi dari satu bentuk polimorfik ke bentuk lain terjadi  dalam keadaan padat tanpa mencair. Transformasi ini hanya akan berlangsung dengan segera dari bentuk yang lebih stabil mencari bentuk kristal yang paling kompak dan kemungkinan keadaan energi termodinamika yang terendah (Sato 1988).Polimorf yang berbeda dapat tumbuh bersamaan di dalam lemak. Bentuk-bentuk yang berbeda ini menunjukkan titik lelehtergantung pada pendingin dan sejarah pemanasan lemak. Dikarenakan-yang disebut ingatan kristal, struktur kristal diawetkan meski lemaknya dilelehkan. Struktur ini akan mempengaruhi kristalisasi secara langsung, terutama ketika tingkat pendinginan yang tinggi (Larsson dan Friberg1990). Perubahan polimorfik dalam margarin dapat menyebabkan struktur berbutir (Merker dan Wiedermann 1958; Timms 1984; Johansson dan Bergensta ° hl 1985).

Ketika pendinginan lelehan, kristal α umumnya terbentuk, tetapi bentuk ini tidak pernah stabil dalam trigliserida dan transformasi untuk β’ nyata terjadi. Dalam kebanyakan kasus, kristal β’secara relative perlahan-lahan berubah menjadi bentuk β stabil. Waktu transformasi dari satu bentuk Kristal ke bentuk yang lain tergantung pada komposisi trigliserida dan kehadiran digliserida dalam campuran lemak (Ong dan lain-lain 1995). Namun, beberapa lemak memiliki kedua bentuk β’ dan β, yang lain hanya dalam bentuk β’ stabil tanpa transisi lanjut atau bentuk β stabil.

Pembentukan kristalisasi cokelat

Cokelat dapat mengalami proses perubahan wujud dari cair menjadi padat. Proses tersebut dikenal dengan kristalisasi atau proses pembentukan kristal (Harnaz, 2008). Fenomena kimia penting ini terjadi pada tahap tempering dalam proses pembuatan cokelat. Cokelat memiliki 6 jenis kristal, dari kristal tipe I sampai tipe VI. Masing-masing memiliki karakter rasa yang berbeda.

Tempering adalah perlakuan yang berkaitan dengan pengaturan suhu. Melalui proses tempering akan dihasilkan produk cokelat yang glossy dan brittle. Disamping itu, produk tanpa proses tempering akan menyebabkan cokelat mengalami blooming (Faridah, 2008)

Blooming terjadi apabila kristal lemak yang stabil berubah menjadi kristal tidak stabil. Perubahan ini mengakibatkan adanya ruang kosong antara kristal lemak sehingga terbentuk pipa kapiler, hal ini menyebabkan penampakan kusam pada permukaan coklat akibat pemendaran sinar. Rasa yang dihasilkan tidak berubah, namun teksturnya kasar dan penampakannya tidak lagi menarik karena ada pemisahan lemak dengan komponen lainya dalam cokelat.

Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal tertentu yang terdapat pada lemak cokelat. Menurut Alex (2003), cara yang paling umum adalah pertama-tama memanaskan cokelat sampai bersuhu lebih dari 450C untuk melelehkan keenam jenis kristal. Melalui proses  thermal  ini, struktur cokelat akan leleh. Pendinginan cepat menjadi suhu 26-270C akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan tidak stabil menjadi kristal. Suhu dipertahankan pada titik ini untuk meratakan pembentukan kristal secara menyeluruh pada campuran pasta dan untuk pembentukan kristal secara lengkap. Selanjutnya suhu dinaikkan kembali menjadi 30-320C untuk melelehkan semua kristal yang tidak stabil yaitu kristal I, II, III, IV, dan menyisakan kristal tipe V dan VI yang dikenal dengan kristal beta.

Diagram pengaturan suhu pada tempering

Tempering akan membentuk kristal cokelat yang lebih stabil. Ketika melakukan proses tempering, cokelat dipertahankan agar dalam keadaan kering oleh karena itu dibutuhkan proses conching sebelum dilakukan tempering.

Cokelat memiliki dua sifat utama yang perlu diperhatikan yaitu flavor dan tekstur. Cokelat mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah. Karakteristik produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik kristal lemak cokelat yang terbentuk.

Karakteristik Sensoris Kristal Cokelat:

KristalSuhu LelehEfek Rasa
17 °C (63 °F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer 
II 21 °C (70 °F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer
III 26 °C (78 °F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer 
IV 28 °C (82 °F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer 
34 °C (94 °F) Mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 °C). 
VI 36 °C (97 °F) Keras, sulit menjadi padat

Pembentukan kristalisasi permen

Campuran keseluruhan bahan permen berkristal didinginkan setelah mencapai suhu pemasakan akhir yang optimal. Caranya adalah dengan dituangkan ke atas permukaan halus, keras dan dingin, misalnya lempengan marmer, sehingga akan cepat dingin tanpa membentuk kristal yang prematur dan besar. Pada waktu menjadi dingin larutan bersifat lewat jenuh. Larutan yang lewat jenuh bersifat labil (labil) karena mengandung zat terlarut yang lebih banyak dibandingkan yang biasanya dapat dilarutkan pada suhu tersebut. Larutan labil tersebut akan segera membentuk kristal jika terganggu atau terkena sesuatu yang dapat berperan sebagai inti kristal, misalnya jika menambahkan gula, memasukkan termometer, bahkan jika kemasukan debu dan adanya permukaan yang kasar. Jadi selama pendinginan sebaiknya dibiarkan tanpa gangguan.

Secara normal kristalisasi yang dikehendaki dilakukan dengan pengadukan atau agitasi. Pendinginan sampai suhu 40oC memungkinkan pembentukan larutan lewat jenuh tetapi masih dapat diaduk. Larutan lewat jenuh mempunyai banyak inti kristal, sehingga jumlah molekul gula yang membentuk sebuah partikel kristal sangat sedikit. Jadi, kristal yang terbentuk berukuran kecil dan banyak.

Tahap akhir dalam pembuatan permen berkristal adalah membentuk kristal sebanyak mungkin dari larutan lewat jenuh. Adanya banyak inti kristal yang terbentuk selama penjenuhan larutan sangat menguntungkan karena memungkinkan banyak kristal terbentuk secara simultan. Pengadukan yang cepatakan mendorong pembentukan banyak inti kristal dan membentuk kristal yangberukuran kecil. Pada saat pembentukan kristal bahan permen kehilangan penampakan mengkilapnya (sifat kilapnya) dan berubah menjadi agak suram dan berwarna lebih muda. Juga menjadi agak lebih lunak pada saat suhu kristalisasi diturunkan (panas yang diberikan dihentikan). Pengadukan harus terus dilakukan sampai permen menjadi dingin dan kristalisasi telah terbentuk sempurna, yang ditandai dengan perubahan penampakan akibat pembentukan kristal. Selama tahap ini larutan super jenuh menjadi jenuh kembali.

Kristal sukrosa dalam permen berkristal seperti fondant dan fudge terlarut dalam sirup gula pekat atau larutan sukrosa jenuh. Jika fondant dibiarkan selama12–24 jam, akan berubah menjadi agak basah dan dapat diiris atau dipotong-potong lebih mudah daripada pada waktu baru selesai dibuat. Perubahan inidisebut pematangan (ripening). Selama pematangan juga terjadi pelarutan kristalyang berukuran relatif besar.

Pembentukan kristalisasi gula

Salah satu langkah dalam proses pembuatan gula adalah kristalisasi. Proses kristalisasii merupakan salah satu pekerjaan proses agar mendapatkan bahan murni yang berupa gula kristal yang berwarna putih, berbentuk padat, sehingga gula dapat terpisah dari larutan induknya dalam bentuk kristal. Sebagai hasil dari proses kristalisasi tersebut dihasilkan suatu magma yang terdiri atas larutan induk dan kristal gula. Campuran dari larutan induk dan kristal tersebut biasanya disebut masakan atau dalam bahasa Perancis disebut “massecuite”, yang berarti massa, dan cuite berarti diproses atau dimasak.

Proses kristalisasi terjadi di dalam suatu pan masak, yang proses kerjanya dilakukan pada suasana atau kondisi vakum (hampa udara). Disamping itu, proses kristalisasi dilakukan secara single efek (badan tunggal), jadi berbeda dengan kegiatan dalam pan penguapan yang dilakukan secara multiple effect (badan rangkap, > 1 badan). Proses kristalisasi dilakukan pada kondisi vakum untuk mencegah kerusakan dari nira.i

Dalam proses pembuatan gula, yang dimulai dari pemerahan tebu menghasilkan nira mentah, kemudian dengan pemurnian untuk menghilangkan kotoran dan penguapan untuk menguapkan air maka akan diperoleh nira kental. Nira kental ini adalah bahan baku utama dalam proses kristalisasi. Dari rangkaian proses sebelumnya nira masih mengandung kotoran dan kadar air. Di proses kristalisasi ini kadar kotoran dan air yang ada dalam nira akan dihilangkan. Di nira kental masih terkandung kotoran sebesar 15 – 20 % zat terlarut, sedangkan kadar airnya 35 – 40 % (memiliki brix 60 – 65). Nira kental sebagian besar mempunyai brix sebesar 60 – 65 % dengan tujuan supaya larutan tersebut mendekati konsentrasi jenuhnya.

Berbagai faktor yang dipandang dapat mempengaruhi proses pemasakan atau proses kristalisasi, a.l. suhu, vakum, proses penguapan sebelumya, kerataan kristal, kadungan kotoran dalam larutan, viskositas larutan dan pencampuran atau sirkulasi larutan.

Langkah-langkah proses kristalisasi gula adalah sebagai berikut :

a. Menarik larutan dan pemekatan

Bahan dasar yang akan dikristalkan dipanaskan sampai mendekati suhu masak, selanjutnya pemekatan dimulai. Dengan demikian koefisien kejenuhannya berangsur-angsur meningkat. Pada keadaan lewat jenuh akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Proses kristalisasi dijaga pada suhu rendah karena molekul sukrosa akan mudah rusak pada suhu tinggi, oleh karena itu digunakan vakum. Pemekatan tidak boleh melewati daerah metastabil, karena akan terjadi inti baru berupa kristal-kristal halus.

b. Membuat bibitan

v Pembuatan bibit dengan cara serentak (spontan)

– Larutan diuapkan sampai berada pada daerah goyah (A)

– Bila akan mulai memasak larutan dialihkan ke daerah metastabil dengan menaikkan suhu. (B)

– Apabila kristal yang terbentuk kurang maka larutan diarahkan ke daerah goyah lagi (C)

– Bila inti kristal telah cukup maka ditarik bahan masak lagi, kemudian menurunkan vakum agar kembali ke daearah metastabil. (D)

v Pembuatan bibit dengan cara kejutan (shock seeding)

– Larutan gula dikentalkan sampai daerah intermediate kemudian dimasukkan gula halus.

– Bila kristal telah terbentuk dan terlihat besar kristal merata maka dikembalikan lagi ke daerah metastabil.

v Pembuatan bibit dengan cara pemberian inti penuh (full seeding)

Pada cara ini dengan menggunakan bibit (seeding) yang sudah jadi dan dimasukkan pada daearah metastabil. Untuk bahan bibitan sistem ini bisa menggunakan fondan atau FCS (Fine Crystal Seed).

b. Membesarkan Inti Kristal.

Pada langkah pembesaran kristal diusahakan untuk menempelkan sebanyak mungkin molekul sukrosa pada kristal yang telah jadi dalam waktu yang singkat.

c. Merapatkan Inti Kristal

Apabila pembesaran dirasa telah cukup dengan kristal yang kuat, maka selanjutnya adalah merapatkan inti kristal. Tujuannya adalah supaya jarak antara kristal yang satu dengan yang lain berdekatan sehingga kecepatan kristalisasi tidak berkurang.

d. Menurunkan masakan

Masakan yang sudah tua akan diturunkan kedalam palung pendingin. Fungsi palung pendingin adalah untuk mendinginkan masakan dan juga untuk kristalisasi lanjut. Pada dasarnya masakan boleh diakhiri dan diturunkan kedalampalung pendingin apabila :

– Brix masakan sudah tinggi, artinya masakan sudah tua. Dan perlu dimengerti bahwa tuanya masakan bukan hanya karena hampir habis airnya, tetapi masakan harus banyak mengandung pasir. Jika tidak banyak pasirnya maka sewaktu masakan tadi berada di dalam palung pendingin (trog), kemungkinan sangat besar akan rusak atau menjadi kotor. Akibatnya masakan lalu sukar diputar. Jika masakan sukar diputar, biasanya terpaksa diencerkan atau di cuci, sehingga strop yang diperoleh banyak, sedang gula pasirnya menjadi berkurang.

– Karena itu masakan sewaktu turun harus dalam keadaan tua karena banyak mengandung pasir keras. Tanda-tandanya adalah masakan harus poro, tidak terasa ngayiyat (tidak seperti berlendir tidak licin), kalau ditekan dengan jari terasa pasir. Untuk masakan D kecuali tanda-tanda tersebut, kalau dilemparkan ( ke dinding pan misalnya), tidak mudah menjadi gepeng dan keras.


WATER ACTIVITY DALAM PENGAWETAN PRODUK PANGAN

WATER ACTIVITY DALAM PENGAWETAN PRODUK PANGAN

posted by Widiantoko, R.K.

Pengaruh Aktivitas Air Dalam Bidang Pangan

Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Dalam suatu bahan pangan, air dikategorikan dalam 2 tipe yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas menunjukan sifat-sifat air dengan keaktifan penuh, sedangkan air terikat menunjukan air yang terikat erat dengan komponen bahan pangan lainnya. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sadangkan air dalam bentuk lainya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut di atas. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan pengertian Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalm proses-proses kerusakan bahan makanan (Slamet Sudarmadji, 2003).

Air terikat (bound water) merupakan interaksi air dengan solid atau bahan pangan. Ada beberapa definisi air terikat adalah sejumlah air yang berinteraksi secara kuat dengan solute yang bersifat hidrofilik.  Air terikat adalah air yang tidak dapat dibekukan lagi pada suhu lebih kecil atau sama dengan -40C. Air dalam bahan pangan terikat secara kuat pada sisi-sisi kimia komponen bahan pangan misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup karbonil dan amino dari protein dan sisi polar lain yang dapat memegang air dengan ikatan hidrogen (Anonim, 2011)

Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai aw pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air pangan dengan tekanan uap air murni. Jadi air murni mempunyai nilai aw sama dengan 1.

Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ). Aktivitas air(singkatan: aw) adalah sebuah angka yang menghitung intensitas air di dalam unsur-unsur bukan air atau benda padat. Secara sederhana, itu adalah ukuran dari status energi air dalam suatu sistem. Hal ini didefinisikan sebagai tekanan uap dari cairan yang dibagi dengan air murni pada suhu yang sama , karena itu, air suling murni memiliki aw tepat satu. Semakin tinggi suhu biasanya aw juga akan naik, kecuali untuk benda yang yang mengkristal seperti garam atau gula.

Air akan berpindah dari benda dengan aw tinggi ke benda dengan aw rendah. Sebagai contoh, jika madu (aw ≈ 0.6) ditempatkan di udara terbuka yang lembap (aw≈ 0.7), maka madu akan menyerap air dari udara.

Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.

Kebutuhan aw untuk pertumbuhan mikroba umumnya adalah sebagai berikut:

1. Bakteri pada umumnya membutuhkan aw sekitar 0,91 atau lebih untuk pertumbuhannya. Akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0,75

2. Kebanyakan kamir tumbuh pada aw sekitar 0,88, dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0,6

3. Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0,8.

Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di atas 0,95, oleh karena itu mikroba yang dominan tumbuh dan menyebabkan kebusukan. Terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti biji-bijian dan kacang-kacangan kering, tepung, dan buah-buahan kering pada umumnya lebih awet karena nilai aw-nya 0,60 – 0,85, yaitu cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroba. Pada bahan kering semacam ini mikroba perusak yang sering tumbuh terutama adalah kapang yang menyebabkan bulukan

Seperti telah dijelaskan di atas, konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, biasanya mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba. Makanan semacam ini dapat disimpan pada suhu kamar dalam waktu yang lama tanpa mengalami kerusakan (Anonim, 2010)

Pengaruh AW pada Mikroba Dalam Bidang Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor – faktor sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, kapang, khamir, aktivitas enzim – enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus, suhu termasuk oksigen, sinar dan waktu. Mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir penyebab kerusakan pangan yang dapat ditemukan dimana saja baik di tanah, air, udara, di atas bulu ternak dan di dalam usus.

Tumbuhnya bakteri, kapang dan khamir di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan  fermentasi gula sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan menyebabkan ketengikan atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk atau amoniak. Bakteri, kapang dan khamir senang akan keadaan yang hangat dan lembab. Sebagian besar bakteri mempunyai pertumbuhan antara 45 – 55oC dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhannya antara 20 – 45oC disebut golongan bakteri mesofilik, dan lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20oC disebut bakteri psikrofilik.

Umumnya bakteri membutuhkan air (Avalaible Water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi. Sebagian besar dari bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati 1,00. Ini berarti bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula dan garam yang rendah kecuali bakteri – bakteri yang memiliki toleransi terhadap konsentrasi gula dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3% – 4% dan garam 1 – 2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri.

Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahanpngan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar yaitu perubahan warna, pembentukan lapisan pada permukaan makanan cair atau padat, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau kekeruhan pada miniman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya (Anonim, 2010).

Prinsip Pengawetan Pangan dengan Pengendalian Aktivitas Air

Nilai Aw berperan penting dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan pangan, baik yang disebabkan oleh reaksi kimia, aktivitas enzim maupun pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = Aw). Aw pada bahan pangan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Sedangkan, pertumbuhan mikroba sangat erat kaitannya dengan keamanan pangan (food safety). Dengan kata lain, Aw sangat penting untuk kita perhitungkan, baik dalam pengolahan, penyimpanan, maupun distribusi bahan pangan. Beberapa jenis mikroba yang erat kaitannya dengan pangan serta nilai Aw minimum dimana mikroba tersebut dapat hidup .

Semakin tinggi nilai Aw (mendekati 1), semakin banyak mikroba yang dapat tumbuh. Terlihat pula bahwa jenis mikroba yang paling sakti (mampu hidup pada Aw cukup rendah) adalah kapang (mold), disusul oleh khamir (yeast) , dan terakhir bakteri yang memerlukan Aw relatif tinggi.

Cara untuk meningkatkan stabilitas dan keawetan pangan adalah dengan melakukan pengendalian Aw, yaitu dengan menurunkan nilai Aw pangan hingga berada di luar kisaran dari faktor penyebab kerusakan. Proses pengeringan, evaporasi, penambahan gula, penambahan bahan tampangan yang bersifat higroskopis atau penambahan garam adalah di antara cara untuk menurunkan nilai Aw. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan jumlah air yang terdapat dalam pangan dimana sebagian air dari pangan diuapkan. Penguapan air ini dapat menurunkan Aw pangan. Agar dapat menghambat pertumbuhan mikroba, maka pengeringan harus dilakukan sehingga Aw dari pangan yang dikeringkan berada di bawah kisaran pertumbuhan mikroba (Aw<0.60). Pada kondisi ini, pangan tidak mengandung lagi air bebas yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroba. Jika kandungan air bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Pertumbuhan bakteri patogen terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat dihambat jika Aw bahan pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika Aw bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang memiliki Aw < 0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika Aw produk >0.85 maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi toksin penyebab keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen. Perlu diperhatikan bahwa nilai Aw < 0.8 ditujukan pada keamanan produk dengan menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada kondisi ini, mikroba pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan kamir butuh kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat pertumbuhannya pada Aw < 0.9; kamir pada Aw < 0.8 dan kapang pada Aw < 0.7. Beberapa jenis kapang dapat tumbuh pada Aw sekitar 0.62. Karena itu, kapang sering dijumpai mengkontaminasi makanan kering seperti ikan kering dan asin yang tidak dikemas. Penghambatan mikroba secara total akan terjadi pada Aw bahan pangan < 0.6.

Hasil gambar untuk water activity

Pengeringan juga dapat menghambat reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi Maillard dan reaksi enzimatis. Sebagaimana proses pengeringan, proses evaporasi (pemekatan) pun dapat menghilangkan sebagian air, sehingga dapat menekan reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba. Cara lainnya untuk menurunkan Aw pangan adalah dengan menambahkan gula dan garam dengan konsentrasi tinggi. Gula bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai Aw, sehingga air tidak dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan garam NaCl dapat menurunkan Aw, karena garam dapat membentuk interaksi ionik dengan air, sehingga air akan terikat yang menurunkan jumlah air bebas dan Aw-nya. Penambahan gula dan garam yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan nilai Aw. Produk pangan yang mengandung gula tinggi (misal molases, sirup glukosa, permen, dan madu) atau yang bergaram tinggi (misal ikan asin) relatif awet. Cara lain untuk menurunkan nilai Aw adalah dengan menambahkan ingredien pangan yang bersifat higroskopis, misalnya gula polihidroksil alkohol. Sorbitol adalah salah satu gula alkohol yang sering ditambahkan pada pangan semi basah, misalnya dodol. Gugus fungsional polihidroksil dari sorbitol dapat mengikat air lebih banyak melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menurunkan Aw air dari bahan. Dengan demikian, walaupun dodol memiliki kadar air yang relatif tinggi, namun Aw-nya rendah (0,5-0,6) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Di samping dapat memperpanjang daya awet pangan, penurunan Aw dengan cara pengolahan di atas dapat menurunkan tingkat resiko keamanan pangan. Pangan dengan Aw dan pH tinggi (Aw>0,85 dan nilai pH>4,5) atau disebut dengan pangan berasam rendah (misalnya daging, susu, ikan, tahu, mie basah, dan sebagainya) merupakan kelompok pangan yang beresiko tinggi. Kelompok pangan ini mudah rusak oleh mikroba pembusuk dan sumber nutrisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen, terutama bakteri. Dengan menurunkan nilai Aw di bawah Aw optimum pertumbuhan mikroba, maka tingkat resikonya dapat diturunkan.

Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004). selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2010).

Menurut Labuza (1982), hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:

  1. Produk dikatakan pada selang aktivitas air sekitar 0.7-0.75 dan di atas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun.
  2. Pada selang aktivitas air sekitar 0.6-0.7 jamur dapat mulai tumbuh.
  3. Aktivitas air sekitar 0.35-0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya.
  4. Produk pasta yang terlalu kering selama pengeringan atau kehilngan air selama distribusi atau penyimpanan, akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis. Hal ini terjadi pada selang aktivitas air 0.4-0.5.

Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relative kesetimbangan (equilibrium relative humidity = ERH) dibagi dengan 100 (Labuza, 1980 diacu dalam Arpah, 2001).

Aktivitas air menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH lingkungannya.

Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = aw). Jika kandungan air bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Pertumbuhan bakteri patogen terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat dihambat jika aw bahan pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika aw bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang memiliki aw < 0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika aw produk >0.85 maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi toksin penyebab keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen. Perlu diperhatikan bahwa nilai aw < 0.8 ditujukan pada keamanan produk dengan menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada kondisi ini, mikroba pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan khamir butuh kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat pertumbuhannya pada aw < 0.9; kamir pada aw < 0.8 dan kapang pada aw < 0.7. Beberapa jenis kapang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.62. Karena itu, kapang sering dijumpai mengkontaminasi makanan kering seperti ikan kering dan asin yang tidak dikemas. Penghambatan mikroba secara total akan terjadi pada aw bahan pangan < 0.6.

Saat ini pengukuran aw sudah berkembang demikian pesatnya.  Kebutuhan industri pangan terhadap instrumen yang memiliki akurasi, presisi, dan kecepatan telah banyak dijawab oleh industri penyedia instrumentasi.  Dengan tersedianya peralatan yang memadai, industri pangan dapat dengan mudah melakukan pengontrolan aw produk yang dihasilkannya.

Keracunan makanan yang terjadi di masyarakat seringkali menelan korban jiwa. Kita perlu mewaspadai makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun yang dijual dan beredar di pasaran. Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tak aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan.

Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan. Infeksi dan Keracunan Menurut Volk (1989), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi makanan mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella. Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputiStaphylococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Kandungan air tersebut dinyatakan dengan istilah Aw (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Setiap mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri pada Aw 0,90; khamir Aw 0,80-0,90, serta kapang pada Aw 0,60-0,70. Lebih dari 90 persen terjadinya foodborne diseases pada manusia disebabkan kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tifus, disentri bakteri atau amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis. WHO mendefinisikan foodborne diseases sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.


GULA RAFINASI : GULANYA INDUSTRI PANGAN

GULA RAFINASI : GULANYA INDUSTRI PANGAN

Posted by Widiantoko, R.K

Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari keputihannya melalui standar ICUMSA( International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis). ICUMSA merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggota lebih dari 30 negara. Mengenai warna gula ICUMSA telah membuat rating atau grade kualitas warna gula. Sistem rating berdasarkan warna gula yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gula tersebut.

Metode pengujian warna gula dengan standar ICUMSA menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm dan 560 nm. Untuk mengukur warna gula menggunakan metode ICUMSA sebelumnya gula dilarutkan sampai sempurna kemudian dihilangkan turbidity nya dengan cara menambahkan kieselguhr kemudian disaring dengan saringan vakum menggunakan kertas saring Whatman 42. Kemudian filtrate diambil dan pH larutan diatur sampai pH 7 dengan cara menambahkan HCl atau NaOH. Kemudian mengukur brix larutan dengan refraktometer dan tentukan berat jenis larutan dengan tabel hubungan brix dengan berat jenis. Pengukuran warna ICUMSA dengan spektrofotometer panjang gelombang 420 nm, kemudian menetapkan transmittance pada 100 % dengan H2O menggunakan kuvet 1 cm (b). Bilas kuvet dengan larutan contoh, kemudian diisi kembali dan diukur transmittance (T) atau Absorbance (A)

Macam-macam Gula berdasarkan warna ICUMSA :
1. Gula Rafinasi (Refined Sugar)
Gula rafinasi memiliki ICUMSA 45 dengan kualitas yang paling bagus karena melalui proses pemurnian bertahap. Warna gula putih cerah. Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi industri makanan karena membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna putih.

Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjutdari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses Carbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi memiliki standar mutu khusus yaitu mutu 1 yang memiliki nilai ICUMSA < 45 dan mutu 2 yang memiliki nilai ICUMSA 46-806. Gula rafinasi inilah yang digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku. Peredaran gula rafinasi ini dilakukan secara khusus dimana distributor gula rafinasi ini tidak bisa sembarangan beroperasi namun harus mendapat persetujuan serta penunjukan dari pabrik gula rafinasi yang kemudian disahkan oleh Departemen Perindustrian. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi “rembesan” gula rafinasi ke rumah tangga.

2. Gula Extra Spesial (Extra Special Crystall Sugar)
Gula ektra spesial memiliki ICUMSA 100-150 Gula ini termasuk food grade digunakan untuk membuat bahan makanan seperti kue, minuman atau konsumsi langsung

3. Gula Kristal Putih
Gula kristal putih memiliki ICUMSA 200-300. Gula kristal putih merupakan gula yang dapat dikonsumsi langsung sebagai tambahan bahan makanan dan minuman. Berdasarkan standard SNI gula yang boleh
dikonsumsi langsung adalah gula dengan warna ICUMSA 300. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi gula dengan warna ICUMSA < 300.

Gula kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU. Departemen Perindustrian mengelompokkan gula kristal putih ini menjadi tiga bagian yaitu Gula kristal putih 1 (GKP 1) dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 (GKP 2)dengan nilai ICUMSA 250-350 dan Gula kristal putih 3 (GKP 3) dengan nilai ICUMSA 350-4507. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna dari gula tersebut serta rasanya pun yang semakin manis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan, yaitu dengan teknik sulfitasi.

Gula Kristal Rafinasi dan Gula Kristal Putih dapat dibedakan dari warna dan dari besar kecilnya butiran kristal. Hal tersebut dapat dibedakan bila kita sudah sering melihatnya, bila jarang maka akan terlihat sama. Bahkan dari ICUMSA grade rafinasi tiga (R3) adalah sama dengan gula kristal rafinasi, sehingga rafinasi hanya membuat dua grade saja yaitu R1 Dan R2, karena bila mereka membuat grade R3 sama dengan membunuh industri guka kristal putih di Indonesia. Pabrik Rafinasi pun sudah memiliki banyak keunggulan dari segi mesin karena lebih efisien (bukan “warisan” Belanda). untuk mendinginkan mesin mereka memakai air dari laut yang dialiri ke pabrik sehingga “menghemat” biaya untuk pendinginan mesin karena pabrik adalah “memasak” gula sehingga semua mesinnya panas. Sedangkan pabrik gula kristal putih belum menggunakan teknologi semacam itu.

4. Gula Kristal Mentah untuk konsumsi (brown sugar)
Brown sugar memiliki ICUMSA 600-800. Di luar negeri gula ini dapat dikonsumsi langsung biasanya sebagai tambahan untuk bubur, akan tetapi juga perlu diperhatikan mengenai kehigienisannya yaitu kandungan bakteri dan kontaminan.

5. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar)
Raw sugar memilik ICUMSA 1600-2000. Raw sugar digunakan sebagai bahan baku untuk gula rafinasi, dan juga beberapa proses lain seperti MSG biasanya mengunakan raw sugar.

Raw Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan baku dari tebu. Untuk mengasilkan raw sugar perlu dilakukan proses seperti berikut : Tebu à Giling àNira àPenguapan à Kristal Merah (raw sugar). Raw Sugar ini memiliki nilai ICUMSA sekitar 600 – 1200 IU5. Gula tipe ini adalah produksi gula “setengah jadi” dari pabrik-pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan yang biasanya jenis gula inilah yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi.

6. Gula Mentah ( Very Raw Sugar )
Gula mentah memiliki ICUMSA 4600 max. Gula mentah khusus digunakan sebagai bahan baku gula rafinasi dan tidak boleh dikonsumsi secara langsung.

Proses Pengolahan Gula Rafinasi

Cara Pembuatan Gula Rafinasi
Pengolahan kristal gula mentah (raw sugar) menjadi gula rafinasi cukup rumit. Pengolahan meliputi berbagai macam tahapan, dimana masing-masing dapat mencakup beberapa unit operasional pemisahan. Efisiensi operasional dari tiap tahapan pengolahan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tahapan sebelumnya. Adapun tahapan pemurnian gula kristal mentah (raw sugar) mejadi gula kristal rafinasi meliputi  tahap afinasi, klarifikasi, filtrasi, dekolorisasi, evaporasi dan kristalisasi, sentrifugasi, pengeringan dan pendinginan (Baikow, 1978)

1. Tahap Afinasi
Menurut Baikow (1978), tahap permulaan pengolahan raw sugar adalah proses afinasi yaitu penghilangan lapisan molasses yang melapisi kristal gula. Raw sugar dicampurkan dengan syrup bersuhu 700 C dengan kemurnian sedikit lebih tinggi sehingga tidak melarutkan kristal. Pencucian raw sugar dengan kelebihan penggunaan syrup dapat menurunkan efisiensi dari afinasi. Hal ini dikarenakan volume magma yang diputar bertambah sedangkan kapasitas mesin tetap.

Tujuan afinasi adalah mencuci kristal raw sugar agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warnanya semakin cerah atau nilai ICUMSA lebih kecil. Pencucian dilakukan dalam mesin sentrifugal yaitu setelah raw sugar dicampur dengan sirup menjadi magma. Penurunan intensitas warna yang dicapai pada stasiun ini berkisar 30-50 %. Gula kristal mentah yang telah dicuci dilebur dengan mencampur dengan air atau sweet water menghasilkan leburan (liquor) dengan brix sekitar 65 ( Anonim, 2009)

2. Tahap Klarifikasi
Pengoperasian unit ini bertujuan untuk membuang semaksimal mungkin pengotor non sugar yang ada dalam leburan (melt liquor). Ada dua pilihan teknologi yaitu fosflotasi dan karbonatasi, keduanya banyak
dipakai, fosflotasi pada umumnya digunakan di pabrik rafinasi di negara Amerika Latin dan beberapa di Asia sedangkan selebihnya menggunakan teknologi karbonatasi, termasuk pabrik rafinasi di Indonesia.

a. Teknologi Fosflatasi
Pada proses ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang akan membentuk gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini berlangsung di reaktor. Penambahan flokulan (anion) sebelum tangki
aerator dilakukan untuk membantu pembentukan gumpalan sekunder yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan primer yang terikat oleh rantai molekul flokulan. Pembentukan gumpalan sekunder dapat
menyerap berbagai pengotor : zat warna, zat anorganik, partikel yang melayang dan lain-lain. Untuk memisahkan gumpalan tersebut oleh karena dalam media liquor yang kental (brix: 65-70) maka gumpalan
tidak diendapkan melainkan diambangkan. Proses pengambangan berlangsung dengan bantuan partikel udara yang dibangkitkan dalam aerator, proses pengambangan terjadi pada clarifier. Pada clarifier ini
juga pemisahan gumpalan yang mengambang (scum) terjadi, yaitu dengan sekrap yang berputar pada permukaan clarifier dan menyingkirkan scum ke kanal yang dipasang pada sekeliling clarifier.

b. Teknologi Karbonatasi
Pada proses karbonatasi leburan dibubuhi kapur {Ca(OH)2} kemudian dialiri gas CO2 dalam bejana karbonatasi, sehingga terbentuk endapan kalsium karbonat yang akan menyerap pengotor termasuk zat warna. Sumber gas CO2 berasal dari gas cerobong ketel yang sudah dimurnikan melalui scrubber. Proses karbonatasi dilakukan dua tahap, pertama dilakukan pembubuhan kapur sebanyak 0,5% brix bersamaan dengan pengaliran CO2 ekivalen dengan jumlah kapur yang ditambahkan. Kedua pada karbonator akhir
menyempurnakan reaksi dengan aliran CO2 sampai pH turun di sekitar 8,3. Selanjutnya liquor ditapis pada penapis bertekanan (leaf filter) menghasilkan filter liquor dan mud ( Anonim, 2009)

Proses karbonatasi adalah salah satu metode pemurnian yang dapat memisahkan kotoran berupa koloida yang terdapat pada leburan gula. Proses tersebut juga dapat menyerap atau menghilangkan warna yang
mempunyai berat molekul yang tinggi yang berasal dari raw sugar. Dengan pencampuran susu kapur dan gas karbondioksida yang ditambahkan pada raw liquor sehingga terbentuk gumpalan yang mengikat
sebagian bukan gula (Baikow, 1978)

Suhu turut berperan penting dalam proses karbonatasi. Hal ini dikarenakan suhu dapat menyebabkan terbentuknya warna dan mempengaruhi proses filtrasi pada carbonated liquor. Priono (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu maka penghilangan warna akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena selama penghilangan warna tersebut, terjadi pula pembentukan warna.

3. Tahap Filtrasi
Pemisahan campuran antara cairan dengan zat padat tidak terlarut melalui media penapis (filter) yang meloloskan cairan namun menahan zat padatnya pada permukaan penapis (filter) disebut filtrasi. Menurut Priono (2003), penggunaan rotary leaf filter dalam proses filtrasi di pabrik gula memiliki keuntungan, yaitu filter cake yang dihasilkan memiliki ukuran yang sama yang disebabkan oleh bingkai-ningkai filter yang ikut berputar.

4. Tahap Dekolorisasi
Penghilangan warna merupakan titik kritis dalam produksi gula rafinasi. Penghilangan warna dilakukan dengan pertukaran ion. Pertukaran ion adalah suatu proses perempelan ion-ion bebas pada sekelompok ion
tidak bebas yang berada pada polaritas yang berbeda. Ion yang menempel digantikan oleh ion lain yang berasal dari kelompok ion tidak bebas.(Baikow, 1978)

Pada stasiun dekolorisasi pada prinsipnya ada dua teknologi yang lazim digunakan yaitu karbon aktif dan penukar ion, masing-masing dengan keunggulan dan kelemahannya. Kedua teknologi tersebut dapat
menurunkan warna sekitar 75-85 %, pemilihan teknologi harus disesuaikan dengan kondisi lokal.
Untuk menghilangkan zat warna dapat dilakukan dengan cara yaitu

a. Dengan granul karbon aktif.
Kandungan karbon aktif sekitar 60 % dan dicampur dengan 5% MgO untuk mencegah turunnya pH. Karbon aktif ini dapat digunakan selama 3-6 minggu tergantung dari kualitas dan jumlah bahan yang masuk. Kemampuan karbon aktif dalam mereduksi zat warna sangat tinggi, namun bahan ini tidak mampu menghilangkan zat anorganik yang terlarut.

b. Resin penukar ion (Ion- Exchange Resin)
Bahan ini mudah diregenerasi dan dalam penggunaannya mempunyai kapasitas lebih besar dibandingakan dengan karbon aktif maupun bone char, Selain itu penggunaan air juga lebih efisien. Ada dua jenis resin yang digunakan dalam refinery yaitu :Resin anion yang berfungsi mereduksi warna dan resin kation untuk menghilangkan senyawaan anorganik ( Anonim, 2009)

5. Tahap Evaporasi
Evaporasi bertujuan menurunkan kadar air dan meningkatkan brix. Semakin kecil kandungan air bahan maka brix bahan akan semakin tinggi. Peningkatan brix bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses kristalisasi yang terjadi dalam vacuum pan (Baikow, 1978)

6. Tahap kristalisasi
Menurut de Man (1997), proses kristalisasi bertujuan untuk merubah molekul-molekul sukrosa dalam fine liquor menjadi kristal gula dengan kehilangan minimum dan proses sesingkat mungkin. Makin murni larutan gula makin mudah gula mengkristal. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal sukrosa adalah kelewatjenuhan larutan, suhu, kecepatan nisbi kristal dan larutan, sifat permukaan kristal. Kristalisasi dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan penguapan liquor pada suhu sekitar 70-80 C sampai mencapai supersaturasi tertentu. Pada kondisi tersebut dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga inti kristal akan tumbuh mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa menumbuhkan kristal baru. Campuran kristal sukrosa dengan liquor disebut masakan ( Anonim, 2009)

7. Tahap Sentrifugasi
Kristal gula dengan molasses dipisahkan menggunakan centrifugal. Prinsip kerja centrifugal ini menggunakan gaya sentrifugasi, dimana kristal yang terdapat dalam basket putaran akan terlempar dan akan tertahan disaringan, sedang larutannya akan lolos melalui saringan (Chen Chou, 1993)
Pemisahan kristal dilakukan dengan cara memutar masakan dalam mesin sentrifugal menghasilkan kristal (gula A) dan sirop A. Selanjutnya sirop A dimasak seperti yang dilakukan sebelumnya menghasilkan gula B
dan sirop B. Demikian seterusnya secara berjenjang menghasilkan gula A, B dan C yang masuk dalam katagori gula rafinasi ( Anonim, 2009).

8. Tahap Pengeringan dan Pendinginan
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air yang tersisa pada gula sampai dengan kadar 0,05%. Setelah proses pengeringan diperlukan pendinginan dikarenakan gula yang keluar suhunya masih
relatif tinggi. Apabila langsung dikemas mengakibatkan gula menjadi rusak (Baikow, 1978)

Menurut Winarno (1993), penurunan kadar air pada gula sampai dengan batas tertentu dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi di setiap tempat dari bahan tersebut dan uap air yang diambil
berasal dari semua permukaan bahan keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan antara lain :

a. Luas Permukaan Bahan
Apabila bahan yang dikeringkan kecil atau tipis maka pengeringan berlangsung lebih cepat. Karena partikel-partikel yang kecil atau lapisan yang kecil akan mempercepat perpindahan panas menuju pusat bahan dan mempermudah perpindahan air.

b. Suhu Pengeringan
Perbedaan suhu yang tinggi antara medium pemanas dan bahan akan mempercepat perpidahan panas ke dalam bahan sehingga terjadi driving force perpindahan uap air.

c. Kelembaban
Relatif humidity juga menentukan besarnya penurunan kadar air dari produk pangan yang dikeringkan.

d. Waktu Pengeringan
Semua metode pengeringan menggunakan panas sedangkan unsur-unsur dalam bahan pangan sensitif terhadap panas maka perlu menentukan batas waktu maksimum pengeringan untuk mempertahankan kualitas bahan

Istilah-Istilah dalam Kualitas Pengujian Gula

Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini terdapat analisa gula, baik dari nira sampai menjadi gula kristal. Tebu yang bersih terdiri dari air (73 – 76 %),  zat padat terlarut (10 – 16 %), sabut (11 – 16 %). Setelah tebu dicacah dan diperah di gilingan menghasilkan nira dan ampas. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat, yaitu zat padat terlarut  dan air. Zat padat yang terlarut ini terdiri dari dua zat lagi yaitu gula dan bukan gula.

Zat padat terlatut atau biasa disebut dengan brix mengandung gula, pati, garam-garam dan zat organik. Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula reduksi) yang terdapat dalam nira.

– DERAJAT  BRIX
brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur.

Pengukuran brix dengan Piknometer
Piknometer adalah suatu alat untuk menentukan berat jenis benda. Alat ini terbuat dari gelas berbentuk seperti botol kecil, dilengkapi dengan tutup dengan lubang kapiler. Alat ini mempunyai volume tertentu dan dibuat sedemikian sehingga pada tyang sama selalu terukur volume yang sama.

Dengan menggunakan piknometer yang berisi air kemudian setelah itu piknometer diisi larutan gula, dan setelah dikoreksi dengan temperature maka dapat dihitung berat jenis larutan tersebut. Dari tabel berat jenis brix didapat brix yang belum dikoreksi. Kemudian dengan melihat tabel koreksi temperature dapat dihitung brix terkoreksi.

Penentuan brix dengan Hydrometer (Timbangan brix)
Alat ini paling umum pemakaiannya di pabrik, karena pemakaiannya mudah dan cepat. Terbuat dari bahan gelas, berbentuk silindris yang bagian bawahnya berbentuk bola. Pada bagian atas meruncing dan pada bagian ini terdapat skala yang menunjukkan derajat brix.

Prinsip kerjanya adalah bahwa gaya keatas yang dialami oleh suatu benda yang dicelupkan dalam cairan tergantung dari berat jenis cairan. Jadi semakin kecil berat jenis maka hidrometer semakin tenggelam. Kemudian brix akan ditunjukkan pada skala yang persis berada di permukaan cairan tersebut.

Pengukuran brix dengan Indeks Bias
Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut. Alat untuk mengukur brix dengan indeks bias dinamanakan Refraktometer. Dengan menggunakan alat ini contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak.

-DERAJAT POL
Derajat pol atau pol adalah jumlah gula (dalam gram) yang ada dalam setiap 100 gram larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara langsung. Jadi menurut pengertian ini jika pol nira = 15, berarti dalam 100 gram larutan nira terdapat gula 15 gram. Selebihnya 85 gram adalah air dan zat terlarut bukan gula.

Sebenarnya pengertian ini kurang tepat jika yang dimaksud gula adalah Saccharosa. Sebab didalam pengukuran pol ada pengaruh dari senyawa gula selain saccharosa yang menimbulkan perbedaan pengukuran. Jadi jelasnya pol tidak sama dengan saccharosa.

Rotasi Jenis (Spesific Rotation)
Suatu zat yang memiliki sifat aktif optik dapat memutar bidang polarisasi, yang besar kecilnya tergantung pada konsentrasi larutan. Disamping itu juga tergantung pada ketebalan larutan yang dilewati sinar, temperatur dan panjang gelombang (?) dari sinar.  Jika dihubungkan dan dinyatakan dalam rumus :

P = sudut putar
?
 = rotasi jenis
c = konsentrasi (gram/100 ml)
l  = panjang tabung (dm)

Jadi rotasi jenis adalah sudut putar yang disebabkan oleh larutan dengan konsentrasi 1 gram/100 ml dan panjang tabung 1 dm.

Seperti diketahui bahwa saccharosa adalah senyawa karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C12H22O11 yang pada kondisi tertentu (keadaan asam dan temperatur tinggi) mengalami hidrolisa menjadi senyawa glukosa dan fruktosa. Reaksinya :

H2O
C12H22O11 
             —————–>>            C6H12O6       +      C6H12O6
Saccharosa            
                                             glukosa                 fruktosa

Saccharosa dan glukosa mempunyai rotasi jenis yang positif sedangkan fruktosa rotasi jenisnya negatif.

Cara Penentuan Pol
Dalam penentuan pol dipakai skala sugar scale. Sugar scale ditentukan berdasarkan berat normal, yaitu bahwa 1000 skala polarimeter diperoleh dari pengukuran larutan sukrosa murni dengan konsentrasi 26 gram per 100 cm3, pada 200 C dengan panjang tabung 2 dm. Untuk menentukan pol suatu larutan diperlukan brix tak dikoreksi dan pembacaan polarimeter. Dengan melihat tabel Schmitz akan diperoleh pol yang sebenarnya.

Contoh :

Brix nira tak dikoreksi          15.3

Pembacaan pol                    47.5

Dari tabel Scmitz akan diperoleh pol  12.82

Tabel Scmitz diperoleh dari rumus :

Pembacaan pol diukur menggunakan alat yang dinamakan Polarimeter atau Saccharomat. Polarimeter terdiri dari polarisator dan analisator. Secara sederhana skema polarimeter adalah sebagai berikut :

Sinar dari sumber cahaya S lewat celah B, kemudian lewat polarisator P. Disini sinar terpolarisasi dan oleh contoh larutan gula C, sinar tersebut bidang polarisasinya diputar. Analisator A dapat diputar pada sumbunya untuk bisa mengukur sudut putar larutan gula tersebut. Intensitas cahaya yang keluar dengan analisator diamati di E.

Dua polarisator yang diletakkan sejajar dengan bidang optiknya kemudian dilewati sinar, maka sinar tersebut akan diteruskan dengan intensitas maksimum. Tapi bila polarisator yang kedua diputar, intensitas berkurang, jika diputar terus akan sampai pada keadaan dimana sinar yang diteruskan minimum intensitasnya. Pada posisi ini bidang optik dari kedua polarisator saling tegak lurus.

Jika pada posisi pertama (bidang optik sejajar) diantara kedua polarisator diletakkan larutan gula, maka intensitas sinar yang sebelumnya maksimum menjadi berkurang, karena terjadi pemutaran bidang polarisasi oleh larutan gula. Posisi intensitas maksimum dapat diperoleh lagi dengan memutar-mutar polarisator kedua. Dengan demikian dapat dilihat berapa besar sudut putar yang disebabkan oleh larutan gula tersebut.

-HASIL BAGI KEMURNIAN (HK)
HK merupakan ukuran dari kemurnian nira, semakin murni secara relatif semakin banyak mengandung gula. Seperti telah dikatakan bahwa nira mengandung zat padat yang terlarut, zat ini terdiri dari gula dan bukan gula. Perbandingan berat kedua zat itu yang dinamakan hasil bagi kemurnian kalau dinyatakan dalam pol dan brix.

Jadi semakin besar jumlah gula, atau semakin sedikit brix HK semakin tinggi dan sebaliknya semakin besar brix HK semakin kecil.

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas & Ketahanan Gula

Ketahanan gula selama proses penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain karena pengaruh kondisi gudang penyimpanan, kemasan yang digunakan juga dari kualitas gula kristal yang diproduksi pabrik gula. Penggumpalan (caking ) selama proses penyimpanan merupakan suatu kondisi spontan dimana terjadi perbedaan kelembaban antara kristal gula dengan lingkungannya (Chitpraset dkk, 2006, Billings, 2005, Roge dan Mahlouti, 2003). Penurunan kualitas gula selama proses penyimpanan di gudang dipengaruhi oleh :

  1. Ukuran partikel kristal yang kecil dan tidak rata. tidak ada kristal konglomerat karena dapat menimbulkan rongga-rongga yang terisi lapisan molases sehingga berpotensi menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme. Kristal gula yang dihasilkan pada proses kristalisasi besarnya tidak seragam. Proses kristalisasi sendiri berlangsung di pan masak, dimana terjadi proses pembesaran kristal. Setelah beberapa waktu kristal dan syrup dialirkan ke palung pendingin untuk proses kristalisasi lanjut. Pada akhirnya kristal dan sirup dipisahkan dengan centrifuge hingga dihasilkan berbagai macam ukuran kristal gula. Ada kristal dengan ukuran besar, lembut, kasar, agglomerates dan kristal konglomerat. Selanjutnya berbagai macam kristal ini di screening sehingga diperoleh ukuran kristal yang hampir seragam. Parameter yang digunakan dalam distribusi ukuran kristal adalah median mesh size (MA) dan coefficient of variation (CV), Bostock, 2010 dan Bennar, 2009. Nilai dari MA tergantung dari standar dan permintaan konsumen, Untuk Indonesia berdasarkan SNI.3140.3 : 2010,  angka besar jenis butir sebesar 0.8 – 1.2 mm. Nilai dari MA dan CV digunakan sebagai nilai input bagi perancangan alat pengering (sugar dryer). Secara umum nilai MA > 0.55 mm dan CV 28 % serta kadar air < 1 % digunakan sebagai parameter input perancangan sugar dryer. Dengan nilai ideal tersebut diharapkan proses pengeringan gula kristal dapat berjalan normal sehingga target nilai kadar air gula produk dapat tercapai.    Chitpraset dkk, 2006,  dalam penelitiannya terhadap penggumpalan raw sugar menyatakan bahwa ukuran kristal dan relative humidity (RH) dari lingkungan berpengaruh terhadap kerusakan (penggumpalan) selama proses penyimpanan. Kristal dengan ukuran > 0,425 mm dengan RH kurang dari 67,89 % pada suhu penyimpanan 30 0C merupakan kondisi yang ideal untuk mengurangi kerusakan.
  2. Kadar kotoran yang tinggi, contohnya kandungan gula reduksi yang tinggi yang berperan dalam sifat higroskopis gula kristal.
  3. Jumlah zat tak terlarut seperti partikel bagasilo dan kotoran lain yang menempel pada permukaan kristal gula. Zat tak larut dapat membawa air dan tempat tumbuhnya mikroorganisme.
  4. Kadar air gula kristal yang tinggi pada saat di packing. air yang terdapat dalam lapisan tetes pada permukaan kristal menyebabkan tekanan osmosa tinggi pada tetes dimana kondisi ini dapat menghambat propagasi mikroorganisme penyebab kerusakan gula.  Kualitas gula kristal yang diproduksi oleh suatu pabrik gula harus memenuhi kriteria sesuai dengan standar nasional indonesia (SNI). Salah satu parameter utama kualitas gula kristal adalah kadar air, dimana menurut SNI 3140.3 : 2010 mengenai gula kristal putih, kadar air gula kristal putih < 0,1 %. Pada proses produksi gula di pabrik gula di Indonesia, kebanyakan gula produk dikemas dalam bentuk karung @ 50 kg. Kemasan dalam karung ini kemudian disimpan dalam gudang dengan ditumpuk sampai tiba waktunya untuk di distribusikan ke konsumen. Kadar air berpengaruh terhadap kualitas gula setelah diproduksi. Kadar air yang tinggi (> 0,1 %) bisa menyebabkan gula menggumpal ataupun mikroba dapat tumbuh subur dalam kemasan gula. Gula yang berkualitas secara fisik terlihat kering dengan kristal yang kuat dan seragam. Faktor yang mempengaruhi kadar air dari gula kristal adalah pada saat proses pengeringan, pengepakan dan penyimpanan atau sugar handling. Gula kristal dipisahkan dari sirupnya menggunakan centrifuge, dimana pada setelah proses pemisahan kondisi gula masih basah dengan kadar air 0,3 – 1 %, Bartels, dkk, 2003 . Air yang terdapat dalam kristal gula dibagi menjadi 3 bagian, yaitu air yang melekat di permukaan kristal gula (surface water), air yang terdapat dalam kristal (inclusion water) dan total air yang terdapat dalam kristal, Bostock, 2009. Air yang melekat pada permukaan akan menguap pada saat proses pengeringan. Sedangkan air yang terdapat dalam kristal tidak akan langsung menguap pada proses pengeringan. Air ini akan merembes keluar selama proses penyimpanan bergantung pada kondisi gudang, temperatur dan kelembaban dari gudang penyimpanan. Selama proses penyimpanan dalam gudang gula dapat mengalami kerusakan karena mikroba. Faktor terbesar yang mempengaruhi tumbuhnya mikroba adalah banyaknya kadar non gula dan air pada lapisan film pada permukaan kristal gula. Untuk mengukur kondisi gula selama penyimpanan digunakan rumus safety factor. Angka safety factor < 0,250 dipakai sebagai acuan untuk menunjukkan kondisi dan kualitas gula selama proses penyimpanan bagus.
  5. Kelembaban atmosfer (relative humidityi) yang tinggi.

 

Reference:
Anonim, 2009. Gula Rafinasi dan Proses pembuatannya.http://www.risvank.com/ 

Baikow, V. E. 1978. Manufacture and Refining of Raw Cane Sugar. 2nd Edition.England

Winarno, F.G. 1993. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta

Chen, J. C.P. C. C. Chou. 1993. Cane Sugar Handbook. Jonh Wiley & Son Inc. Amerika


Cara Membuat Cincau Hijau (Secara Literasi maupun Aktual)

Cara Membuat Cincau Hijau (Secara Literasi maupun Aktual)

Posted By Widiantoko, R.K

Resep Cincau Hijau Agar Kenyal Alami Sederhana Buatan Sendiri Ala Rumahan Spesial Asli Enak. Cincau hijau secara alami tradisional terbuat dari tumbuhan cincau hijau (C. barbata Myers.) tanaman merambat, daun berwarna hijau pucat dengan rambut di atas permukaannya. Selain sebagai penghasil cincau, ekstrak tumbuhan ini mengandung zat anti-protozoa, tetrandine, suatu alkaloid, khususnya terhadap penyebab malaria Plasmodium falciparum.

Jpeg

Jpeg

Menurut Situs Wikipedia. Cincau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) adalah gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air.

Kata “cincau” sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa di Asia Tenggara. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan (Mesona spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini.

Cincau hijau alami paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau hijau atau es campur). Kalau di Denpasar, Bali namanya es daluman. Dilaporkan juga cincau memiliki efek penyejuk serta peluruh.

Proses pembuatan cincau hijau diawali dengan perendaman, yang biasanya dilakukan setelah daun diremas-remas atau dihancurkan. Ada juga yang menyertakan perebusan terlebih dahulu. Pemberian soda kue dapat dilakukan sebagai pengawet. Warna cincau bermacam-macam, berkisar dari hijau hingga hijau pekat, bahkan hitam, namun disertai dengan kesan tembus pandang (transparan). Konsistensinya juga berbeda-beda. Warna dan konsistensi cincau berbeda-beda karena tumbuhan yang dipakai berbeda-beda.

Macam – macam jenis tumbuhan penghasil cincau

  1. Tumbuhan dari genus Mesona, terutama M. procumbens, M. chinensis yang banyak diproduksi di Tiongkok bagian selatan serta Indocina, atau M. palustris (dikenal dengan nama lokal Janggelan) yang banyak digunakan di Indonesia, menghasilkan cincau hitam.
  2. Cylea barbata Myers atau cincau hijau, menghasilkan cincau berwarna hijau dan agak lebih padat konsistensinya.
  3. Melasthoma polyanthum atau cincau perdu.

“Buah” (secara botani bukan buah, tetapi syconia) Ficus pumila (fikus rambat) di Tiongkok juga digunakan sebagai bahan jenis cincau lain yang disebut “pai-liang-fen” dan diperdagangkan sebagai grass jelly (sama seperti cincau) atau ai-yu jelly. Berikut resepi cincau hijau kenyal mudah dan praktis lengkap dengan cara bikin sendiri di rumah ala rumahan (Homemade) secara tradisional. Sedangkan untuk artikel pembahasan mengenai cara membuat cincau hitam dan cincau sintetis kw akan dibahas pada tutorial selanjutnya.

RESEP CINCAU HIJAU

BAHAN :

  • 60 lembar daun cincau tua
  • 400 ml air matang

CARA MEMBUAT CINCAU HIJAU :

  1. Daun cincau hijau diberi air sedikit lalu remas-remas.
  2. Setelah itu beri air lagi sedikit remas lagi lakukan sampai air habis lalu saring.
  3. Setelah itu diamkan dikulkas 15-20 menit.
  4. Sajikan dengan santan dan gula merah atau sesuai selera.

Jpeg

Jpeg

Jpeg

TIPS & TRICKS :

  • Ada yang bilang tips supaya cincau cepat kenyal bisa ditambah jeruk nipis sedikit waktu meremas daun cincau hijau, langsung diatas kain putih untuk menyaring sari daun. Agar supaya cepat kenyal dan hasilnya halus lembut serta cincau hijau agar tidak bau daun. Kalau daunnya 60 lembar cukup 1 butir kecil kali hanya untuk mempercepat proses kekenyalan saja kalau terlalu kebanyakan nanti rasa cincau bisa terasa asam.
  • Selain dengan cara tradisional daun cincau hijau di remas-remas manual ada juga cara membuat cincau hijau dengan blender lebih modern.

Gagal Membuat Cincau dari Daun Cincau ?

Sering kali kita gagal dalam pembuatan cincau hijau baik itu tidak jadi agar-agar ataupun terlalu langu. Berikut penjelasan sekaligus solusi dari masalah tersebut.

  • Tidak Mengental
    Hal ini dikarenakan air yang digunakan terlalu banyak atau daun yang terlalu sedikit.. Sebenarnya tidak ada takaran yang pas karena tiap daun itu beda kandungannya.Agar sukses kita harus memastikan air sari cincau yang diremas sudah terlihat kental. Makin kental maka makin kenyal gel yang dihasilkan sedangkan kalau terlalu encer, tidak akan jadi.
  • Terlalu Langu
    Terkadang ada tanaman cincau yang baunya sangat langu. Untuk mengakalinya, kita harus mengangin-anginkan daun beberapa jam agar terlihat layu. Penyebab bau ini adalah getah batang, buang semua tulang daun sebelum diremas-remas. Mudah-mudahkan hasilnya tidak langu.

KHASIAT CINCAU HIJAU DAN TRIKNYA

Menurut Wikipedia, di Indonesia dikenal tiga jenis tanaman yang bisa diolah daunnya menjadi cincau. Platostoma palustre (Mesona palustris), atau biasa dikenal dengan nama Chinese mesonaatau cincau hitam (black jelly), merupakan spesies tanaman yang termasuk ke dalam keluarga mint. Tampilannya menyerupai tanaman mint dengan tinggi tanaman sekitar 15 hingga 100 cm, memiliki batang dan daun berbulu. Tanaman ini biasanya dikenal dengan nama xiancao dalam bahasa China Mandarin. Di negara maju,  daun-daun cincau hitam diolah menjadi serbuk instan yang mirip dengan bubuk jelly atau agar-agar sehingga praktis kala akan digunakan.

Jenis tanaman cincau lainnya adalah Melastoma polyanthum atau lebih dikenal dengan nama Cincau perdu. Nah dedaunan cincau yang saya pergunakan pada resep kali ini termasuk dalam golongan ini. Tanaman cincau ini memiliki ketinggian sekitar 2 hingga 4 meter, batangnya cukup kekar berkayu dan memiliki daun-daun lebar yang semakin tua akan semakin menebal. Jika batang telah cukup tua maka di ruas-ruasnya akan muncul akar gantung yang bergelayutan membuat tanaman ini sangat mudah diperbanyak dengan stek. Karena perdu maka cincau jenis ini hidup menahun, selama air dan matahari cukup maka tanaman akan semakin membesar dan kuat.

Jenis cincau ketiga adalah Cyclea barbata, lebih dikenal dengan nama Cincau hijau rambat ataugreen grass jelly. Tanaman ini mungkin umum dikenal di masyarakat kita karena dulu saya pernah melihatnya tumbuh subur di pekarangan seorang sahabat di Paron. Cincau hijau memiliki bentuk daun seperti hati mirip dengan daun sirih, bedanya jika daun sirih terlihat mengkilap permukaannya maka daun cincau hijau terlihat kusam. Batangnya kecil merambat dan terlihat ringkih menopang dedaunan lebat nan rimbun.

Masyarakat kita telah lama mengenal dan mengkonsumsi cincau, entah itu jenis cincau hitam atau hijau. Secara tradisional, cincau apapun jenis spesiesnya memiliki banyak khasiat, dan yang paling sering kita dengar adalah kemampuannya untuk menurunkan panas di dalam tubuh, menghilangkan demam, mencegah sembelit dan menurunkan tekanan darah tinggi. Menurut Wikipedia, karena tingginya kandungan estrogen di dalam akar Mesona maka minuman cincau menjadi populer di kalangan wanita Vietnam karena dipercaya mampu meningkatkan kesuburan. Bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan maka cincau yang memiliki serat tinggi, bebas lemak, dan minim kalori ini bisa menjadi santapan yang tepat, tentu saja dengan catatan cincau tidak dicampur dengan gula, santan dan bahan-bahan lainnya ketika dikonsumsi. Dalam 330 gram cincau hitam tanpa tambahan bahan lainnya, terkandung 184 kalori.

Beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa daun cincau hijau mengandung senyawa dimetil kurin-1 dimetoidida, zat ini bermanfaat untuk mengendurkan otot. Senyawa lainnyaisokandodendrin dipercaya mampu mencegah sel tumor ganas. Cincau juga mengandung senyawa alkaloid bisbenzilsokuinolin dan s-tetandrin yang berkhasiat mencegah kanker pada ginjal, antiradang dan menurunkan tekanan  darah tinggi. Cincau hijau juga dipastikan mengandung klorofil, banyak literatur yang menyebutkan bahwa zat hijau daun ini mampu berfungsi sebagai antioksidan, antiperadangan dan antikanker.

Melihat manfaatnya yang sangat banyak maka tak heran membuat kita bersemangat untuk mengkonsumsinya. Nah jika anda bermaksud untuk mulai memasukkan makanan ini ke dalam listmakanan harian maka saran saya buatlah cincau sendiri dari daun-daun cincau segar yang asli tanpa ada tambahan bahan apapun, membuatnya sendiri tentu saja lebih higienis dan menggunakan air matang yang jelas. Berhati-hatilah jika anda membeli cincau di luaran, karena dicurigai banyak cincau yang dijual telah di campur dengan bahan-bahan berbahaya seperti boraks (untuk membuatnya kenyal dan tahan lama), bahan pengawet lain, serta pewarna sintetis yang tidak jelas sumbernya. Alih-alih tubuh sehat yang kita dapatkan, justru aneka penyakit mulai menjangkiti jika bahan-bahan berbahaya ini dikonsumsi dalam jumlah besar dan waktu yang lama.

Supermarket All Fresh setahu saya selalu menyediakan cincau hijau dalam kemasan gelas plastik bersama sebungkus kecil air gula, cincaunya saya jamin asli karena memiliki masa expired yang pendek. Dalam dua atau tiga hari cincau menjadi berubah warna dan mengeluarkan air yang banyak jika disimpan di chiller kulkas. Sayangnya harganya sangat mahal dan cukup membuat kantung menjerit, walau demi kesehatan terkadang segala sesuatu tidak bisa diukur dengan uang.

Proses pembuatan cincau sebenarnya sangat mudah. Apabila anda atau tetangga sebelah yang baik hati, memiliki pohon cincau (baik perdu atau rambat), maka ada baiknya untuk mulai dicoba. Jika menggunakaan daun cincau perdu (pengalaman saya terbatas hanya jenis cincau yang ini), maka gunakan daun yang lebar dan cukup tua namun jangan terlalu tua karena rasa cincau akan sedikit getir (yang dalam kasus saya bukan masalah besar ^_^). Daun terasa masih lemas ketika disentuh, permukaannya tampak mengkilap, dengan warna yang hijau gelap. Cuci bersih dedaunan ini, biasanya untuk 1 mangkuk cincau (sekali santap), saya menggunakan 15 – 20 lembar daun cincau yang saya hancurkan bersama sekitar 500 ml air matang. Daun perlu diremas sekitar 5 menit hingga hancur dan air mengental menjadi seperti jelly. Jangan terlalu lama diremas hingga jelly mengeras karena akan menyulitkan anda untuk menyaringnya. Jadi jika jelly mulai terbentuk dan serat-serat daun berubah menjadi berwarna hijau keputihan segera hentikan kegiatan ini dan saring cincau menggunakan saringan kawat.

Biasanya cincau alami membutuhkan waktu agak lama untuk mengeras, sekitar 3 s/d 4 jam dan tidak terlalu padat/kenyal selayaknya cincau di pasaran. Heni menyarankan untuk menambahkan air rendaman abu gosok, sekitar beberapa sendok makan ke dalam jelly. Air rendaman abu yang memiliki pH alkali memang bisa membuat tekstur cincau menjadi kenyal dan keras. Cara ini tidak saya lakukan karena tekstur cincau bukanlah hal penting yang utama, namun khasiat dan kandungannya lah yang ingin saya dapatkan.

“Repot amat! Kenapa tidak diblender saja”? Mungkin begitu komentar yang akan muncul. Well bisa dicoba, namun masalah terbesar adalah jelly yang terbentuk  sulit disaring sehingga serat daun cincau perdu yang kasar akan tetap berada di sana. Akibatnya, cincau harus dikonsumsi bersama ampasnya. Tidak masalah jika ‘super fiber’ cincau yang menjadi tujuan, namun rasa dan aromanya menjadi super strong, yang akan membuat anda enggan untuk menyantapnya. Hm, Ibu saya sudah membuktikannya. Jadi remaslah daun-daun itu dengan jemari tangan, dan hanya membutuhkan waktu lima menit saja. ^_^

Next question, “Saya biasanya mengkonsumi cincau yang dibeli di pedagang. Bagaimana membedakan cincau yang berkualitas baik dengan yang tidak”? Cincau alami, tanpa campuran bahan kimia apapun akan berbau seperti daun, ini wajar karena kandungan klorofilnya yang tinggi. Cincau ketika disentuh dan dipegang tidak akan menimbulkan bekas warna apapun di tangan, dan biasanya hanya tahan 1 hari saja di suhu ruang atau 2 atau 3 hari di chiller, selebihnya cincau akan mengeluarkan air sangat banyak dan berubah warnanya. Sedangkan cincau tidak alami biasanya memiliki tekstur sangat keras, padat, kenyal dan memiliki aroma harum seperti pandan. Masa simpan lebih lama dan tidak mudah mencair. Jika terkena tangan maka warnanya akan meninggalkan bekas karena mengandung pewarna.  Jadi waspadalah ketika membeli es cincau di pasaran.

Saya rasa ulasan diatas cukup untuk membahas mengenai cincau, dan jika anda bertanya“Apakah saya bisa membeli bibitnya? Dimana saya bisa mendapatkan bibit cincau hijau? Apakah Mbak menjual bibit”? Dan pertanyaan-pertanyaan seputar itu, maka saya jawab, “Saya tidak menjualnya, anda mungkin harus mengeceknya ke penjual bibit. Atau buka mata lebar-lebar di sekitar lingkungan rumah, mungkin pohon cincau tanpa disadari telah bertahun-tahun ada disana.” Berikut resep homemade cincau hijau yang super mudah.

Homemade Cincau Hijau
Resep dari Heni
Untuk 3 – 4 porsi
Bahan:
– 25 lembar daun cincau hijau yang telah cukup tua
– 700- 800 ml air matang
– 2 sendok makan air bening rendaman abu (saya tidak pakai)
Kuah (optional):
– 500 ml santan encer
– 150 – 200 gram gula pasir
– 2 ruas jari jahe bakar, memarkan
– 2 lembar daun pandan, disimpulkan
Cara membuat:

Siapkan daun cincau perdu, pilih daun yang telah cukup dewasa namun jangan terlalu tua. Tandanya daun tampak lebar, gelap kehijauan, tidak terlalu kaku, dan permukaannya tampak mengkilap. Untuk 1 liter air, anda memerlukan sekitar 30 – 40 lembar daun cincau. Cuci daun hingga bersih dan keringkan dengan tissue atau serbet.

Siapkan mangkuk besar, masukkan daun cincau yang telah dicuci, tuangkan semua air yang digunakan. Remas-remas daun cincau dengan jemari tangan hingga daun hancur. Teruskan meremas hingga air terasa kental, pekat dan berat.

Ketika jelly mulai terbentuk, segera saring ekstrak cincau di sebuah loyang. Jangan terlalu lama meremasnya hingga jelly mengeras dan susah untuk disaring. Diamkan jelly hingga cincau mengeras di suhu ruang, sekitar 3 – 4 jam. Anda juga bisa memasukkan jelly ke dalam gelas-gelas cup yang memiliki tutup dan simpan di chiller. Cincau hanya tahan 2 hari lamanya di chiller. 

Membuat kuah

Masukkan semua bahan kuah ke dalam panci, rebus dengan api sedang sambil terus diaduk-aduk agar santan tidak pecah dan kuah mendidih. Angkat dan dinginkan. Sajikan cincau dingin bersama kucuran kuah santan dan es batu. Yummy!

Mengenal Tanaman Cincau Hijau Rambat

Cincau rambat (Cyclea barbata), sesuai dengan namanya merupakan tanaman berbatang lunak yang merambat dengan cara membelit. Batangnya berwarna hijau tua. Panjang batang bisa mencapai 4-5 m, untuk mencapai lokasi yang mendapat sinar matahari. Daunnya berbentuk jantung agak bulat, berwarna hijau tua dan dipenuhi bulu halus. Panjang dan lebar daun sekitar 10 cm. Ujung daun meruncing. Cincau rambat selalu berumah dua. Yakni bunga jantan dan betina berada pada dua tanaman yang berlainan. Bunga jantan maupun betina berupa dompolan pada malai kecil yang tumbuh menggantung dari bekas ketiak daun (ruas batang). Buahnya berupa beri yang juga membentuk dompolan dengan butiran lonjong ukuran 0,5 cm. Ketika muda, buah berwarna hijau dan menjadi putih kecokelatan ketika masak. Di dalam buah ini ada biji berwarna hitam yang bisa disemai.

Cincau rambat membentuk rimpang (umbi) di dalam tanah. Panjang umbi bisa sampai 50 cm. dengan diameter 2-3 cm. Warna kulit umbi cokelat cerah dengan bagian dalam keputihan. Dengan adanya umbi ini, tanaman cincau yang pada musim kemarau mengering seluruhnya, pada awal musim penghujan akan menumbuhkan tanaman baru. Hemm, ini yang menyebabkan dulu saya  bingung, tanamannya udah saya bedol (baca: cabut) habis, kok masih numbuh juga? Itu jawabannya.

Manfaat Cincau Hijau

Menurut penelitian, cincau hijau memiliki khasiat mengendalikan penyakit darah tinggi. Zat-zat yang terkandung dalam cincau hijau dapat manfaatkan sebagai bahan pembuat obat-obatan, di samping digunakan sebagai minuman penyegar.

Tanaman yang bernama latin Cyclea barbata dan termasuk dalam suku sirawan-sirawanan (Menispermaceae) ini daunnya telah diteliti mengandung karbohidrat, polifenol, saponin, flavonoida dan lemak. Kalsium, fosfor, vitamin A dan B juga ditemukan dalam daun cincau hijau.

Penelitian khasiat cincau untuk mengobati penyakit tekanan darah tinggi pernah dilakukan di tahun 1966 oleh Prof. Dr. Sardjito, Dr. Rajiman dan Dr. Bambang Suwitho dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada penelitian itu pasien diberi daun cincau segar sebanyak 5 gram yang digerus dengan 150 cc air matang kemudian diperas. Air perasan itu diberikan kepada pasien untuk diminum dua kali sehari.

Uji coba itu dilakukan kepada pasien tekanan darah tinggi dengan usia di atas 40 tahun. Hasilnya pasien mengalami penurunan tekanan darah secara signifikan. Seorang pasien usia 70 tahun dan tekanan darahnya mencapai 215mm/120mm mengalami penurunan tekanan darah menjadi 160mm/100mm dalam satu bulan setelah mengkonsumsi cincau. Keluhan pusing, sering lelah dan jalan sempoyongan hilang dan berat badan turun.

Selain itu kandungan serat di dalam cincau juga tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan terhadap cincau mengungkapkan terdapat 6,23 gram per 100 gram kandungan serat kasar dalam gel cincau.

Ini berarti bila cincau dikonsumsi bersama dengan buah dan sayur mayur sehari-hari bisa memadai untuk memenuhi kebutuhan serat harian sebesar 30 gram sehingga bisa membantu memerangi penyakit degeneratif seperti jantung koroner. Sementara itu kalori yang terkandung di dalamnya adalah 122 kalori dan protein sebesar 6 gram.

Manfaat Lain Cincau Hijau : 

Panas Perut, Tekanan Darah Tinggi

Sediakan 20 helai daun cincau hijau lalu dicuci bersih. Remas-remas lalu beri 1 gelas air minum dingin lalu saring dengan kain. Tambahkan jeruk nipis sesuai selera. Biarkan di tempat dingin sampai menjadi agar-agar. Taruh di dalam gelas dan beri madu, atau sirup atau gula aren cair yang sudah dimasak dengan pandan lali diminum.

Disentri

Buat ramuan seperti telah disebutkan pada nomor satu. Minum selama seminggu berturut-turut. 

Sariawan

Lakukan dengan ramuan seperti yang telah disebutkan pada nomor satu selama 5 – 7 hari berturut-turut. 

 Bisul

Sediakan daun cincau hijau secukupnya. Cuci bersih kemudian dilumatkan dan ditempelkan ke bagian yang bernanah. Ini berkhasiat untuk mengeluarkan nanahnya. 

Demam

Ambil rimpang tanaman cincau, cuci bersih kemudian diiris halus. Rebus dengan air secukupnya. Minum ramuan tersebut setelah matang. Bisa juga rimpang tersebut diseduh dengan air panas secukupnya kemudian diminum.

Budidaya Cincau Hijau

Setelah kita ketahui bahwa cincau ini mempunyai rimpang (umbi) maka cara pembudidayaannya cukup mudah yaitu: rimpang cincau rambat diambil dari pohonnya kemudian dipotong-potong sepanjang 2 cm, kemudian ditanam dalam tanah, maka dalam waktu antara 2-3 bulan, potongan rimpang akan menghasilkan individu tanaman baru. Cincau rambat bisa ditanam dengan dirambatkan pada tanaman lain. Misalnya lamtoro atau gamal. Bisa pula dibuatkan para-para dan pagar sebagai rambatan. Arah pagar sebaiknya dari utara ke selatan agar distribusi sinar matahari bisa merata. Dari satu individu tanaman, daunnya bisa dipanen sebulan sekali. Mudah kan??

Peluang Usaha Cincau Hijau

Secara sederhana proses pembuatan yaitu dengan meremas-remas daun cincau hijau, sambil sedikit demi sedikit diberi air. Air hasil remasan ini disaring dan ditampung dalam wadah. Ampas dibuang dan air remasan daun yang berwarna hijau gelap itu didiamkan dalam wadah sekitar 1-2 jam sampai menggumpal membentuk agar-agar. Sambil menunggu mengerasnya cincau, kita bisa menyiapkan santan dengan gula merah. Caranya dibuat santan kental yang kemudian direbus bersamaan dengan gula merah. Karena kualitas gula merah yang dijual di pasaran sangat jelek, sebaiknya gula merah itu diiris halus kemudian direbus terlebih dahulu dengan air biasa. Setelah seluruh gula larut, air gula itu disaring untuk membuang kotoran yang terikut dalam gula merah. Baru kemudian cairan gula itu disatukan dengan santan untuk direbus ulang. Cincau hijau yang telah mengeras bisa langsung disendok sedikit demi sedikit, dicampur santan bergula dengan es dan langsung bisa dinikmati.

Setelah kita mengetahui cara pembuatan cincau hijau yang sangat mudah mari kita bahas hal yang lebih penting, yaitu peluang usaha cinjau hijau. Apakah cincau ini bisa dijadikan usaha?? Hemm, bisa!!! Mari kita simak:

Banyak orang yang mengatakan bahwa cincau rambat aroma (rasa) cincaunya lebih lezat dan harum dibanding cincau perdu (tumbuhan perdu, daunnya halus dan licin) dan cincau hitam. Tapi kok, kita jarang menemukan cincau rambat dipasaran ya?? Jabawannya adalah karena produktivitas cincau perdu dan cincau hitam lebih tinggi dibanding cincau rambat. Itulah sebabnya tukang cincau selalu mengandalkan bahan dari tanaman cincau perdu dan cincau hitam, dan juga cincau rambat lebih banyak dibudidayakan secara terbatas untuk dikonsumsi di rumahtangga, terutama sebagai bahan obat tradisional. Budidaya cincau rambat juga masih sangat terbatas ini disebabkan oleh konsumen cincau rambat yang juga terbatas, tidak seluas konsumen cincau hijau dan cincau hitam. Namun demikian, cincau rambat masih memiliki peluang usaha yang cukup besar. Mari kita simak pembahasan selanjutnya.

Setelah kita mengetahui masalah yang dihadapi oleh seseorang yang mau usaha cincau rambat ini, maka saya akan mencoba memecahkan masalah tesebut dan menjadikan seseorang yang mau bisnis cincau rambat ini tidak ragu-ragu dalam melangkah.

Solusi yang ditawarkan adalah:

  1. Memaksimalkan jumlah produksi tanaman cincau rambat, sehingga “tukang cincau” tidak hanya mengandalkan cincau perlu dan cincau hitam, melainkan cincau rambat juga.
  2. Keterbatasan pemasaran cincau rambat dikarenakan konsumen cincau rambat ini masih terbatas, hal ini dikarenakan jumlah produk produsksinya yang terbatas, juga masyarakat lebih mudah menemukan cincau perdu dan cincau hitam dipasaran dibandingkan dengan cincau hijau, sehingga perlu pemasaran yang efektif guna memasarkan cincau rambat ini.
  3. Perlu diingat, bahwa cincau rambat ini lebih disukai konsumen daripada cincau perdu dan cincau hitam, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar.

Setelah semua hal tersebut tercapai, Insya Alloh usaha cincau rambat ini akan berjalan dengan baik, sehingga kita akan menemukan peluang pasar yang lebih besar. Amien

Tingkatkan Kewaspadaan Cincau Berbahaya

Cincau tentunya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat Indonesia, selain menyegarkan minuman yang satu ini juga memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, orang-orang pun berusaha untuk dapat berjualan dengan modal yang minim tetapi dapat meraup untung yang berkali-kali lipat “dengan cara apapun”, dan dengan potensi otak kreatif manusia minuman ini pun menjadi korban kontaminasi zat-zat berbahaya.

  • Cincau Semen

Tahap pertama pembuatan cincau adalah dengan melelehkan gula merah, kemudian ditambahkanlah pemanis buatan yang tak ada takarannya. Lalu daun cincau yang telah dipetik dimasak untuk selanjutnya diperas menjadi sari pati cincau.

Hal itu memang merupakan tahap pembuatan cincau, namun yang mengerikan adalah air untuk membuat cincau bukan merupakan air matang melainkan air mentah. Belum lagi pembuatan cincau yang dilakukan di kamar mandi umum yang sudah pasti tingkat kebersihannya diragukan. Dan tahapan akhir pembuatan cincau tadi adalah menambahkan bahan penghalus tembok perumahan ke dalam cincau tersebut.

Tidaklah dibenarkan menambah bahan itu ke dalam cincau. Efek jangka panjang yang ditimbulkan dari cincau hijau semen seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja karena sangat membahayakan dan perlahan bisa menggerogoti tubuh manusia.

Peran pemerintah daerah dalam mengawasi makanan yang beredar di tengah masyarakat memang perlu ditingkatkan, tetapi kesadaran pribadi untuk selektif memilih makanan yang akan dikonsumsi lebih melindungi diri dari ancaman makanan atau minuman berbahaya

  • Cincau Dengan Bedak Keong

Tahukah anda Es Cincau yang anda konsumsi mungkin es cincau yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa pedagang es cincau menggunakan bahan dasar bedak keong/bedak muka. Bahaya penggunaan bedak keong/bedak muka dapat menimbulkan penyakit ekoli.

Bukan hanya menggnakan bedak keong pedagang cincau pun menggunakan pewarna pakaian/pewarna textil (rodamin B) yang dapat mengakibatkan penyakit kanker. Pewarna tekstil ini mempunyai ciri unsur warna yang kuat, warna yang memikat, harga yang murah dibandingkan dengan pewarna makanan.

Ciri khas cincau hitam yang asli alami adalah teksturnya lebih kenyal dibanding cincau bedak yang bertekstur padat. Cincau asli tidak akan berair jika didiamkan hingga esok hari begitu juga sebaliknya. Sedangkan cincau hijau asli adalah cincau yang masih memiliki bau daun dan bentuknya lembek dan jika didiamkan lama maka akan menjadi cairan kembali.

  • Cincau Campur Boraks

Petugas razia gabungan dari Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) menemukan sebuah gudang pembuatan cincau hitam di pasar tradisional Jombang, Ciputat,  karena mengandung boraks dan terdapat banyak belatung.

Dari dalam gudang berukuran 3 X 4 meter, petugas menemukan 20 kaleng besar cincau hitam mengandung boraks siap jual dengan berat sekitar 1,6 ton. Ia menjelaskan, temuan petugas berawal saat petugas menggelar operasi mendadak (Sidak) di pasar Jombang guna mengawasi peredaran bahan makanan mengandung zat berbahaya.

 “Cincau hitam yang kita dapatkan diduga kuat mengandung boraks. Permukaan cincau berwarna keputihan dan saat disentuh dengan tangan sangat kenyal,” terang Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Tangsel, Muhammad.

Berikut beberapa cirri fisik Cincau berbahan alami dengan proses yg benar dan Cincau dengan campuran bahan kimia :

  1.  Cincau alami: Berbau daun. Cincau Bedak: Baunya berbau pandan.
  2. Cincaualami: Teksturnya kurang padat (lebih lembek). Cincau Bedak: Teksturnya lebih padat (lebih kenyal).
  3. Cincau alami: Pada suhu ruangan tidak tahan lama (mudah berair). Cincau Bedak: Pada suhu ruangan lebih tahan lama (tdk mudah berair).

Oleh karena itu sebaiknya anda harus berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi Cincau yg mestinya bermanfaat untuk kita.

Karakteristik dan Cara Pembuatan Gel Cincau Hijau dalam Kemasan Yang Aman dan Awet (Secara Literasi IPB)

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya.

Gel cincau hijau merupakan hasil peremasan daun cincau hijau yang dicampur dengan sejumlah air sebagai pelarutnya dan cairan yang didapatkan akan mengental dengan sendirinya. Gel cincau hijau dapat terbentuk pada suhu kamar, yaitu antara 25-30oC dan berwarna hijau karena mengandung klorofil dan bersifat tidak tembus cahaya (opaque) (Sunanto 1995). Fenomena pembentukan gel dari hidrokoloid cincau hijau terjadi dengan mekanisme gelasi. Gelasi merupakan fenomena penggabungan atau pembentukan ikatan silang rantai polisakarida sehingga membentuk jejaring tiga dimensi yang kontinu yang mampu memobilisasi dan memerangkap cairan sehingga menghasilkan formasi semi padat (Glicksman 1989).

Senyawa pembentuk gel yang terdapat dalam cincau hijau memiliki nilai pH 5.55 (Untoro 1985). Komponen pembentuk gel dari ekstrak cincau dan fraksinya terutama terdiri dari hidrokoloid polisakarida pektin yang bermetoksi rendah (Artha 2001). Pektin metoksi rendah secara fisik terikat melalui kation logam, terutama kation divalen (Nurdin et al. 2005). Pektin berasal dari pemecahan protopektin kompleks dalam jaringan tanaman yang mengandung berbagai gula netral, termasuk ramnosa, galaktosa, arabinosa dan gula lain dalam jumlah yang lebih kecil (May 2000). Pektin sebagian besar terdapat pada lamela tengah dinding sel tanaman (Wang et al. 2002). Gel ini mudah mengalami sineresis terutama jika disimpan pada suhu kamar. Gel yang terbentuk bersifat irreversible dan tekturnya tidak sekeras agar-agar (Astuti 1985).

Beberapa hal mempengaruhi daya tahan pecah gel adalah kadar daun cincau hijau, temperatur air pengekstrak, pH air pengekstrak, dan perendaman gel dalam air kapur (Ananta 2000). Semakin tinggi kadar daun cincau hijau, daya tahan gel meningkat. Tingginya suhu air (medium) membuat pembentukan gel menjadi lambat dan daya tahan pecah menurun. Gel tidak akan terbentuk pada temperatur 80ºC atau lebih. Rendahnya pH medium, waktu pembentukan gel menjadi lambat dengan daya tahan gel yang tinggi. Perendaman gel dalam air kapur membuat gel menjadi keras, tetapi rapuh, mudah pecah, dan murunkan daya tahan pecah gel.

Cara pembuatan gel cincau hijau yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara Pramitasari (2012) terhadap 14 penjual gel cincau hijau adalah sebagai berikut: daun cincau hijau yang masih segar dicuci sampai bersih, kemudian diberi air dingin (suhu kamar) secukupnya. Setelah itu, daun cincau diremas terus-menerus sampai diperoleh air perasan yang kental. Selanjutnya larutan yang diperoleh disaring dan hasil penyaringan ini didiamkan selama ± 1 jam sampai terbentuk gel. Gel cincau hijau kemudian disimpan pada suhu kamar, yaitu antara suhu 25–30 °C di dalam wadah yang akan digunakan pada saat penjualan. Setiap tahapan cara pembuatan gel cincau hijau yang dilakukan memiliki tujuan masing-masing. Pencucian daun cincau hijau segar bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada daun, sehingga tidak mengontaminasi produk yang dihasilkan. Peremasan daun cincau dalam air dingin (suhu kamar) bertujuan untuk memudahkan peremasan daun cincau hijau. Peremasan daun cincau hijau tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau blender. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan larutan kental dengan ampas daun, karena yang diperlukan untuk membuat gel cincau hijau hanya larutannya saja (Pramitasari 2012).

Gel cincau hijau dibuat dari bahan baku daun tanaman cincau segar dengan usia 1-3 hari setelah dipanen. Daun yang tidak langsung diproses harus disimpan pada suhu refrigerator, yaitu 5-10oC, untuk mengurangi laju kerusakan daun yang berdampak pada warna produk yang dihasilkan. Daun cincau dipilih dan dipisahkan dari tangkainya kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Daun diblansir selama 2-3 menit pada suhu 70-80 oC. Perbandingan antara daun dan air (AMDK) yang digunakan adalah 1:15 sesuai dengan konsentrasi terbaik yang dilaporkan oleh Wyanto (2000). Ekstrak cincau hijau dibuat berdasarkan cara yang dilakukan Prakoso (2013). Sebanyak 100 gram daun cincau yang telah bersih diremas-remas secara perlahan di dalam 1500 ml AMDK. Hasil ekstraksi disaring dengan dua lapis kain saring sambil diperas. Larutan karagenan dan NaHCO3 disiapkan terpisah. Sebanyak 2,00 gram karagenan dilarutkan sedikit demi sedikit untuk setiap 100 ml ekstrak cincau hijau. Setelah karagenan larut, ditambahkan 0,125 gram NaHCO3 untuk setiap 100 ml ekstrak cincau hijau dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya, campuran ekstrak cincau hijau, karagenan, dan NaHCO3 dimasukkan ke dalam cup poliester dan dilakukan proses sealing dengan plastik PE (polietilen) polos dengan tebal 0,02 mm sebelum membentuk gel. Proses gelling dilakukan dengan mendiamkan ekstrak cincau hijau selama 2,5 jam pada suhu ruang. Setelah struktur gel terbentuk,  dipasteurisasi pada suhu 95oC selama 22 menit untuk cincau pasteurisasi. Produk didinginkan pada suhu ruang dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 5-10oC dan mampu bertahan paling lama 12 hari
cincau maker

Pembuatan gel cincau hijau yang didapatkan dari studi literatur juga hampir sama dengan yang didapatkan pada saat wawancara yang dilakukan Pramitasari (2012). Perbedaan cara pembuatan gel cincau hijau yang didapatkan dari hasil wawancara dengan studi literatur terletak pada waktu yang dibutuhkan larutan kental daun cincau sampai dengan terbentuknya gel. Berdasarkan hasil wawancara, waktu yang dibutuhkan sampai dengan terbentuk gel adalah ± 1 jam, sedangkan berdasarkan studi literatur dibutuhkan waktu ± 5 jam sampai terbentuk gel. Perbedaan waktu yang dibutuhkan sampai dengan terbentuk gel mungkin disebabkan penggunaan bahan tambahan pada saat pembuatan, seperti larutan abu kayu.

Berdasarkan penelitian Pramitasari (2012), sebagian besar penjual dari 14 penjual tidak
menerapkan beberapa persyaratan sanitasi dan higiene baik dari segi penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian, sarana penjaja, serta sentra pedagang. Persyaratan yang tidak diterapkan antara lain tidak memakai celemek dan tutup kepala, tidak mencuci tangan setiap kali akan menangani makanan, air bersih yang digunakan untuk mencuci berasal dari air keran dan air yang disimpan dalam ember, lap yang digunakan tidak diketahui bersih atau tidak, peralatan disimpan ditempat terbuka dan tidak terlindung, sarana penjaja tidak memiliki tempat untuk air bersih, penyimpanan peralatan, tempat cuci, tempat sampah dan tidak  terlindung dari debu dan pencemaran, serta lokasi penjualan yang dekat dari sumber pencemaran.

Penurunan sifat fungsional (klorofil, fenol, dan antioksidan) yang terkecil terjadi pada produk cincau yang dipasteurisasi pada suhu 95°C selama 22 menit. Berdasarkan hal tersebut, perlakuan pasteurisasi 95°C dipilih untuk diaplikasikan pada produk gel cincau hijau yang mempertahankan karakter fisik dan fungsional. Pasteurisasi dengan suhu 95°C dapat mengefisiensikan waktu karena lama pasteurisasinya tercepat, yaitu 22 menit.

Perlakuan pemanasan (pasteurisasi) tidak meningkatkan tingkat sineresis sehingga dalam penyimpanannya dapat menjadi lebih lama. Selama pemasakan produk, karagenan terhidrasi dan membantu protein dalam pembentukan jaringan gel. Karagenan juga mengikat air di dalam gel dan mencegah hilangnya air selama pemasakan. Karagenan tidak hanya memperkuat jaringan gel tetapi juga meminimalisasi sineresis (Hoefler 2004). Selain itu, penambahan ion natrium ke dalam gel karagenan akan meningkatkan water holding capacity (WHC). Ion-ion monovalen terikat menjadi heliks ganda dan menetralisasi sebagian ikatan-ikatan sulfit sehingga menurunkan sineresis pada gel (Montero dan Pèrez-Mateos (2002).

Cincau yang disimpan terlalu lama pada suhu ruang akan mengalami sineresis. Sineresis adalah kerusakan utama pada pembentukan cincau, yaitu pengerutan produk yang diikuti dengan hilangnya cairan. Pengerutan dan hilangnya cairan pada produk akan mengurangi bobot cincau, sehingga akan menurunkan mutu cincau (Supriyadi 1991). Peningkatan sineresis meningkat seiring lamanya penyimpanan yang disebabkan pembentukan helix dan pembentukan agregat yang terus terjadi sehingga ikatan gel mengkerut dan membebaskan air bebas yang lebih banyak.

Salah satu teknik pascapanen untuk mempertahankan mutu adalah penyimpanan pada suhu rendah (Rina dan Asiani 1992). Beberapa faktor biologis yang dapat dihambat pada penyimpanan suhu rendah yaitu respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Penyimpanan produk bertujuan untuk memperpanjang kualitas (Pantastico 1993).

Sineresis dapat dipengaruhi oleh nilai pH dan polisakarida pembentuk gel cincau (Ningtyas et al. 2011). Nilai pH gel cincau setelah pasteurisasi terjadi sedikit penurunan. Penurunan pH yang besar tidak diharapkan. Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Penurunan pH akan menyebabkan hidrolisis polimer karagenan yang  mengakibatkan turunnya viskositas dan kemampuan pembentukan gel (Glicksman 1983). Semakin rendah pH cincau akan semakin keras. Nilai pH yang terlalu rendah akan menimbulkan sineresis, yaitu air dalam gel cincau akan keluar, sedangkan pH yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan cincau pecah (Winarno 2008). Selain itu, kehilangan air pada cincau disebabkan terjadinya hidrolisis polisakarida pembentuk gel cincau. Hidrolisis menyebabkan depolimerisasi, akibatnya panjang polimer polisakarida pembentuk cincau semakin pendek yang dapat menurunkan kemampuan membentuk gel cincau dan kemampuan memerangkap air. Kehilangan air dari produk sering diasosiasikan dengan kehilangan mutu, karena adanya perubahan visual seperti pelayuan, pengkerutan dan dapat terjadi perubahan tekstur (Karni 2011).  Meminimalisasi terjadinya sineresis, gel cincau dapat disimpan pada suhu rendah dan lebih baik. Penyimpanan pada suhu rendah hanya mengurangi atau memperlambat sineresis yang terjadi (Ningtyas 2011).

Untuk proses yang dipasteurisasi terjadi peningkatan kapasitas antioksidan seiring tingginya suhu pasteurisasi. Pemanasan menginisiasi degradasi parsial dari rantai polisakarida membentuk oligosakarida dan gula sederhana (Rehman et al. 2003) dan meningkatkan kapasitas antioksidan karena molekul dengan bobot trendah dan tingginya kandungan sulfat memiliki aktivitas antioksidan terbaik (Sun et al. 2009). Molekul yang lebih kecil berikatan lebih efisien untuk membentuk ikatan dengan sel dan mendonasikan proton lebih efektif dibandingkan molekul yang lebih besar (Ngo et al. 2011 ). Daun cincau hijau mengandung flavonoid, saponin, polifenol dan alkaloid (Zakaria dan Prangdimurti 2000) yang masuk ke dalam gugus fenolik dan merupakan sumber antioksidan gel cincau hijau. Gugus fenolik umumnya bersifat polar yang langsung diproses pada enzim fase II sehingga kandungan pada kandungan enzim fase I tidak berpengaruh. Beberapa fenolik merupakan komponen bioaktif, seperti flavonoid yang akan dimetabolisme oleh enzim-enzim fase I dan II. Fenol merupakan zat antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid. Flavonoid adalah senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat menghambat reaksi oksidasi (Ebadi 2002). Flavonoid merupakan antioksidan yang potensial untuk mencegah pembentukan radikal bebas dan bersifat anti bakteri dan anti viral (Heranani 2004).

Serat pangan merupakan kelompok polisakarida dan lignin yang terdapat di dalam makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia. Berdasarkan kelarutannya, serat pangan dibedakan menjadi dua jenis, yakni serat pangan yang larut dalam air (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat pangan yang tidak larut dalam air (insoluble dietary fiber atau IDF) (Muchtadi et al. 2006). Serat pangan berperan dalam pencegahan timbulnya berbagai macam penyakit. SDF dapat mencegah timbulnya penyakit jantung koroner dan diabetes, sedangkan IDF dapat mencegah penyakit konstipasi, divertikulosis, ambeien, usus buntu, nyeri lambung, kanker usus, dan obesitas. Serat larut seperti pektin dan gum juga dapat menurunkan kadar kolesterol plasma secara nyata (Muchtadi et al. 2006). Gel cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) tersusun atas pektin bermetoksi rendah yang juga tergolong ke dalam serat pangan yang larut dalam air (SDF). Pektin yang terdapat pada gel cincau hijau terdiri dari asam D-galaturonat dengan sisi rantai dalam bentuk galaktosa. SDF seperti pektin dan gum dapat menurunkan kadar kolesterol plasma secara signifikan (Shinnik et al. 1990).


JENIS BAHAN PENGAWET DAN FUNGSINYA DALAM PENGOLAHAN PANGAN

JENIS BAHAN PENGAWET DAN FUNGSINYA DALAM PENGOLAHAN PANGAN

Bahan pengawet terdiri dari bahan pengawet organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan produk makanan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut senyawa anti mikroba (Winarno, 1989). Bahan pengawet anorganik diantaranya adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Bahan pengawet organik meliputi asam asetat, asam propionat, asam benzoat, asam sorbat dan senyawa epoksida.

Bahan pengawet anorganik seperti sulfit, selain digunakan sebagai pengawet sering pula digunakan untuk mencegah reaksi browning pada bahan pangan. Nitrit dan nitrat biasanya digunakan untuk mengawetkan daging olahan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan menghasilkan warna produk yang menarik.

Bahan pengawet organik seperti asam sorbat, merupakan asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh (α- diena). Bentuk yang biasa digunakan umumnya dalam bentuk garamnya seperti Na-sorbat dan K-sorbat. Pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH diatas 6,5 dan keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH.

Asam propionat (CH3CH2COOH) merupakan asam yang memiliki tiga atom karbon yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisme asam propionat ini seperti asam lemak biasa. Penggunaan propionat biasanya dalam bentuk garam Na-propionat dan Ca-propionat. Bentuk efektifnya dalam bentuk yang tidak terdisosiasi, pengawet ini efektif terhadap kapang dan khamir pada pH diatas 5.

Asam asetat merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang, contohnya pertumbuhan kapang pada roti. Asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhan khamir. Asam asetat sebesar 4% kita kenal sebagai cuka dan aktivitasnya akan lebih besar pada pH rendah.

Epoksida merupakan senyawa kimia yang bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Contoh senyawa epoksida adalah etilen oksida dan propilen oksida. Bahan pengawet ini digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif dari propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain membentuk campuran 10% etilen oksida dan 90% CO2.

Bahan pengawet yang sering digunakan adalah Na-benzoat dengan rumus kimia C6H5COONa. Bahan pengawet ini sangat luas penggunaanya dan sering digunakan dalam bahan makanan berasam rendah untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir pada konsentrasi yang rendah yaitu dibawah 0,1 %. Benzoat juga telah banyak digunakan dalam pembuatan jam, jelly, margarin, minuman berkarbonasi, salad buah, acar, sari buah dan lain lain. Menurut Winarno (1989), aktifitas antimikroba dari benzoat akan mencapai maksimum pada pH 2,5-4,5 dengan bentuk asam tidak berdisosiasi. Apabila dilihat dari tingkat kelarutannya maka benzoat dalam bentuk garamnya yaitu Na-benzoat memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi pada air dan etanol sehingga pada penelitian ini digunakan bentuk Na-benzoat. Na-benzoat berbentuk kristal putih, tanpa bau. Perlu di ketahui bahwa penambahan Na-benzoat dapat mempengaruhi rasa produk, sebab Na-benzoat memiliki rasa astringent. Seringkali dengan penambahan Na-benzoat dapat menimbulkan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Apabila penambahan Na-benzoat melebihi 0,1 % maka sering kali menimbulkan rasa pedas dan terbakar.

Winarno (1989) menyatakan bahwa efektivitas dari Na-benzoat akan meningkat apabila ada penambahan senyawa belerang (SO2) atau senyawa sulfit (SO3) dan gas karbon (CO2). Efektivitas dari Na-benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba meliputi jenis bakteri seperti Lactobacillus, Listeria, Kapang seperti Candida, Saccharomyces dan Khamir jenis Aspergillus, Rhyzopus dan Cladosphorium.

Legalitas dari penggunaan Na-benzoat digolongkan kedalam Generally Recognized As Safe (GRAS). Hal ini menunjukan bahwa penggunaanya memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan dan manusia. Hewan dan manusia memiliki mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien, sebab jika dikonsumsi 60-95 % dari senyawa ini akan dapat dikeluarkan oleh tubuh. Hingga saat ini benzoat dipandang tidak memiliki efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi dan tidak bersifat karsinogenik.


PERMEN KARAMEL

Sehari-hari kita tidak dapat jauh dari produk yang bernama permen. Dari sekian banyak jenis permen yang paling banyak beredar dipasaran maupun yang banyak dikonsumsi adalah jenis permen karamel. Apa sih permen karamel itu? berikut saya kasih ulasannya.

Definisi permen atau kembang gula menurut SNI (1994) adalah jenis makanan selingan berbentuk padat dibuat dari gula atau pemanis lain dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Bennion (1980) menyebutkan klasifikasi sederhana permen menjadi dua grup, kristalin dan non kristalin atau amorphous. Yang termasuk permen non-kristal termasuk permen keras seperti toffe, brittle kacang, lolipop dan permen kenyal seperti karamel.
Pembuatan karamel susu pada prinsipnya adalah pemasakan campuran susu dan gula pasir dengan penambahan bahan-bahan pembangkit cita rasa sampai diperoleh produk yang berwarna coklat (Lidya, 1994). Saat gula kering dipanaskan pada suhu sekitar titik lelehnya, akan berubah warna menjadi kuning pucat, amber, coklat oranye, coklat merah dan akhirnya coklat gelap sebelum berbusa dan terkarbonisasi yang menghasilkan residu hitam. Flavor berubah seiring perubahan warna (Schultz et al., 1967).
Winarno (1992) menyebutkan, reaksi Maillard merupakan reaksi karbohidrat. Khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer yang menghasilkan basa schiff, kemudian terjadi amadori rearrangemant membentuk amino ketosa. Reaksi lebih lanjut menghasilkan aldehid aktif yang kemudian mengalami kondensasi aldol sehingga membentuk senyawa berwarna coklat (melanoidin). Hal serupa dikemukakan Fox (1989), bahwa selama pembuatan karamel, whey berperanan dalam pembentukan warna coklat emas yang menarik.
Ellis (1959 dalam de Man 1976), menyebutkan reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik atau melanoidin. Lebih lanjut dalam de Man (1976) disebutkan, makanan yang kaya akan gula pereduksi sangat reaktif dan ini menjelaskan mengapa lisin dalam suhu lebih mudah rusak daripada makanan lain. Faktor ini yang mempengaruhi teaksi pencoklatan ialah suhu, pH, kandungan air, oksigen, logam, fosfat, belerang oksida dan inhibitor lainnya. Vail et al. (1978) menyebutkan, bahwa pada pemasakan karamel tidak diperlukan temperatur yang tinggi. Karamel yang mengalami overcooked (hangus) akan berwarna gelap dan aroma hangusnya pun sangat kuat sehingga umumnya tidak disukai konsumen.
Menurut Alikonis (1979) karamel yang baik memiliki rasa susu dan mempunyai kelembutan serta tekstur yang baik. Tekstur terutama dipengaruhi oleh jenis susu dan formulasi karamel. Minifie (1989) menyatakan, dalam pembuatan karamel ada berbagai jenis formula yang dapat digunakan. Hal ini tergantung pada biaya dan kualitas yang dikehendaki.
Pemasakan susu evaporasi tanpa gula harus berhati-hati untuk mendapatkan karamel dengan tekstur lembut. Hal ini mencegah curdling (penggumpalan) pada susu. Penggumapalan ini dapat diawasi dengan melibatkan stabilisasi alkali yang menetralkan asam (Alikonis, 1979). Lebih lanjut Minifie (1989) menyatakan, jika susu cair atau evaporasi digunakan untuk karamel, stabiliser dalam bentuk natrium bikarbonat digunakan. Bahan ini meningkatkan pH pada level di atas titik koagulasi (titik isoelektrik) protein susu. Menurut Paskawaty (1997) bahan yang telah mengalami penambahan natrium bikarbonat akan mempunyai tekstur yang lembut.
Buckle et al. (1987) menyebutkan, karamel dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur yang diatur melalui kadar air sisa, sebagai karamel keras (kadar air 6%), sedang (kadar air 8%) dan lunak (kadar air 10%). Menurut Minifie (1989), karamel kenyal dibuat dengan gelatin.
Alikonis, J.J. 1979. Candy Technology. The AVI Pulishing Company, Inc. Westport: Connecticut
Bennion, M. 1980. The science of Food. John Wiley and Sons, Inc: Singapore

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleets dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terj. Hari Purnomo dan Adiyono. UI Press: Jakarta

de Man, J.M. 1976. Principles of Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc: WestportMinifie, BW. 1989. Chocolate, Cocoa and Confectionery : Science and Technology, 3rd edition. Van Nostrand Reinhold: New York
Fox, P.F. 1989. Developments in Dairy Chemistry-4, Functional Milk Properties. Elsevier Applied Science: London
Paskawaty, D. 1997. Perbaikan Proses Pembuatan Permen Karamel Susu dengan Penambahan Natrium Bikarbonat (NaHCO3). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB: BogorStandar Nasional Indonesia. 1994. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian dan Perdagangan: JakartaVail, G.L., J.A. Phillips, L.O. Rust, R.M. Griswold and M.M. Justin. 1973. Foods. Houghton Miffin Company: Boston
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

SARI TEMPE & PERANNYA TERHADAP KOLESTROL

SARI TEMPE & PERANNYA TERHADAP KOLESTROL


Tempe adalah makanan tradisional Indonesia yang dibuat melalui proses fermentasi dengan menumbuhkan kapang Rhizopus sp. pada kedelai yang telah dikuliti dan dimasak (Tanuwidjaja, 1991). Tempe merupakan sumber protein nabati, vitamin, mineral dan asam amino essential yang memang sudah ada dalam kedelai sebagai bahan pokoknya. Banyak faktor keunggulan yang dimiliki oleh tempe yaitu: rasanya enak; kandungan protein tinggi dan mengandung 8 macam asam amino essensial (Shurtleff & Aoyagi, 1979); mengandung berbagai senyawa yang memiliki sifat antioksidan (misalnya senyawa isoflavon: genistein (5,7,4′-trihidroksi isoflavon), diadzein (7,4′-dihidroksi isoflavon), glisitein (7,4′-dihidroksi-6-metoksi isoflavon) dan faktor-2 (6,7,4′-trihidroksi isoflavon); mengandung zat anti bakteri serta anti toksin. Di samping itu kandungan lemak jenuh dan kolesterol tempe rendah, nilai gizi tinggi, dan mudah dicerna dan diserap, serta kandungan vitamin B12 tinggi (Steinkraus, 1961 dalam Murata, 1970). Namun demikian tempe termasuk ke dalam bahan makanan yang mudah rusak dan daya simpannya tidak lama yaitu ± 72 jam pada suhu kamar (Kasmidjo, 1990). Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik yang mendegradasi protein menjadi amonia. Hal ini menyebabkan tempe tidak layak lagi untuk dikonsumsi setelah waktu tersebut. Dengan cara pengolahan tambahan tempe diharapkan dapat digunakan untuk pembuatan minuman dengan cita rasa yang berbeda.

Tempe yang digunakan dalam pembuatan susu tempe yang berumur 72 jam, diharapkan telah mengadung isoflavon faktor-2. Isoflavon faktor-2 adalah produk metabolit sekunder yang dibentuk di akhir masa pertumbuhan seperti yang dinyatakan dalam Fardiaz, (1988). Jika pada miselium kapang tempe pertumbuhan telah merata dan menyelubungi kedelai secara penuh, diharapkan metabolit sekunder telah dihasilkan.

Susu tempe merupakan minuman fungsional karena kandungan zat bioaktifnya yang tinggi. Pada susu tempe faktor kestabilan emulsi memberi nilai tambah karena efek kekentalanya analog susu nabati pada umumnya. Hal ini terjadi karena terdapatnya kecenderungan ketidakstabilan emulsi oleh berkurangnya lesitin kedele oleh adanya proses fermentasi.

Tempe sebanyak 100 g ditimbang dan dipotong kecil-kecil kemudian ditambah 200 mL air panas dan dihancurkan dengan blender selama 10 menit. Setelah itu dipanaskan dan disaring dengan kain saring, lalu sari tempe dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dan dilakukan pasteurisasi pada suhu 80°C selama 10 menit, 3 kali selang 24 jam. Nilai pH awal sari tempe kapang tunggal berkisar antara 6,55-6,75. Pembuatan Sari Tempe (modifikasi Susanti, 1992)

Isoflavon, salah satu golongan flavonoid yang merupakan senyawa metabolit sekunder mempunyai struktur dasar C6-C3-C6 dan banyak terdapat pada biji jenis tanaman leguminose (kacang-kacangan) termasuk kedelai sebagai bahan baku tempe. Isoflavon yang terdapat pada tempe adalah genistein, diadzein, glisitein dan isoflavon faktor-2. Isoflavon faktor-2 hanya terdapat pada kedelai yang difermentasi oleh kapang tempe seperti misalnya Rhizopus sp. dan mempunyai potensi sebagai antioksidan, antihemolitik dan antifungi(Pawiroharsono, 1996).

Protein diubah menjadi asam amino oleh jamur dengan proses proteolitik. Lehniger (1990) mengungkapkan bahwa ada beberapa asam amino, misalnya metionin, histidin, lisin, triptofan, dan arginin ternyata menimbulkan rasa pahit.

Komponen utama asam lemak dari trigliserida kedelai adalah asam-asam lemak tak jenuh yang didominasi oleh asam linoleat, asam linolenat dan sedikit asam oleat (Kasmidjo, 1990). Asam lemak tersebut bebas dari kolesterol dan mengandung tokoferol, sterol, dan fosfolipida seperti lesitin, dan lipositol (Gurr, 1992). Asam lemak yang menyusun lemak susu sapi sekitar 60-75% merupakan asam lemak jenuh, 23-30% asam lemak tidak jenuh dan 4% asam lemak “polyunsaturated “(Buckle et al., 1987). Lemak jenuh mempunyai rantai yang lebih panjang daripada lemak tak jenuh, hal ini menyebabkan degradasi lemak jenuh lebih sulit dan lama daripada lemak tak jenuh (Linder, 1992).

Asam lemak tak jenuh ganda, yaitu asam linoleat dan asam linolenat juga berperan dalam penurunan sintesis kolesterol. Hal ini disebabkan sintesis kolesterol menggunakan bahan baku asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak tak jenuh tidak digunakan dalam sintesis kolesterol (Montgomery et al., 1997).

Pada saat perendaman selama semalam dormansi pada biji kedelai akan berhenti dan enzim-enzim yang terdapat dalam biji kedelai menjadi aktif, demikian pula enzim β- glikosidase yang terdapat pada biji kedelai. Enzim β-glikosidase dapat menghidrolisis glikosida isoflavon menjadi senyawa isoflavon bebas yaitu aglikon isoflavon dan glukosanya. Enzim β-glikosidase akan memutuskan ikatan 7-O-glikosidik pada glikosoda isoflavon sehingga terbentuk aglikon isoflavon dan glukosa. Genistin dihidrolisis menjadi genistein dan glukosanya, daidzin dihidrolisis menjadi dzidzein dan glukosanya, glisitein dan glukosanya dan glisitin dihidrolisis menjadi glisitein dan glukosanya.

Isoflavon berperan dalam peningkatan aktifitas LDL reseptor , sehingga terjadi peningkatan pembuangan kolesterol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhayati et al.(2005) bahwa jumlah LDL reseptor aktif yang tinggi akan mempercepat pembuangan kolesterol LDL dari darah dan rendahnya kolesterol darah.

Serat terlarut tempe, yaitu pektin, gum, hemisellulosa, dan lignin, mampu menurunkan kadar kolesterol karena dapat mengurangi kecepatan pengosongan lambung, dan meningkatkan waktu transit di usus. Akibatnya terjadi peningkatan kekentalan isi usus. Kekentalan isi usus tersebut menyebabkan menurunnya laju absorpsi lemak, kolesterol, dan karbohidrat (Silalahi et al., 2004).

Serat terlarut dapat berikatan dengan garam empedu dalam usus halus, selanjutnya akan keluar bersama feses. Hal ini menyebabkan garam empedu yang direabsorpsi melalui siklus enterohepatik menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan garam empedu tersebut, hati meningkatkan sintesis kolesterol menjadi garam empedu (Silalahi et al., 2004).

Proses fermentasi serat larut di dalam kolon oleh mikroba akan menghasilkan asam propionat dalam jumlah besar yang kemudian akan segera diabsorpsi di hati. Asam propionat dalam hati dapat menghambat aktifitas enzimatis pada sintesis kolesterol (Silalahi et al., 2004, dan Suarsana et al., 2004).

 

 

Kasmidjo, R.B., 1990. Tempe. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. p. 1- 95. Elizabeth Novi Kusumaningrum

Susanti, I., 1992. Mempelajari Pembuatan Minuman Padat Gizi dari Tempe. IPB, Bogor

FARDIAZ, 1992. Mikrobiologi Pangan I, Gramedia, Jakarta. p.227-248.

Gurr, M.I., 1992. Role of Rats in Food Nutrition, 2nd ed. Elsevier applied science, London.p. 26-29.

Linder, M.C., 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis,UI Press, Jakarta. p. 81-83.

Elizabeth Novi Kusumaningrum, 2004. Pembuatan Minuman Soygurt dari Sari Tempe dengan menggunakan bakteri Lactobacillus plantarum .Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, Vol. 5 No. 1, Maret 2004


SIFAT & KARAKTERISTIK PROTEIN WHEY

PROTEIN WHEY

(oleh mahasiswa ITP-FTP UB)

Protein memiliki beberapa sifat fungsional, diantara sifat protein yang fungsional ini adalah kelarutan karena punya pengaruh yang signifikan dan penting dalam mempengaruhi sifat fungsional protein. Secara umum, protein yang digunakan memiliki kelarutan tinggi, dalam rangka memberikan emulsi yang baik, busa, gelatin dan properti (Nakai & Chan, 1985, Wit, 1989). Dengan kata lain, penurunan kelarutan protein berpengaruh pada fungsinya (Vojdani, 1996). Kelarutan protein berhubungan dengan permukaan hidrofobik (protein-protein) dan hidrofilik (protein-pelarut) interaksi, dalam hal makanan, pelarut seperti air, dan karena itu kelarutan protein diklasifikasikan sebagai hidrofilik.

Kelarutan protein adalah fungsi dari beberapa faktor, seperti faktor lingkungan, terutama pH dan suhu. PH larutan mempengaruhi sifat dan distribusi muatan total protein. Secara umum, protein lebih larut dalam pH rendah (asam) atau tinggi (alkali) karena memiliki kelebihan yang sama, menghasilkan penolakan antara molekul dan, akibatnya berkontribusi terhadap kelarutan terbesar (Fox, 1989).

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat untuk bisa larut. Suhu mempengaruhi kelarutan karena dipengaruhi oleh wujud zat. Semakin besar suhu maka kemampuan senyawa untuk larut akan semakin tinggi. Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan menggunakan jurnal yang berjudul kurva kelarutan whey protein pada beberapa suhu. Bila suhu dinaikkan maka protein akan terdenaturasi.

Karakteristik Fisik Bahan Terkait Komponen Kimiawinya

Whey adalah hasil samping pembuatan keju secara alami. biasanya whey dianggap limbah industri. Kini, whey telah dimanfaatkan untuk bahan pemanis yang digunakan dalam kembang gula, es krim, dan produk makanan lainnya. Karakteristik kimiawi protein Whey sebagian besar terdiri atas komponen protein. Protein whey mewakili 20% nitrogen dalam susu sapi, protein ini dapat dipecah menjadi 2 fraksi yaitu fraksi tidak larut (b-lactoglogulin) dan fraksi yang larut (a-lactalbumin). Kedua fraksi whey protein tersebut digolongkan heterogen. Globulin penting yang terkandung dalam susu adalah immunoglobulin G, namun juga terkandung sebagian kecil IgA, IgM dan IgE. Selain mengandung protein, whey juga mengandung vitamin, mineral, lemak dan laktosa yang baik untuk tubuh manusia (Wong et al, 1996). Sedangkan karakteristik fisiknya adalah terjadinya konfigurasi entropi jika dipanaskan 65-70˚C. setelah di panaskan protein whey bias tetap utuh atau terpecah menjadi molekul-molekul kecil tergantung pada keseimbangan interaksinya pada saat terjadi proses pemanasan. Proses pengolahan whey protein biasanya menyebabkan product menjadi gel dan sensitive terhadap pH tertentu.

2.2. Proses menentukan kelarutan produk protein makanan

Menurut Morr et al. (1985) dalam upaya mengembangkan studi kolaboratif untuk menentukan kelarutan produk protein makanan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan air dadih yang berfungsi untuk menentukan kelarutan protein tersebut. Sebanyak 0,5 gram produk protein kering akurat ditimbang dalam skala Bosch-SEA200 semi analitik. Dan di dalam gelas terpisah sebanyak 0,1 L standar dan Aliquot beberapa 5,85 gram / L larutan NaCl yang ditambahkan dilakukan proses pengadukan untuk membentuk seperti pasta halus. Tambahan 5,85 g / L larutan NaCl yang ditambahkan berfungsi untuk membawa total volume pada dispersi menjadi sekitar 0,04 L. Setelah itu, campuran tersebut dipindahkan ke dalam gelas, yang kemudian terjadi sirkulasi panas dalam gelas tersebut. Holding pada gelas dimaksudkan penggabungan antara termostatik (Nova Tecnica), dan suhu dipertahankan sesuai dengan keperluan percobaan tersebut. Dalam penelitian ini, suhu bervariasi dari 40 sampai 90 °C suhu maksimum yang diizinkan di pHmeter tersebut. Nilai pH bervariasi 5,0-6,8, dan dipertahankan sesuai dengan kepentingan setiap percobaan dengan menambahkan NaOH 4.0 gram / L atau 3,65 HCl gram / L solusi saat diperlukan setelah pHmeter telah dibaca (Marconi – model PA200). Untuk setiap suhu dan kasus pH, percobaan dilakukan empat kali dan dihitung nilai rata-rata dari mereka.

Persentase protein terlarut dihitung melalui mengikuti persamaan :


Dimana :    P.S = Kadar protein terlarut dalam sampel [g / 100g]

        A = Konsentrasi protein supernatan [g / L]

        W = Sampel berat [g]

        S = Sampel konsentrasi protein [g / 100g]

  1. Karakterisasi Produk

Banyak produk yang digunakan untuk menghitung kelarutan protein disajikan karakteristik komposisi whey centesimal, dan hasilnya dirangkum dalam tabel 1.


Tabel 1. Centesimal komposisi ALACENTM 895

  1. Nilai Kelarutan

Tabel (2) menunjukkan nilai protein rata-rata kelarutan untuk ALACENTM 895. Nilai-nilai yang ada dalam tabel adalah dihitung dari persamaan (1). Nilai kelarutan protein whey diilustrasikan pada gambar. 2

Tabel 2. Protein kelarutan nilai protein whey


 

Kelarutan

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Adapun kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.

Kelarutan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai molekuler homogen. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutanyang dapat dibuat dari bahan pelarut tersebut. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.

Menurut jurnal yang kami dapat, dengan beberapa protein yang biasanya memiliki sedikit kelarutan pada titik isoelectric (PI), yaitu interaksi protein-protein meningkat karena gaya elektrostatik dari molekul adalah minimal dan air kurang berinteraksi dengan molekul protein. Kondisi ini menguntungkan bagi molekul protein untuk mendekati satu sama lain dan agregat, mungkin mengendap. Pada nilai pH di atas dan di bawah PI, dimana protein memiliki muatan negatif atau positif , air lebih berinteraksi dengan muatan protein.

Muatan netral dan tolakan muatan berpengaruh terhadap kelarutan protein yang lebih besar dan protein dapat tinggal di dalam larutan. Untuk sejumlah besar protein, PI nya adalah di kisaran 3,5 dan 6,5. Pada keasaman ekstrim atau basic pH value protein dapat terungkap dan lebih terlihat untuk kelompok hidrofobik.

Suhu juga merupakan faktor yang memiliki pengaruh dalam protein kelarutan. Secara umum, kelarutan protein meningkat dengan suhu antara 40-50 ° C. Bila suhu dari larutan cukup ditinggikan untuk waktu yang diberikan, protein akan mengalami denaturasi. Protein yang terdenaturasi oleh pengaruh suhu di non-kovalen obligasi, yang terlibat adalah stabilisasi struktur sekunder dan tersier, misalnya, hidrogen, hidrofobik dan elektrostatik obligasi.

Sebuah studi yang terintegrasi dilakukan pada efek dari temperatur dan pH terhadap kelarutan protein whey. Kelarutan ditentukan eksperimental pada kisaran suhu 40-90 ° C, dan pH kisaran 5,0 – 6,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, baik suhu dan pH dipengaruhi kelarutan protein; selain itu, nilai kelarutan adalah minimum di pH 5,0 untuk semua nilai suhu. Penelitian juga menunjukkan bahwa kelarutan menurun seiring dengan suhu yang meningkat.

Berikut adalah grafik atau penggambaran dari nilai kelarutan protein Whey :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari tabel 2 dan Gambar.2 dapat diamati bahwa untuk suhu apapun, nilai-nilai kelarutan adalah minimum pada pH 5,0 (titik isoelektrik dekat dari protein whey), dalam kondisi seperti protein-protein interaksi yang meningkat karena gaya elektrostatika yang minimum dan air kurang berinteraksi dengan molekul protein. Pada suhu 40 °C, di mana struktur protein kurang terpengaruh karena aksi panas, dapat diamati bahwa untuk pH di atas 5,0 (titik isoelektrik b-laktoglobulin) kelarutan meningkat, karena dalam kondisi protein memiliki muatan bersih positif atau negatif, dan air lebih banyak berinteraksi dengan molekul protein. Tentang ilustrasi sebelumnya bisa mengamati bahwa dekat pH netral (pH = 6,8) Kelarutan menurun dengan suhu karena pengaruh suhu dalam obligasi yang terlibat dalam stabilisasi struktur sekunder dan tersier, dimana yang berlangsung interaksi di antara kelompok-kelompok hidrofobik, mengurangi protein yang air interaksinya menunjukkan bahwa denaturasi termal protein telah terjadi. Pada pH 5,00 dan 6,00 kelarutan protein meningkat dengan suhu dimana suhu meningkat dari 50 °C sampai 60 °C (pH 5,00) dan dari 50 °C sampai 70 °C (pH 6,00) menunjukkan bahwa tidak ada koagulasi atau agregasi antara molekul protein, mungkin karena di nilai pH b-laktoglobulin adalah dimmer yang dipisahkan dalam monomer pada 50 °C dan hanya di atas 60 °C (pada pH 5.0) atau 70 °C (pada pH 6,0) protein terungkap dan kelompok hidrofobik bereaksi.

Kerusakan Selama Diolah

Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang disebutkan di atas dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya Hadiwiyoto (1994).

Pengaruh yang disebabkan oleh baiknya nilai gizi susu tersebut menjadikan susu sangat mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Susu adalah yang mengandung sedikit jumlah bakteri, tidak mengandung spora mikroba patogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya dan mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan (Hadiwiyoto, 1994)

Proses utama yang banyak dipakai dalam pengolahan susu adalah metode thermal. Metode thermal yaitu suatu proses pengolahan pangan konvensional dengan menggunakan pemanasan antara 600C-1000C seperti pasteurisasi. Proses ini digunakan untuk memperpanjang umur simpan dengan menginaktifkan enzim dan menekan jumlah mikroorganisme di dalam susu. Namun seiring dengan perkembangan teknologi cara ini dipandang sudah tidak efektif lagi karena mempunyai dampak negatif seperti, melarutnya mineral, kalsium dan fosfor, kerusakan whey protein, rendahnya daya tegang curd, berkurangnya kadar CO2, berubahnya keseimbangan ion hidrogen dan berkurangnya pembentukan krim (Buckle, et al. 1987).

Penyimpanan susu pasteurisasi harus dilakukan pada suhu rendah yaitu antara 2-8°C. Masa simpan susu pasteurisasi rata-rata adalah 7 hari. Penyimpanan pada suhu dibawah 0°C tidak direkomendasikan karena dapat menimbulkan kerusakan protein susu. Penyimpanan pada suhu ruang maksimal adalah 4 jam dan segera dikonsumsi. Penyimpanan susu pada 2°C dapat memperpanjang masa simpan hingga 12 hari namun jika suhu penyimpanan susu pada kisaran 8°C, maka masa simpan susu hanya berkisar 5 hari (Buckle, et al. 1987).

Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutu gizinya terutama vitamin dan protein. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30 persen terjadi pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk. Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard (Ressang, 1988).

Reaksi Mallard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan susu bubuk. Reaksi pencoklatan tersebut menyebabkan menurunnya daya cerna protein (Ressang, 1988).

Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relative kecil yaitu hanya mencapai 0-2 persen. Pada susu bubuk penurunannya dapat mencapai 5-10 persen (Ressang, 1988).

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton., 1987. Ilmu Pangan. Penerbit UnivErsitas Indoneesia. Jakarta.

Fox, P . F., 1989. Developments in Dairy Chemistry – 4. New York: Elsevier Science Publishers Ltda.

Hadiwiyoto,S. 1994. Teori Dan Prosedur Pengujian Susu Segar Dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta.

Ressang, A.A. dan A.M. Nasution. 1988. Pedoman Ilmu Kesehatan Susu. (Milk Hygiene). IPB. Bogor.

Morr, C. V.; German, B.; Kinsella, J. E.; Regenstein, J. M.; Buren, J. P .; Kilara, A.; Lewia, B. A.; Mangino, M. E. A., 1985 Collaborative Study to Develop a Standardised Food Protein Solubility Procedure. Journal of Food Science, v.50, n.6, p.1715-1718.

Nakai, S.; Chan, L., 1985. Structure Modification and Functionality of Whey Proteins: Quantitative Structure-Activity Relationship Approach. Journal of Dairy Science, v.68, n.10, p.2763-2772.

Vojdani, F. Solubility. , 1996. In Methods of Testing Protein Functionality. London: Blackie Academic & Professional. Cap.1, p. 11-60.

Wit, J. N., 1989. Functional Properties of Whey Proteins. In: Developments in Dairy Chemistry-4, cap. 8, p.285-321, London: Elsevier Applied Science.

Wong, W. S.; Camirond, W. M.; Pavlath, A. E., 1996. Structures and functionality of milk proteins. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, v.36, n.8, p. 807-844.


PEMBUATAN SUSU KEDELAI TIDAK LANGU

Susu kedelai merupakan salah satu hasil pengolahan dari komoditas kedelai yang sangat diminati oleh masyarakat.  Selain bergizi tinggi, susu kedelai dan kembang tahu juga lezat untuk dinikmati merupakan teknologi yang bersumber dari Badan Litbang pertanian dan LIPI Subang. Metoda yang diterapkan pada verifikasi tersebut adalah metoda dengan perendaman dalam baking soda selama 15 menit dan metoda perendaman dalam air biasa selama semalam.

inovasi teknologi yang digunakan :

a. Persiapan Bahan Baku  : kedelai yang bersih dan sehat serta masih segar/baru.

b. Metoda Perendaman Dalam Baking Soda selama 15 menit

      Bahan :      –     Kedelai 1 kg

          Gula pasir 7 ons

          Baking Soda 0.25-0.5%

          Garam secukupnya

          Air 10 liter

          Tepung agar 1%

      Alat    :       –    Blender

          Panci

          Sendok Sayur

          Tirisan

          Kain Saring

          Corong

          Botol

      Cara Kerja:

  1. Bersihkan kedelai dari kotoran yang ada
  2. Rendam dalam larutan baking soda selama 15 menit dengan perbandingan larutan perendam : Kedelai = 3 : 1
  3. Didihkan rendaman kedelai, tiriskan dan buang kulitnya serta dibilas bersih.
  4. Giling kedelai dengan ditambah air mendidih sedikit demi sedikit
  5. Bubur kedelai ditambah dengan air mendidih sehingga jumlah air secara keseluruhan 10 liter (termasuk tambahan air sewaktu penggilingan)
  6. Tambahkan gula dan diaduk sampai larut
  7. Bubur kedelai disaring (filtratnya disebut susu kedelai mentah)
  8. Dipanaskan kembali sampai mendidih, tambahkan tepung agar 1% sambil diaduk. Api dikecilkan dan dibiarkan dalam api kecil selama 20 menit, angkat.
  9. Susu siap dikonsumsi.

c. Metoda Perendaman Semalam Dalam Air Biasa

      Bahan :       

 –     Kedelai 1 kg                     

          Gula pasir 5-7 ons

          Garam secukupnya

          Air 8 liter

          Tepung agar 1%

      Alat    :         

 –    Blender

          Panci

          Sendok Sayur

          Tirisan

          Kain Saring

          Corong

          Botol

      Cara Kerja:

  1. Bersihkan kedelai dari kotoran yang ada
  2. Cuci kedelai dan rebus 15 menit
  3. Rendam dengan air rebusan 1 malam
  4. Tiriskan, kupas kulit dan cuci bersih
  5. Giling kedelai dengan dicampur sedikit demi sedikit air panas
  6. Tambahkan air panas 8 liter (termasuk untuk menggiling kedelai) dan tambahkan gula
  7. Panaskan bubur kedelai tersebut selama 15 menit pada suhu 80°C sambil ditambahkan tepung agar 1 % dan diaduk
  8. Bubur kedelai disaring
  9. Panaskan kembali 15 menit (suhu 80°C) sambil ditambahkan tepung agar 1 % diaduk
  10. 10. Susu siap dibotolkan atau dikonsumsi.

Hasil

Pada kegiatan optimasi teknologi dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik susu kedelai (bau, rasa, warna dan ada tidaknya endapan). Untuk lebih jelasnya mutu fisik susu kedelai dapat dilihat Tabel 1. Dari Tabel 1.  dapat dilihat bahwa mutu fisik susu kedelai pada optimasi teknologi memperlihatkan hasil yang baik karena sudah memenuhi standar mutu SNI 01 – 3830 -1995.

Tabel 1. Mutu fisik  susu  kedelai pada metoda perendaman dengan  baking soda  dan

              Perendaman semalam dengan air biasa.

  No Perlakuan Uji organoleptik
Bau dan rasa Warna Endapan
1. Perendaman dalam larutan  baking soda Normal  tidak langu

Rasa enak

Putih cerah Tidak ada  endapan
2. Perendaman semalam dengan air biasa Normal  tidak langu

Rasa enak

Putih agak kusam Tidak ada  endapan

Disamping mutu fisik juga dilakukan pengamatan terhadap kesukaan konsumen terhadap rasa susu kedelai dengan uji organoleptik. Dari 15 orang responden yang diuji semuanya menyatakan lebih suka terhadap rasa susu kedelai yang dibuat dengan metoda perendaman dalam larutan baking soda dibandingkan dengan metoda perendaman semalam, karena mempunyai rasa enak, warna putih cerah dan proses pembuatannya lebih cepat (perendaman hanya 15 menit).


PEMBUATAN MIE INSTAN

PEMBUATAN MIE INSTAN

    Kondisi masyarakat pada saat ini lebih menyukai hal-hal yang instan. Tuntutan bagi mereka untuk lebih produktif dalam segala hal, memaksa untuk lebih efektif dan efisien dalam menggunakan waktu dan tenaga. Pada akhirnya, kondisi ini berdampak pada cara pemenuhan kebutuhan pangan mereka, sehingga terjadi perubahan budaya pangan ke arah konsumsi makanan instan sehingga fenomena ini menjadi peluang yang bagus bagi pihak industri pangan untuk memproduksi makanan instan. Salah satu jenis makanan instan tersebut adalah mie instan.

    Mie instan adalah makanan yang terbuat dari bahan dasar terigu. Bentuknya panjang dan elastis dengan diameter ± 2 mm. Cara memasaknya mudah, yakni dengan merebusnya di dalam air mendididh selama 3 menit saja. Meskipun mie instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh ( wholesome food ), namun mampu menyumbang energi untuk aktivitas tubuh. Karena dua alasan tersebut, yakni mie instan sebagai makanan cepat saji dan mampu menyumbang energi, semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk mengkonsumsi mie instan sebagai pengganti nasi.

    Proses pembuatan mie instan meliputi persiapan bahan baku, pencampuran adonan, pengadukan, pelempengan, pencetakan, pengukusan, pemotongan, penggorengan, pendinginan, dan pengemasan.Pada proses tersebut tidak dimungkinkan adanya cemaran terhadap mikrobiologi produk baik oleh lingkungan, pekerja, maupun alat yang digunakan.Untuk mengetahui banyak sedikitnya jumlah mikrobiologi yang mencemari produk maka perlu dilakukan adanya analisa mikrobiologi terhadap produk akhir berupa produk jadi mie instan.

Bahan Baku

`a. Tepung terigu

    Bahan baku utama dalam pembuatan mie instan adalah tepung terigu, tepung tapioka dan air. Tepung terigu berasal dari gandum, dimana pada umunya gandum diklasifikasikan berdasarkan atas kekerasan dari gandum dan protein yang dikandungnya dan warna butir gandum itu sendiri (Kent, 1983).

    Tepung terigu merupakan hasil dari proses penggilingan gandum yaitu berupa endoperm halus yang terpisah dari kulit luar lembaga (Jones dan Amos, 1983). Menurut Kent (1983), gandum pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tesktur endosperm dan kandungan proteinnya. Tekstur endosperm berhubungan dengan pengadaan tepung untuk berbagi keperluan.

    Pemakaian tepung gandum sebagian besar untuk industri makanan seperti mie basah 32%, mie instan 20%, mie telor 8%, biskuit 29%, roti 15% dan hanya 5% dikonsumsi secara langsung, serta sebagian kecil dipakai untuk bahan baku industri non makanan antara lain perekat untuk industri plywood (Ramelan, 1999).

KomposisikimiaTepungterigudihitung per 100 gram bahan

Komponen

Kadar

Kadar air

12,00

Karbohidrat

74,5

Protein

11,80

Lemak

1,20

Abu

0,46

Kalori

340 kal

Sumber : Kent (1993)

    Pada perusahaan makanan yang berkualitas haruslah menggunakan tepung terigu yang baik dan sesuai dengan standart perdagangan. Syarat mutu tepung terigu yang telah ditetapkanya itu berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI). Sehingga digunakan tepung terigu jenis hard flour (jenis kuat) dimana tepung terigu jenis ini memiliki kandungan gluten yang tinggi sehingga bisamenghasilkan adonan yang elastis dan tidak mudah putus, dengan standart kadar gluten minimal 9% dan kadar gluten maksimal 14%.

b. Tepung Tapioka

    Tepung tapioka memiliki daya serap air besar sehingga mempermudah proses dehidrasi yaitu granula pati kembali ke posisi ke posisi semula (Winarno, 1991). Tabel komposisi tepung tapioka dapat dilihat dalam tabel 5.

Komposisi Kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan)

Komposisi

Jumlah

Kalori (kal)

Karbohidrat (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Air (g)

Ca (mg)

Phospor (mg)

Zat Besi (mg)

Vitamin B (mg)

363.0

88.2

1.1

0.5

9.0

84.0

125.0

1.0

0.4

Sumber : Soedarmo dan Soediatmo (1987).

    Pada proses pembuatan mie, tepung tapioka berfungsi untuk meningkatkan kelembutan dan gelatinisasi mie. Pada pembuatan mie perlu diperhatikan perbandingan penyampuran antara tepung terigu dan tepung tapioka, semakin banyak penambahan tepung tapioka maka akan mempengaruhi kelembutan tekstur dan keranyahan dari produk mie itu sendiri dimana mie akan semakin renyah.

Granula-granula tepung tapioka terletak pada sel umbi akar, mempunyai bentuk sama dengan pati kentang. Granula tepung tapioka berukuran 3-35 mm dan mempunyai sifat birefringent yang kuat. Pati tapioka tersusun atas 20% amilosa dan amilopektin (Winarno, 1991).

    Tepung tapioka golongan yang mempunyai amilopektin tinggi, namun tapioka memiliki sifat-sifat yang mirip amilopektin. Diantar sifat-sifat amilopektin yang disukai oleh para ahli pengolahan pangan adalah sangat jernih. Tidak mudah mengumpal, mempunyai daya perekat yang tinggi dan tidak mudah pecah atau rusak serta bersuhu genetalisasi lebih mudah. Dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukan kenampakan yang sangat jernih sehingga sangat disukai karena dapat mempertinggi panampilan produk akhir. Pamakaian pati dapat dihemat karena dalam konsentrasi rendah sudah dapat memberikan efek pemekatan yang cukup besar. Disamping itu pemakaian energi untuk gelatinisasi relatuv lebih rendah karena suhu gelatinisasi lebih rendah karena suhu gelatinisasi umbi ketela pohon relativ rendah (Tjokroadi Koesomo, 1986).

c. Air

    Penambahan air dalam adonan berfungsi untuk membentuk konsistensi adonan yang diinginkan. Umumnya air yang ditambahkan dalam pembuatan mie antara 30-35% (Bhusuk dan Rasper, 1994).

    Menurut Sunaryo (1985), suhu air yang disarankan untuk pembuatan mie sebesar -C, untuk mengaktifkan enzim amilase yang akan memecah pati menjadi dekstrin dan protease yang akan memecah gluten, sehingga menghasilkan adonan lembut dan halus. Jika suhu kurang dari C adonan menjadi keras, rapuh dan kasar. Jika suhu lebih dari C akan menghasilkan mie dengan tingkat elastisitas yang menurun dan kelengketannya meningkat.

d. Air Alkali

    Menurut Sunaryo (1985) air yang digunakan haruslah air lunak yang bersih artinya air yang memiliki persyaratan mutu air untuk industri yaitu air yang baik secara kimiawi dan mikrobiologis. Fungsi air alkali sebagai bahan tambahan membuat mie instan adalah: Media reaksi antara glutenin dan karbohidrat, larutan garam, membentuk sifat kenyal pada glutein

Natrium karbonat (), dan kalium karbonat () sebagai tambahan pada mie segar atau mie yang segera dimasak stelah dipotong. Penggunaan senyawa ini mengakibatkan pH lebih tinggi yaitu pH 7,0-7,5 , warna sedikit kuning dan flavor disukai oleh konsumen. Komponen-komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikat gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatakan Sodium tripolifosfat () digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak menguap sehingga adonan tidak mengalami pengerasan atau kekeringan dipermukaan sebelum proses pembentukan lembaran adonan. Perbaikan terhadap sifat-sifat adonan tidak menunjukan penghambatan terhadap α-amilase (Trenggono,dkk, 1990).

  1. Garam Dapur (NaCl)

    Menurut Sunaryo (1985), biasanya membuat mie jarang digunakan tambahan bumbu seperti gula, karena gula pada penggorengan (suhu tinggi) akan menyebabkan reaksi karamelisasi. Biasanya dalam pembuatan mie instan dapat ditambahkan garam. Garam yang digunakan biasanya NaCl dimana pada garam NaCl yang digunakan adalah kemurniannya. Fungsi garam itu sendiri adalah memberi rasa, memperkuat tekstur mie,membantu reaksi antara glutenin dan karbohidrat (meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie), mengikat air.

     

    f. Minyak Goreng

        Minyak goreng pada proses pembuatan mie digunakan sebagai media penghantar panas. Penambahan lemak berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan. Warna minyak tergantung macam pigmennya. Bila minyak dihidrogenasi maka akan terjadi hidrogenasi karotenoid dan warna merah akan berkurang. Selain itu, perlakuan pemanasan juga akan mengurangi warna pigmen, karena karotenoid tidak stabil pada suhu tinggi sehingga minyak akan mudah tengik. Pada umumnya suhu penggorengan adalah – C. (Winarno, 2002).

    Bahan Baku Pembantu

    a. Seasoning

        terdapat beberapa macam seasoning antara lain bumbu (teriri dari garam, gula, MSG, flavor flavor, dll) minyak bumbu, bawang goreng, kecap, cabe bubuk, saus dan sambal pasta. Jenis seasoning pada setiap mie instan tergantung dari jenis mie dan flavonya. Pada produk mie polos tidak digunakan bumbu-bumbu tersebut.

    b. Ingredients

        Bahan tambahan makanan tersebut antara lain garam, guar gum, , potasium karbonat, gliserin, lesitin, tartrazine Cl 19140 (pewarna kuning), acidity regulator dan antioksidan TBHQ dicampurkan kedalam air alkali. Cara pencampurannya yaitu mixer VT (mixer alkali) diisi dengan air sampai bak kemudian ditambahkan garam, guar gum, dan potasium karbonat dengan jumlah tertentu semuanya dicampur terlebih dahulu di dalam mixer alkali, baru kemudian ditambahkan pewarna, lesitin dan gliserin.

    c. Kemasan

        Untuk kemasan mie instan polos digunakan kemasan plastik yang berbahan Polypropilen (PP) dengan ketebalan sesuai dengan produk yang dihasilkan (misalnya 0,06 mm)

        Hal-hal tercantum pada kemasan adalah sebagai berikut :

    1. Kemasan etiket/plastik : nama produk, nama dan alamat pabrik, tanda halal tanda SNI, cara pemasakan.
    2. Kemasan karton : nama dan alamat pabrik, merk dagang, jumlah isi, nomor pendaftaran, jumlah tumpukan maximum, kode produksi tanggal kadaluarsa, tanda SNI, tanda halal, cara penyimpanan dan penyajian, nutrition fact, netto, kode produksi, tanggal kadaluarsa.

    Proses Pembuatan Mie

            Proses produksi merupakan urut-urutan proses dari mulai persiapan bahan baku untuk diolah sampai menjadi produk akhir yang siap dipasarkan dengan kuantitas dan kualitas yang telah ditentukan.

            Bahan baku yang datang (dikirim oleh Suplier) sebelum masuk diperiksa dahulu oleh QC bahan baku. Alur penerimaan bahan baku tersebut dalam gudang werehouse adalah sebagai berikut:

    1. Pemeriksaan dokumen bahan baku.
    2. Pemeriksaan bahan baku dan di ambil sampelnya untuk dibandingkan dengan standar bahan baku yang telah ditentukan.
    3. Meletakkan bahan baku sesuai dengan ketentuannya disetiapmasing – masing bahan.
    4. Pemberisan number identity mengikuti standar yang telah ditentukan dan dilakukan setiap pallet ( kedatangan) dan jenis barang.
    5. Setelah pembongkaran selesai , dilakukan penerbitan Surat Penerimaan Barang (SPB) oleh bagian administrasi dan disahkan oleh kepala gudang.

    Alat – alat yang digunakan dalam proses pembongkaran yaitu palet, hand palet, forklifi, chainhoist, mesin pompa, dan blower dilakukan sesuai jenis bahan – bahannya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh QC meliputi pengambilan sampel dan dibandingkan dengan standar serta dilakukan uji terhadap bahan – bahan pembantu lainnya.

        Proses produksi dimulai dari pencampuran sampai pada pengemasan. Proses-proses tersebut dilalui melalui delapan tahap yaitu : pencampuran (mixing), pengepresan (pressing), pembelahan (slitting), pembentukan untaian (waving), pengukusan (steaming), penggorengan (frying), dan pengemasan (packing).

  • Pencampuran (Mixing)

    Mixing adalah proses pencampuran bahan yang digunakan dalam pembuatan mie instan. Dengan tujuan untuk mendapatkan lama mixing yang sempurna. Karena mixing yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan adonan akan semakin panas, dan apabila mixing kurang dapat menyebabkan adonan kurang elastis sehingga menyebabkan volume mie menjadi sangat kurang dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Bahan – bahan yang dicampur antara lain tepung terigu, tepung gaplek,tepung tapioka atau pati, alkali (maksimal 35%) dan air. Proses pencampuran dilakukan pada suhu 35-37 oC. Mixing dilakukan dengan mixer, selama 14 menit secara bertahap. Berikut ini tahapan mixing:

  1. Tahap awal

    Pada tahap ini terjadi pencampuran larutan alkali dengan kadar air 30-34%. Kadar air 30% untuk tekstur ringan seperti mie kremez, dan 34% untuk tekstur kuat seperti mie polos. Waktu pengadukan awal atau disebut sebagai pengadukan basah dilakukan selama 11 menit.

  2. Tahap akhir

Tahap akhir ini lebih kepada proses pengadukan secara cepat sehingga dihasilkan campuran yang homogen. Pengadukan akhir (pengadukan kering) dilakukan selama 3 menit.

Kadar air adonan berpengaruh terhadap proses gelatinisasi. Karena apabila kadar air terlalu tinggi akan menyebabkan untaian mie akan tersangkut di roll penghubung antara conveyor steamer dengan conveyor cutter sedangkan kadar air yang terlalu rendah menyebabkan adonan dan mie yang dihasilkan berwarna kuning pucat. Sehinggaa dalam hal ini dibutuhkan kadar air yang optimal agar didapatkan mie dengan kekenyalan yang optimal.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses mixing antara lain:

  1. Larutan alkali

    Larutan alkali yang ditambahkan berfungsi sebagai penetrasi partikel terigu. Sehingga semakin banyak larutan alkali yang terpenetrasi kedalam larutan pati, maka akan mendekati titik WHC-nya maka semakin baik.

  2. Waktu mixing

    Lama waktu mixing akan perpengaruh terhadap homogenitas dan suhu adonan.

  3. Temperatur adonan

    Temperatur adonan diatas 40 oC mengakibatkan adonan cenderung lembek dan lengket.

  • Pelempengan (Pressing) Dan Pembelahan (Slitting)

Pressing merupakan proses pembentukan lembaran adonan dengan ketebalan tertentu, sedangkan slitting merupakan proses pembelahan lembaran adonan menjadi pilinan mie dengan diameter tertentu.

Adonan mie dari mixer selanjutnya ditampung oleh feeder DCM (Dough Compoung Machine). Kemudian dipress oleh dough presser menjadi du lembar adonan. Dan selanjutnya ditangkap oleh roll press untuk dipress menjadi selembar adonan dengan ketebalan yang lebih rendah dari sebelumnya. Roll press berjumlah 6 pasang yang setiap pasang terdiri dari dua buah silinder dan masing – masing roll press berputar berlawanan arah. Ketebalan yang dihasilkan masing – masing roll press adalah:

  1. Roll press 1 dengan ketebalan 4,75 mm
  2. Roll press 2 dengan ketebalan 4,55 mm
  3. Roll press 3 dengan ketebalan 3,80 mm
  4. Roll press 4 dengan ketebalan 2,45 mm
  5. Roll press 5 dengan ketebalan 1,15 mm
  6. Roll press 6 dengan ketebalan 1,10 mm

Sehingga tidak terjadi penarikan atau penumpukan lembaran adonan ketika melewati atau menuju antar roll press.

Beberapa hal yang harus diperhatikan agar mie hasil sliting baik:

  1. Ketepatan pemasangan mangkok pemisah mie
  2. Kebersihan slitter
  3. Fungsi sisir mie harus baik
  • Pengukusan (Steaming)

    Steaming adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan uap air panas (98oC) sebagai media penghantarnya. Untaian mie yang telah ditangkap oleh Waving Net Conveyor selanjutnya dilewatkan melalui steam box dengan menggunakan mesin Boiler.
Steaming digunakan untuk mendukung proses terjadinya gelatinisasi gluten. Dengan beberapa tahap proses gelatinisasi yaitu pembasahan, tahap gelatinisasi dan tahap solidifikasi. Pada tahap pembasahan mie bersifat mudah putus. Pada tahap gelatinisasi mie akan mengalami gelatinisasi dengan penetrasi panas ke dalam mie dan bersifat agak lentur. Pada tahap soliditasi permukaan mie terjadi penguapan dan membentuk lapisan film tipis sehingga menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie jadi solid.

    Tahap steaming prosesnya harus benar – benar baik dalam titik kritis, steaming yang kurang lama atau suhu yang kurang optimal menyebabkan gelatinisasi juga kurang optimal. Selai itu boiler harus benar – benar dipastikan bahwa tidak mengandung air karena hal itu akan menyebabkan tekstur mie menjadi lembek. Sebelum menuju kater mie dikeringkan terlebih dahulu dengan kipas angin untuk mengurangi kadar air dipermukaan mie akibat proses steaming. Hal ini penting karena apabila tidak dikeringkan akan menyebabkan mie tersangkut di bagian pemutar Waving net conveyor.

  • Pemotongan (Cutting)

    Cutting merupakan proses pemotongan untaian mie menjadi blog mie yang mempunyai ukuran tertentu dengan standar berat dan ukuran mie instan tergantung dari jenis mie. Mie yang telah dipotong kemudian dilipat dengan cangkulan sehingga menghasilkan 2 blok mie yang sama panjang dan simetris lipatannya. Selanjutnya didistribusikan ke dalam mangkok fryer yang berbentuk persegi yang dilengkapi dengan conveyor yang mampu menggerakkan melewati bak fryer untuk dilakukan proses Frying.

  • Penggorengan (Frying)

    Frying merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan. Prinsip frying adalah mengeringkan mie basah dengan media minyak goreng pada suhu tinggi sehingga diperoleh mie dengan kadar air dan minyak tertentu dan dipatkan mie yang matang, kering dan awet. Metode frying digunakan adalah deep fat frying dimana seluruh bagian terendam oleh minyak selama dilakukan proses frying dengan temperature 150 oC selama 3 menit.

Dalam proses frying berat mie menyusut dikarenakan air yang terkandung didalam mie diuapkan oleh panas dari minyak goreng. Penguapan terutama terjadi pada bagian terluar mie sampai 3% yang menyebabkan timbulnya kerenyahan.

Menurut anonymous (2005), pada saat frying juga terjadi denaturasi protein dan reaksi maillard. Denaturasi protein dapat meningkatkan daya cerna. Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein. Reaksi ini menimbulkan aroma yang khas dan perubahan warna yang cenderung lebih gelap dan berbentuk kaku.

Kematangan mie instan dipengaruhi oleh 3 faktor:

  1. Level minyak

    Level minyak goreng diukur dari penutup mangkok. Semakin tinggi level minyak goreng maka semakin lama pula prose frying. Standar level minyak adalah 4 cm.

  2. Lama waktu frying

    Lama waktu frying dipengaruhi oleh level minyak goreng dan kecepatan net fryer.

  3. Suhu minyak goreng

    Suhu minyak goreng dipengaruhi oleh persentase bukaan volve. Semakin besar bukaan volve maka sirkulassi minyak goreng semakin besar dan suhu juga semakin tinggi. Sirkulasi dilakukan dengan minyak agar tetap stabil.

  • Pendinginan (Cooling)

Cooling merupakan proses penurunan suhu mie instan, selama 1 menit dengan cara melewatkan mie dalam cooling box yang berisi fan. Udara untuk fan bersumber dari udara luar ruang produksi (udara bebas) sehingga fan dilengkapi filter untuk menyaring polutan. Suhu mie setelah cooling adalah kurang dari 45oC dan kemudian ditangkap oleh konveyor untuk selanjutnya dikemas.

  • Pengemasan (Packing)

Packing merupakan proses pembungkusan mie dan seasoningnya dengan kemasan, dengan meliputi dua tahap yaitu packing dengan etiket dan dengan karton.

    Menurut Kent(1983), pada pembuatan mie biasanya diusahakan tepung terigu hard yang dicampur bahan-bahan lain dan dibuat adonan yang kaku seperti pembuatan macaroni. Adonan ini kemiduan dilewatkan pada suatu roll pengepres untuk membentuk lembaran dengan tebal 1/8 inci atau kurang dengan komposisi kimia dari tepung terigu.

    Pada produksi mie instant faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu produk akhir adalah persiapan bahan baku, penambahan larutan alkali, pengadukan, pengukusan (steaming), penggorengan (frying), pendinginan (cooling) dan pengemasan (packing).

    Bahan baku pembuatan mie adalah tepung terigu sebasar 200 kg, tepung tapioka 25 kg dan alkali 65 kg. Penambahan larutan alkali harus sesuai dengan standart, apabila air alkali yang ditambahkan terlalu banyak maka akan berpengaruh terhadap tekstur mie yang keras dan memiliki rasa yang tidak sesuai. Jadi larutan alkali sangat berperan dalam menentukan mutu mie instant yaitu sebagia pengatur pH untuk mempercepat proses gelatinisasi pati dan karena terdapat pada bentuk garam karbonat maka larutan alkali berfungsi sebagai zat pengembang adonan mie instant ( Anonymous, 1987).

    Pembuatan alkali adalah dengan melarutkan beberapa ingridient seperti garam-garam mineral, guargum dan pewarna dengan air dengan kedalaman tangki yang dilengkapi dengan agiator. Menurut Kent (1983), penggunaan air adalah sebesar 25-38% dengan temperatur air sebesar 32-38°C. Kegunaan air disini adalah untuk membentuk adonan. Selain itu digunakan air kie yang berfungsi untuk membuat adonan menjadi lebih ringan dan porus, disamping sebagai pengembang ( Anonymous, 1987).

    Untuk memperoleh hasil pengadukan yang baik yaitu adonan yang tidak pera dan tidak lembek, larutan garam tercampur rata dan adonan homogen, maka yang perlu diperhatikan adalah jumlah larutan alkali ditambahkan harus sesuai standart. Menurut Kent (1987), waktu pencampuran terbaik untuk pasta adalah 10-15 menit.

    Pencampuran adalah proses penyebaran suatu komponen ke komponen lain. Secara ideal proses pencampuran dimulai dengan mengelompokan masing-masing komponen pada beberapa wadah yang berbeda, sehingga masih tetap terpisah satu sama lain dalam bentuk komponen-komponen murni. Selanjutnya komponen-komponen tersebut disatukan dalam wadah baru (Earle, 1969).

    Pada tahap pencampuran protein mempunyai elastisitas dan kepegasan maksimum, artinya protein mengembang maksimal, artinya protein mengembang optimal, apabila pengaduan terus dilakukan maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut, adonan menjadi lembek dan lengket karena pemutusan ikatan-ikatan disulfide karena pada proses moxing juga terjadi reaksi enzimatis (Lasztity. 1984).

    Pengepresan bertujuan untuk membuat pasta menjadi lembaran yang siap dipotong menjadi bentuk khas mie. Fungsi lain dari proses pelempengan yaitu agar proses geletinisasi pati yang terjadi pada proses proses pengukusan dapat berjalan bersama-sama. Pada proses pengepresan ini adonan yang dibuat dicetak menjadi rol-rol pengepresan pada mesin pengepres. Menurut Kent (1983), pengepresan ini dilakukan untuk membuat lembaran-lembaran setebal 1/8 inchi atau kurang. Pencetakan dilakukan dengan mengunakan silinder teralur. Lembaran yang dicetak menjadi pilinan atau utasan mie diletakan pada silinder mie beralur tersebut. Pengukusan dilakukan dengan tujuan agar pati yang ada dalam mie tergelatinisasi sehingga mie yang dihasilkan menjadi produk instant. Menurut Kent (1983) suhu tergelatinisasi pati gandum adalah 54,5-64°C.

    Pengeringan adalah proses pelepasan uap air dari bahan atau komoditi hasil pertanian sehingga mencapai kadar air tertentu dan terjadi keseimbangan antara kadar air bahan denga udara sekitar bahan (Kent, 1983).

    Pengeringan pada proses ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan sebagian air bebas yang ada pada bahan pangan sehingga pada saat penggorengan tidak terbentuk gelembung-gelembung kecil pada permukaan mie yang dihasilkan. Selain itu juga untuk mengurangi air yang ada pada mie sehingga mie tidak mudah terserang oleh kikroorganisme. Menurut Kent (1983) pengeringan dilakukan untuk mendapatkan mie yang berkadar air antara 10-11%.

    Tujuan utama penggorengan adalah untuk mematangkan mie instant sehingga dapat dimakan tanpa pemasakan lebih dahulu atau digunakan sebagai makanan ringan. Proses penggorengan inilah yang menyebabkan produk mudah menjadi rusak, karena minyak yang dikandung tersebut jika teroksidasi akan menghasilkan ketengikan, karena itu pengemasan yang digunakan harus rapat. Menurut Winarno (1997) fungsi minyak pada penggorengan adalah sebagai penghantar panas, memberi flavor dan menambah niolai gizi makanan.

    Menurut Djatmiko (1985) proses penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak. Menurut Winanrno (1991) suhu pengorengan yang umum digunakan adalah antar 177-221°C, sedangkan suhu yang baik ditinjau dari segi ekonomi Djatmiko (1985) adalah antara 183-199°C. Pengorengan dilakukan pada suhu yang agak rendah pada saat mie dimasukkan. Karena jika suhu penggorengan awal tinggi maka mie yang dihasilkan akan mudah pecah atau disebut crack.

    Proses pendinginan dilakukan secara perklahan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya keretakan atau kehancuran mie instant. Menurut Kent (1983), perbedaan suhu yang tinggi akan menyebabkan mie instant retak atau crack.

    Tahap akhir dari industri mie adalah pengemasan. Menurut Djatmiko (1985) pengemasan merupakan suatu cara dalam memberi kondisi sekeliling yang tepat bagian bahan pangan. Secara nyata pengemasan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan dalam keadaan bersih dan higienis.

    Persyaratan dari bahan pengemasan antara lain harus mampu menghindari kerusakan mikrobiologis, fisis, mekanis, khemis maupun biologis juga mudah pada proses pengemasanya dan menyebabkan perubahan warna, cita rasa maupun perubahan lainya terhadap produk, serta beracun (Susanto, 1993).

2.4 Proses Gelatinisasi Pati

Pengertian gelatinisasi pati adalah menggambarkan pembengkakan dan proses kekacauan yang terjadi dalam granula-granula pati karena dipanaskan dengan adanya air (Fardiaz, 1996).

Menurut winarno (1991), walaupun tidak larut air, pati akan menyerap air dan akan mengembang sampai pada pembengkakan yang terbatas. Apabila suspensi pati dalam air dipanaskan, akan terjadi tiga tahap pengembangan granula. Tahap pertama terjadi di dalam air dingin, granula pati akan menyerap air sebanyak 20 %-25 % dari beratnya, tahap ini bersifat rversibel.

Pati merupakan komponen utama dalam tepung dan terdapat sebanyak 74-90% berdasarkan berat kering. Pati merupakan homopolymer glukosa dengan ikatan α-D-glikosidik. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula.

Pati terdiri dari 2 (dua) fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi terlarut disebut amilopektin. Pada amilosa dan amilopektin terdapat gugus hidroksil. Semakin banyak gugus hidroksil pada molekul pati maka semakin besar kemampuan menyerap air.

Gelatinisasi pati gandum melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:

  1. Pembengkakan terbatas pada suhu antara 60-70C termasuk gangguan pada ikatan yang lemah atau yang siap menerima perubahan bentuk.
  2. Selanjutnya granula membengkak dngan cepat pada suhu 80-90C, termasuk gangguan pada ikatan yang lebih kuat atau kurang dapat menerima perubahan bentuk.
  3. Jika pemanasan dilanjutkan, granula yang membengkak akan pecah.

Pengembangan granula pati disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Winarno, 1997).

Faktor-faktor yang mmpengaruhi gelatinisasi pati antara lain:

  1. Jenis pati

    Jenis pati yang berbeda akan memiliki kekuatan mengontrol yang brbeda pula. Pati pada jagung yang sebagian terkandung pati murni mempunyai kekuatan mengontrol dua kali lebih besar dari pada tepung yang berasal dari endosperm.

  2. Konsentrasi pati

    Suhu gelatinisasi tergantung dari konsentrasi pati. Semakin kental larutan pati, suhu gelatinisasi akan semakin lambat tercapai dan pada suhu tertentu kekentalan tidak bertambah bahkan kadang-kadang turun.

  3. pH larutan

    pH larutan sangat berpengaruh terhadap pembentukan gel. Dimana pembentukan gel optimum tercapai pada pH 4-7, yaitu kecepatan pembentukan gel lebih lambat dari pada pH 10, tetapi jika pemanasan diteruskan viskositas tidak bertambah.

  4. Ukuran granula

    Pati yang mempunyai ukuran granula yang lebih besar cenderung mengembang pada suhu yang relative rendah.

  5. Kandungan amilosa

    Pada pati terdapat dua macm komponen yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rangkaian lurus tidak bercabang, sedangkan amilopektin merupakan rantai polisakarida yang bercabang pada 1,6 α-Glikosida (Gregor,et al, 1980). Amilosa adalah salah satu komponen dari pati yang bertanggung jawab pada proses gelatinisasi disamping ukuran granula itu sendiri.

Dalam proses gelatinisasi ada dua komponen penting yang sangat berpengaruh yaitu panas dan air. Apabila cukup air dan panas, maka proses gelatinisasi dapat terjadi sempurna.

Peralatan yang digunakan

    Adapun dalam proses pembuatan mie instan diperlukan peralatan-peralatan mesin pengolahannya,diantaranya yaitu:

a.Screw

    Screw berfungsi sebagai perantara pemindahan bahan dan premixer. Prinsip kerja dari screw ini adalah dengan mendorong bahan seperti butiran, serbuk/tepung secara continue dengan conveyor ulir. Spesifikasi dari screw adalah:

Sumber daya : Motor elektrik 5 HP

Kapasitas    : 240,21 kg/3 menit

Material    : Stainless stell

Waktu proses    : 3 menit tiap 1 kali proses

b.Mixer

    Mixing dilakuakan dengan menggunakan mixer.Mixer berfungsi untuk menghomogenkan campuran,dengan prinsip kerja mencampur tepung melalui gerakan rotasi oleh blade yang digerakkan dengan sebuah motor. Spesifikasi dari mixer adalah

Kapasitas    : 350 kg terigu/23 menit

Material    : Stainless stell

Power        : 9/11 KW/ 380 V/50Hz

Model        : HM-200

Berat        : 1500 kg

Dimensi volum: 1,738 m3

    

Gambar1a. Mixer (Choiriah, 2005)     Gambar 1b. Mixer(Choiriah, 2005)

  1. Dough feeder

Dough feeder berfungsi mengistirahatkan adonan, meratakan air dan menurunkan suhu. Prinsip kerjanya adalah mensuplai adonan ke DCM dan diteruskan ke shapping folder. Spesifikasi dari dough feeder yaitu :

Kapasitas    : 500 kg/30 menit

Material    : Stainless stell

Power        : 2,2 KW/ 380 v/50 Hz

Model        : WL-200

Berat        : 100 kg

Dimensi volum    : diameter 2 m, tinggi 40 cm

Kecepatan putaran    : 9,5 rpm

Type    : horizontal dan bulat

  1. DCM (Dough compound machine)

DCM (Dough compound machine) berfungsi membentuk adonan menjadi lembaran sheet yang terdiri dari dua sel roll
press. Prinsip kerja dengan adanya tekanan dibentuk menjadi lembaran-lembaran tebal. Spesifikasi dari DCM (Dough compound machine) adalah :

 

Material    : Stainless stell

Power        : 34,4 KW/ 380 V/50 Hz

  1. Laminate Roller

Laminate Roller berfungsi membentuk lembaran adonan dengan prinsip kerja adanya tekanan dari roller atau pressing. Spesifikasi alatnya adalah :

Power        : 5,5 KW/ 380 v/50 Hz

Model        : FY-610-3

Berat        : 4700 kg


Gambar 2. Laminate roller (www.google.com)

  1. Continous Roller

Continous Roller berfungsi membentuk lembaran menjadi lebih tipis, dengan prinsip adanya tekanan antar roller/pressing. Spesifikasi alat :

Power        : 17,2 KW/ 380 v/50 Hz

Model        : LY-610-6

Berat        : 5500 kg


Gambar 3. Continous roller (www.google.com)

  1. Slitter

Befungsi untuk memotong lembaran adonan menjadi untaian mie yang selanjutnya menuju ke waving unit. Prinsip kerjanyan adalah membentuk untaian mie dengan ukuran mie yang standar yang diakukan oleh sepasang roller yang permukaannya bergerigi. Alat ini berjumlah 2.


Gambar 4. Slitter (www.google.com)

  1. Steamer

Berfungsi untuk memasak atau mengukus untaian mie dari waving
unit secara kontinyu dengan media panas berupa steam. Prinsip kerjanya adalah aliran uap dari boiler dengan tiga bagian utama yaitu bagian pembasahan, bagian gelatinisasi, dan bagian pengeringan, masing-masing dengan suhu yang berbeda. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :

Model        : ZN – 10 – 3 – 74

Berat        : 2500 kg

Jenis        : Multi stage

Panjang     : 9 meter

Kapasitas    : 0, 43015 untaian mie per detik


Gambar5. Pengukus ( Steam Box )( Choiriah, 2005)

  1. Cutter

Berfungsi untuk memotong dan memisahkan untaian mie dengan tekanan. Prinsip kerjanya adalah karena adanya tekanan dari Roller. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :

Power        : 5,5 KW/ 380 v/50 Hz

Model        : QK – 6 – 12

Berat        : 1300 kg

Kecepata     : 70 potong/menit

1 potong = 65 gram mie basah


Gambar 6. Pemotong dan Pembelah(Choiriah, 2005)

  1. Fryer

Berfungsi untuk menggoreng mie dengan metode deep fat frying untuk mengopltimalkan gelatinisasi sehingga diperoleh kematangan mie yang baik. Prinsip kerjanya adalah sirkulasi minyak goreng dengan pemanasan pada heat
exchanger (HE) secara kontinyu. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :

Power        : 96,6 KW/ 380 v/50 Hz

Model        : YKM – 15 – Woil Fried Noodle Production Lines

Output        : 15000 / 8jam

Berat        : 1300 kg

Steam Consumption    : 2000kg/jam

Kecepatan    : 73 penggorengan / menit


Gambar 7.Friyer dan Peniris Minyak(Choiriah, 2005)

  1. Booler

Berfungsi untuk mendinginkan mie setelah frying. Prinsip kerjanya adalah aliran udara dari kipas dalam cooling box. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :

Power        : 11,5 Kwh/ 380 v/50 Hz

Model        : FI – 13 – 140

Berat        : 3000 kg


Gambar 8. Mesin Pendingin(Choiriah, 2005)

  1. Packer

Berfungsi untuk mengemas mie dengan etiket tertentu dengan jumlah alat 6 buah. Prinsip kerjanya adalah melipat dan merekatkan bagian bawah kemasan dengan long sealer, penutup dan pemotongan dengan End sealer. Spesifikasi alat :

Power        : 4 Kw/ 380 v/50 Hz

Model        : DW – 8000

Berat        : 1500 kg


Gambar 9.     Mesin Pengemas(Choiriah, 2005)

  1. Product Conveyor

Berfungsi sebagai perantara langsung produk sebelum dikartonkan, jumlah alatnya 6 buah. Spesifikasi alat :

Power        : 0,37 Kw/ 380 v/50 Hz

Model        : CP 150 20

Berat        : 1000 kg


Gambar 10.Product Conveyor(www.google.com)

n.Control Sealing Machine

Berfungsi untuk mengemas mie dalam karton, yang berjumlah 2 buah. Spesifikasi alat :

Power        : 220 volt/50 Hz

Model        : 3ALF 50

 


Gambar 11. Control Sealing machine (www.google.com)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2008. Sanitation for The Food Preservation Industries. Mc Graw Hill Company, Inc, New York

Ahyari, A. 1998. Manajemen Produksi (Pengendalian Mutu). Badan Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Anonymous. 1997. Standard Industri Indonesia. Departemen Perindustrian. Jakarta

Aptindo. 2000. Macam-Macam Tepung Terigu Merk Bogasari. http://www.bogasariflour.com

Astawan. 2003. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta

Anonymous. 2005. Theory Instan Noodles. http://www.mostproject.org/ updatemasr06/Theory Instan Noodles.pdf. Asian

Anonymous. 2008. Good Manufacturing Practices. http://library.usu.ac.id/modules.php?op=noodled&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=985

Bhusuk, W., V.F., Rasper. 1994. Wheat Production, Properties, and Quality. Blackie Academic and Professional.

BSN. 1996. SNI 01-3553-1996. Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Badan Standarisasi Nasional

Brown. 1992. A Model for Quantitating Energy and Degree of Starch Gelatization Based Water, Sugar, and Salt Content. J Food Science. 55:543-546

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wotton. Diterjemahkan oleh: Hari Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta

Chinachcoti, P.M., M.P. Steinberg and R, Villera. 1990. A Model for Quantitating Energy and Degree of Starch Gelatization Based Water, Sugar, and Salt Content. J Food Science. 55:543-546

Choiriah, Siti. 2005. Laporan Praktik Kerja Lapang Proses pembuatan Mie instan di PT Tiga Pilar Sejaterah Food, tbk Sraagen Solo. FTP Universitas Brawijaya Malang

Fardiaz. 1989. Mikrobiologi Pangan I. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fennema, Q.R. 1990. Principle of Food Science : Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York

Fire, F.L. 1991. Combustibility of Plastics. Van Nostrand Reinhold. New York

Golberg, J. Dan R. Williams. 1991. Biotechnology and Food Ingredients. Van Nostrand Reinhold. New York

Hotchkiss. 1995. A Model for Quantitating Energy and Degree of Starch Gelatization Based Water, Sugar, and Salt Content. J Food Science. 55:543-546

Kim. 1996. The Science of Food. John Willey and Sons, Inc. New York

Lab. Teknik dan Manajemen Lingkungan IPB. 2007. Persyaratan-Persyaratan Air Minum Kep. Menkes RI No.907/Menkes ri/2002. http://bima.ipb.ac.id/html_atsp/baku_ mutu.html

Lusas and Roney. 2001. Food Experimental Perspectives 4th e.d. prentice Hall Upper Saddle River. New Jersey

Makfoeld, D. 1997. Deskripsi Pengolahan. Departemen Ilmu dan Teknologi makanan. FTP-UGM. Yogyakarta

Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering 3th edition. Van Nostrand reinhold. New York

Medikasari. 2000. Sifat Fisik dan Sensoris Mie Kering dari Berbagai tepung Terigu dan formula Kansuib. Skripsi Fak. TP UGM. Yogyakarta

Mudjayanto. E.S. dan Yulianti L.N. 2004. Membuat aneka Roti. Penebar swadaya. Jakarta

Muyasaroh, Silvi. 2002. Laporan Praktik Kerja Lapang Proses Pembuatan Mie Instan di PT I Tsun Food Indonesia. FTP Universitas Brawijaya Malang

Nicholson, J.W. 1997. The Chemistry of Paper. The Royal Society of Chemistry. UK

Palupi. 2005. Dasar-Dasar Biokima. UI Press. Jakarta

Sofyan, F. 1992. RBD Palm Oil sebagai Noodle Frying Oil. PT. Sanmaru Food Mfg.Co.Ltd. manufacturing Departement. Jakarta

Susanto, t. dan B. Saneto. 1994. Teknologi pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1990. Bahan Tambahan Makanan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta


PEMBUATAN SARI TEMPE

PEMBUATAN SARI TEMPE

Fitri (1997) menyatakan bahwa susu tempe merupakan suatu sistem koloid yang kompleks dengan mengandung garam dan gula dalam bentuk terlarut dalam air. Susanto (1997) menambahkan, kandungan protein dalam susu tempe yang dihasilkan dari ekstraksi dengan air panas berkisar antara 2,68 % sampai 3,26 % .

Widaryanti (1997) menemukan bahwa penambahan stabilizer dapat meningkatkan rasa di mulut (mouth feel) dari susu tempe dan juga menjadikan viskositasnya lebih baik. Kenampakan produk juga menjadi lebih baik karena semakin sedikit endapan selama penyimpanan. Penambahan stabilizer dapat memerangkap lebih banyak air sehingga suspensi susu dapat lebih stabil.

Penggunaan stabilizer dapat mengurangi derajat pengendapan pada susu tempe. Persen pengendapan dari susu tempe dipengaruhi oleh protein yang terdenaturasi karena sifat fisisnya menurun sehingga mengendap (fitri, 1997)

Widaryati (1997) menambahkan, ekstraksi dengan menggunakan air bersuhu tinggi cenderung mengurangi daya terima (rasa) dari susu tempe. Penggunaan sair panas 100 C menghasilkan produk yang sedikit pahit yang disebabkan oleh adanya L-konfigurasi asam amino.

Keefektifan ekstraksi disebabkan oleh suhu air yang digunakan. Kandungan total N-amino dan densitas susu akan meningkat dengan semakin tingginya suhu air ekstraksi. Pertambahan nilai densitas susu berhubungan dengan pertambahan protein dan kandungan N-amino dalam susu. Nilai densitas susu tempe antara 1,025-1,027 dimana hampir sama dengan nilai densitas susu sapi. Semakin tinggi nilai densitas susu menunjukkan banyak larutan padatan yang dapat terekstrak dengan menggunakan air panas (Widaryanti, 1997)

Menurut Astawan (1991), pembuatan susu tempe secara garis besar yaitu pengukusan tempe, penghancuran sambil ditambahkan air mendidih kemudian bubur yang dihasilkan disaring, ditambahkan gula, garam dan essense secukupnya lalu dipanaskan dan dibiarkan mendidih sebentar samabil diaduk terus lalu dimasukkan dalam botol bersih selanjutnya dipasteurisasi.

Pengukusan tempe dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim, menghentikan pertumbuhan jamur dan mengurangi bakteri kontaminan. Sebagian enzim pada bahan pangan dan mikroorganisme dapat dihancurkan pada suhu 79,4 C. Jumlah air yang ditambahkan dalam penghancuran tempe menentukan kualitas dan harga produk yang dihasilkan. Penyaringan dilakukan segera setelah menjadi bubur tempe (Fitri, 1997)

Astawan (1991) menyatakan penyaringan dilakukan dengan 2 tahap, pertama penyaringan kasar dan kedua penyaringan halus. Penyaringan bertujuan untuk mendapatkan susu tempe yang bersih dan tidak mengandung ampas karena akan mengganggu rasa dan kenampakannya. Penyaringan kasar dilakukan dengan saringan plastik biasa dan penyaringan halus dilakukan dengan kain saring.


PEMBUATAN SAOS TOMAT

SAOS TOMAT

  1. Saus Tomat

Saus tomat adalah produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang diolah dengan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan (SNI, 2004). Sedangkan menurut Tarwiyah (2001) saus tomat merupakan produk pangan yang terbuat dari pasta tomat mengandung air dalam jumlah besar tetapi mempunyai daya simpan yang panjang karena mengandung asam, gula, garam dan pengawet.

Dalam kondisi setengah basah, produk saus tomat menjadi lebih mudah rusak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengemasan agar awet dalam jangka waktu yang relatif lama serta mempermudah pendistribusiannya. Saus tomat biasanya dikemas dalam botol-botol dari bahan gelas atau plastik dan ditutup rapat. Dalam keadaan tertutup rapat, saus tomat dapat terlindung dari segala pengaruh yang berasal dari luar seperti mikroba penyebab kebusukan (Suprapti, 2000).

    Pembuatan saus dilakukan dengan cara menguapkan sebagian air buahnya sehingga diperoleh kekentalan sari buah yang diinginkan. Ke dalam pekatan sari buah tersebut ditambahkan berbagai macam bumbu untuk menyedapkan. Agar saus menjadi lebih kental, sering juga ditambahkan pati dan bahan pengental lainnya (Dwiyono, 2008)

Syarat mutu saus tomat menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1. Syarat Mutu Saus Tomat

No.

Uraian

Satuan

Persyaratan

1.

Keadaan

   

1.1

Bau

_

Normal

1.2

Rasa

_

Normal khas tomat

1.3

Warna

 

Normal

2.

Jumlah padatan terlarut

Brix, 20 oC

Min. 30

3.

Keasaman, dihitung sebagai asam asetat

% b/b

Min. 0,8

4.

Bahan tambahan makanan

   

4.1

Pengawet

 

Sesuai dengan

SNI 01-0222-1995 dan peraturan dibidang makanan yang berlaku

4.2 

Pewarna tambahan 

 

Sesuai dengan

SNI 01-0222-1995 dan peraturan dibidang makanan yang berlaku

5. 

Cemaran logam 

   

5.1 

Timbal (Pb) 

mg/kg 

Maks. 0,1 

5.2 

Tembaga (Cu) 

mg/kg 

Maks. 50,0 

5.3 

Seng (Zn) 

mg/kg

Maks. 40,0 

5.4 

Timah (Sn) 

mg/kg

Maks. 40,0* / 250,0** 

5.5 

Raksa (Hg) 

mg/kg

Maks 0,03 

6. 

Arsen (As)

mg/kg 

Maks. 0,1 

7.

Cemaran mikroba

   

7.1

Angka lempeng total

Koloni/g

Maks. 2 x 102

7.2

Kapang dan khamir

Koloni/g

Maks. 50

*Dikemas di dalam botol

**Dikemas di dalam kaleng 

Sumber: SNI 01-3546-2004

Air yang terkandung dalam saus tomat lebih kecil daripada saus sambal yaitu sekitar 89,07g. Tetapi kandungan karbohidrat saus tomat lebih tinggi dibanding saus sambal yaitu sebesar 7,18g. Protein yang terkandung dalam saus tomat yakni mencapai 1,33g (Anonymous, 2009), serta serat yang terkandung sebesar 1,4g. Selain itu, saus tomat juga kaya akan komponen mikronutrien penting lainnya seperti sodium, pottasium, kalsium, fosfor, magnesium dan vitamin C. Secara lebih lengkap, komposisi nutrisi yang terkandung dalam saus tomat per 100 gram porsi makanan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Saus Tomat

Komponen 

Satuan 

Jumlah 

Air

Gram

89,07

Karbohidrat

Gram

7,18

Protein 

Gram

1,33

Lemak 

Gram

0,17

Serat 

Gram

1,43 

Sodium 

Mg

605 

Pottasium

Mg

317

Fosfor

Mg

32

Magnesium

Mg

19

Kalsium

Mg

14

Vitamin C

Mg

13,1

Sumber: Anonymous (2009).

  1. Bahan Utama

    Tomat

    Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu produk hortikultura yang menyehatkan. Tomat, baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri dari 5-10% berat kering tanpa air dan 1 persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, sekitar 50% dari berat keringnya terdiri dari gula-gula pereduksi (terutama glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen, vitamin dan lipid. Tomat dapat digolongkan sebagai sumber vitamin C yang sangat baik (excellent) karena 100 gram tomat memenuhi 20% atau lebih dari kebutuhan vitamin C sehari. Selain itu, tomat juga merupakan sumber vitamin A yang baik (good) karena 100 gram tomat dapat menyumbangkan sekitar 10-20% dari kebutuhan vitamin A sehari (Astawan, 2008)

Menurut Suprapti (2000), tomat sebagai bahan baku saus tidak ditentukan berdasarkan jenis dan varietasnya, tetapi pemilihan tomat didasarkan atas umur (tua), tingkat kematangan, tingkat kesegaran, dan tidak diserang hama atau penyakit. Jika semua persyaratan dapat terpenuhi, kualitas produknya juga pasti baik. Untuk menjamin kulaitas produk saus sebaiknya tomat dipetik pada waktu matang di pohon (kandungan gizi dan nutrisinya maksimal).

Tomat merupakan komoditas yang cepat rusak (perishable), sehingga memerlukan penanganan yang tepat sejak dipanen. Pengolahan tomat menjadi berbagai produk pangan menjadi salah satu pilihan untuk dapat mengkonsumsi tomat dan memperoleh manfaat dari sifat fungsional tomat, salah satu bentuk olahan tomat yaitu saus tomat. Saus tomat terbuat dari pasta tomat, yaitu tomat yang dijadikan bubur kental (puree tomat). Pasta tomat adalah tomat konsentrat yang mengandung 24% atau lebih padatan terlarut tomat alami. Sifat kimia puree maupun pasta tomat diperlukan agar produk tersebut diketahui kandungan gizi dan zat alami yang ada di dalamnya (Astawan, 2008)

Tabel 3. Syarat Mutu Konsentrat Buah Tomat SNI (01-4217-1996)

 

No. 

Kriteria Uji

Satuan 

Persyaratan 

1 

Keadaan 

   

1.1 

Warna 

 

agak merah (pada pengenceran dengan air

mencapai 8 % padatan terlarut tomat alami)

1.2 

Bau 

 

Normal 

1.3 

Tekstur 

 

Normal 

1.4 

Cita Rasa 

 

rasa khas (pada pengenceran dengan air

mencapai 8 % padatan terlarut tomat alami)

1.5 

Cacat 

 

bebas dari bahan asing dan bagian tumbuhan yang lain 

2

Padatan terlarut tomat alami

   

2.1 

“Puree Tomat”

%

≥ 8 sampai < 24

2.2 

“Pasta Tomat”

%

≥ 24

3 

Bahan Tambahan Makanan

 

SNI 01-0222-1987

4 

Abu yang tidak larut dalam asam

mg/kg

maks 60

5 

Cemaran logam

   

5.1 

Timah

mg/kg

Maks 250*) dihitung sebagai Sn dari produk akhir

dalam kaleng

6 

Cemaran mikroba

   

6.1 

Cemaran mikroba

yang dapat tumbuh

pada kondisi

penyimpanan normal

    *) Produk dalam kaleng

Sumber: SNI (1996)

  1. Bahan Baku Tambahan
  2. Bahan Pengental

Untuk sari buah tomat menjadi kental diperlukan waktui pemanasan yang relatif lama, sehingga seluruh gizi yang terkandung didalamnya bisa rusak. Oleh karena itu, dalam pembuatan saus ditambahkan bahan pengental. Bahan pengental alami berasal dari hasil pertanian seperti pepaya, ubi jalar. Sedangkan bahan pengental buatan seperti CMC (carboxymethil cellulose). Kandungan CMC tidak mengandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi kesehatan (Suprapti, 2000).

  1. Bahan Pengasam

Menurut Trisnawati (1993) fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengasam digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH saus menjadi 3,8~4,4. Pada pH rendah pertumbuhan kebanyakan bakteri akan tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (1000C) dan tidak perlu dengan suhu tinggi (1210C). Asam juga bersinergi dengan asam benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba. Dalam pembuatan saus tomat digunakan bahan pengasam jenis asam sitrat. Menurut DepKes N0. 235/MenKes/Per/1997 menyatakan bahwa penggunaan zat pengasam ini yaitu 0,25% dari total pasta saus.

  1. Bahan Pengawet

Zat Pengawet adalah bahan yang ditambahkan dalam makan dengan tujuan menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir,kapang) sehingga proses pembusukan atau pengasaman atau penguraian dapat dicegah. Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan (Suprapti, 2000)

Bahan pengawet yang ditambahkan pada saus tomat yaitu natrium benzoat. Natrium benzoat merupakan garam atau ester dari asam benzoat (C6H5COOH) yang secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Natrium benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (Luthana, 2008). Menurut DepKes No.722/MenKes/Per/IX1998 menyatakan batas maksimum penambahan natrium benzoat ke dalam saus hanya 1000 ppm atau 1000 mg/kg.

  1. Garam

Garam merupakan bumbu utama dalam makanan yang menyehatkan. Tujuan penambahan garam adalah untuk menguatkan rasa bumbu yang sudah ada sebelumnya. Bentuk garam beruapa butiran kecil seperti tepung berukuran 80 mesh (178 µ), berwarna putih, dan rasanya asin. Jumlah penambahan garam tidak boleh terlalu berlebihan karena akan menutupi rasa bumbu yang lain dalam makanan. Jumlah penambahan garam dalam resep masakan biasanya berkisar antara 15%-25%. Pengukuran tepat atau tidaknya garam disesuaikan dengan selera konsumen (Suprapti, 2000).

Pada pembuatan saus tomat penambahan garam berfungsi untuk menambah cita rasa dan menjadikan adonan saus tomat lebih stabil . Selain itu, Dwiyono (2008) menambahkan bahwa garam juga berfungsi untuk mempertinggi aroma dan memperkuat adonan.

  1. Air

Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan pangan. Untuk beberapa bahan bahkan berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa. Interaksi antara air dengan komponen pangan lain pada tingkat molekuler terjadi pada ikatan antara air dengan karbohidrat, lemak, dan protein (Winarno, 1994).

Air merupakan pelarut penting dalam bahan pangan. Sebagai komponen non nutrisi, air dalam bahan pangan mempunyai efekpada sifat fisik, stabilitas, dan palabilitas serta menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Air dalam adonan saus tomat selain untuk melarutkan garam dan bumbu lain juga akan menghasilkan adonan yang homogen (Suprapti, 2000).

  1. Bumbu

Dalam pembuatan saus tomat, bumbu yang dicampurkan bersama bahan baku terdiri dari bawang putih giling, merica bubuk, kayu manis bubuk, gula pasir putih bersih yang telah dihaluskan, cabai giling, serai, lengkuas, daun jeruk, dan daun salam (Suprapti, 2000).

  1. Proses Pembuatan

    Menurut Haryoto (1998), proses pembuatan saus tomat adalah sebagai berikut:

  2. Tahap Pembuatan Bubur
    1. Pemilihan Tomat

Buah tomat yang akan digunakan dan diolah adalah buah segar yang sehat dengan tingkat kematangan yang merata dan tidak cacat.

  1. Pembersihan

Buah tomat yang telah dipilih dicuci dengan air bersih agar terbebas dari segala kotoran yang masih melekat pada buah tomat.

  1. Pemanasan Pendahuluan (Blanching)

Tujuan dari pemanasan pendahuluan yaitu untuk mengurangi jumlah mikroba pada tomat dan sekaligus menonaktifkan enzim penyebab perubahan warna.

 

  1. Penggilingan

Buah tomat yang telah di blanching, dihancurkan sampai halus dan berbentuk bubur yang lembut dengan menggunakan mesin penggiling atau blender.

  1. Penyaringan

Setelah proses penggilingan selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan bijinya sehingga diperoleh bubur tomat yang bersih.

  1. Pemasakan Saus Tomat
    1. Pendidihan

Bubur buah tomat direbus sampai mendidih dan dimasak sampai mengental.

  1. Pemberian Bumbu

Pada saat pendidihan bubur tomat ditambahkan bumbu-bumbu yang telah dihancurkan sampai halus.

  1. Pengemasan

Pengemasan adalah suatu teknik industri dan pemasaran untuk mewadahi, melindungi, mengidentifikasi, dan memfasilitasi pemasaran dan distribusi untuk produk pertanian, industri dan produk-produk konsumer (Prawirosentono, 1997).

    Syarat-syarat bahan pengemas adalah:

  1. Mempunyai kemempuan penghantaran serta penyerapan panas yang rendah.
  2. Mampu menangkal keluar masuknya uap air maupun udara.
  3. Mempunyai kemampuan mengembalikan sinar yang datang dari luar.
  4. Mampu menangkal bahan-bahan mekanis.

Pengemasan pada saus tomat menggunakan botol berbahan plastik atau gelas. Wadah pengemas dipastikan bebas dari cemaran mikroorganisme. Setelah dilakukan pengemasan ke dalam botol kemudian dilakukan proses sterilisasi untuk membunuh banyak mikroba pembusuk yang dapat merusak bahan. Selanjutnya dilakukan penyegelan berbahan plastik pada mulut botol. Proses terakhir adalah menempelkan label pada bagian luar botol.

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous.2009.Kandungan Nutrisi Saus Tomat. http://www.asiamaya.com/nutrients/saus sambal.htm/ Diakses Tanggal 01 Desember 2009

Astawan, M. 2008. Sehat Bersama Tomat.http://www.kompas.com/read/xml/2008/ Diakses tanggal 02 desember 2009

Dwiyono, 2008. Pengolahan Saus Tomat. http://ilmupangan.com/index.php/ Diakses tanggal 02 desember 2009

Haryoto .1998. Membuat Saus Tomat. Kanisius. Jakarta.

Luthana, K. 2008. Natrium Benzoat.


PROSES PEMBUATAN BIHUN

PROSES PEMBUATAN BIHUN

Jenis Bihun

Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan. Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 3 menit.

Bahan Baku Bihun

Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utamanya adalah beras, atau lebih tepat tepung beras. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah jenis beras yang baik untuk digunakan adalah beras pra misalnya beras PB (5, 36, 42), IR (26 36), Semeru, Asahan, beras Birma, beras Siram dan beras Hongkong.

Beras pra akan menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, juga memperingan kerja mesin penggiling dan pencetak bihun, sedangkan penggunaan beras pulen akan menghasilkan bihun yang lembek dan lengket.

Bahan baku tambahan yang digunakan adalah Sodium disulfit, air, tawas dan air kau-sui (untuk membuat bihun instan).

a. Sodium bisulfit

Sodium bisulfit digunakan dalam pembuatan bisulfit untuk meminimalkan jumlah mikroba dan menjaga agar warna tetap putih.

b. Air

Air bersih digunakan untuk mencuci dan merendam butir-butir keras sehingga menjadi bersih dan lunak dan mudah digiling.

c. Tawas

Tawas digunakan untuk menjernihkan air yang berasal dari sumur. Jumlah tawas yang digunakan perlu disesuaikan dengan jumlah air dan intensitas kekeruhan.

d. Air Kon-sui

Air konsui digunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kon-sui merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat, natrium karbonat, natrium tripalifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu. Contoh perbandingan yang dapat digunakan yaitu 51,8 g, natrium klorida 2,6 g, natrium karbonat 2,6 g, kalium karbonat dan 3,9 g natrium tripolifosfat yang semuanya dilarutkan dalam 1 liter air.

Pembuatan Bihun Kering (Biasa)

1. Pencurian Beras

Beras dicuci dengan air bersih dalam suatu bak cuci. Proses pencucian dilakukan sampai warna air tidak keruh lagi. Pencucian yang kurang bersih akan menyebabkan bihun berwarna suram dan kadang-kadang berbau asam, padahal warna putih merupakan warna yang disukai oleh konsumen. Setelah bersih, beras direndam selama 1 jam. Kemudian beras yang telah direndam ditiriskan kira-kira 1 – 1,5 jam. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembuatan tepung beras.

2. Penggilingan

Setelah bersih, beras digiling dengan cara basah menggunakan mesin giling. Pada saat penggilingan, ditambahkan air sedikit demi sedikit melalui sebuah pipa atau kran. Hasil penggilingan berupa cairan kental yang langsung disaring dan dialirkan ke dalam bak penampungan. Tepung yang tidak lolos saringan dikembalikan ke mesin giling. Semakin halus tepung yang digunakan, mutu bihun yang dihasilkan semakin baik. Tepung yang terbaik digunakan untuk pembuatan bihun adalah tepung dengan ukuran 100 mesh.

3. Pengepresan

Pengepresan dapat dilakukan dengan hidrolik press atau pengepresan tradisional menggunakan beton dengan bobot 1 – 2,5 kuintal yang dipasang pada sebuah bilik kayu. Pengepresan ini dilakukan selama 24 jam. Hasil pengepresan ini dilakukan selama 24 jam. Hasil pengepresan berupa cake yang masih basah dan mengandung air sekitar 40%.

4. Pemasakan Tahap Pertama

Cake hasil pengepresan kemudian dimasak sampai matang selama 1 jam. Kemasakan dilakukan dengan uap yang berasal dari boiler menggunakan tempat pemasakan berupa retort. Pada saat pengukuran agar dijaga jangan sampai tepung terlalu matang, atau masih terlalu mentah. Keduanya akan menghasilkan benang-benang bihun yang mudah patah. Disamping itu, kerja mesin pencetak bihun akan lebih kuat karena sifat tepungnya kasar.

5. Pembentukan lembaran (roll press)

Adonan yang telah masak kemudian dibentuk menjadi lembaran dengan alat roll press. Ketebalan lembaran kira-kira 0,5 cm. Pembentukan lembaran menyebabkan adonan menjadi rata, kompak dan ulet dengan kandungan air yang lebih merata.

6. Pencetakan bihun dengan ekstruder

Bahan yang sudah siap dimasukkan ke dalam pencetakan bihun. Bihun digunting setelah satu kali lipatan. Pada beberapa pabrik untuk mempermudah pencetakan bihun, dilakukan pengolesan minyak kelapa pada bagian dalam tabung agar kerja mesin tidak terlalu berat. Pada mesin pencetak bihun yang menggunakan prinsip ekstrusi, lembaran-lembaran adonan masak dilipat empat dan diekstrusi menjadi benang-benang bihun. Mesin ini (ekstruder) beroperasi dengan sistem hidrolik. Benang-benang bihun lalu diletakkan di atas rak-rak bambu sambil dilipat dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 15 cm.

7. Pemasakan tahap kedua

Bihun-tahap yang telah dicetak kemudian dimasak. Pemasakan keduanya biasanya lebih lama daripada pemasakan pertama, yaitu sekitar 1,5 jam. Hasil bihun masak kemudian dikeluarkan dari tempat pemasakan.

8. Penjemuran

Bihun yang telah dimasak lalu didinginkan. Bihun-bihun yang lengket dipisahkan secara manual, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Jika cuaca bagus dan matahari bersinar terang, penjemuran dilakukan selama 5 jam, pukul 08.00 – 13.00. Apabila cuaca buruk karena mendung atau hujan, bihun yang sudah masak ditutup dengan karung goni untuk menjaga agar bihun tetap hangat dan tidak kering dengan sendirinya. Jika dibiarkan terbuka, permukaan bihun akan kering dan mengeras, tetapi kadar airnya masih tetap tinggi. Kadar air bahan yang tinggi dan kelengasan nisbi yang tinggi memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme pada produk tersebut. Adanya pertumbuhan mikroorganisme dapat diketahui dengan adanya perubahan warna bihun dari putih menjadi kehitam-hitaman.

9. Pengemasan

Setelah kering dengan kadar air sekitar 12%, bihun siap kemas dengan plastik HDPE berkapasitas 5 kg dan 10 kg. Setelah dikemas, bihun disimpan dalam ruang penyimpanan dengan penerangan yang redup untuk mencegah kenaikan suku ruang penyimpanan.

Pembuatan Bihun Instan

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan. Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun bisa memerlukan waktu yang lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses pemasakan tahap pertama.

2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama, sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada jumlah adonan yang dimasak).

3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.

4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa.



 

 


 


PENYEBAB REAKSI MAILLARD (MAILLARD REACTION)

PENYEBAB REAKSI MAILLARD (MAILLARD REACTION)


Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. hasilnya berupa produk berwarna cokelat yang sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada pemanggangan daging, roti, menggoreng ubi jalar, singkong, dll. Reaksi Maillard yang tdak dikehendaki misalnya misalnya pada pengeringan susu, telur. Gugus amino primer biasanya terdapat pada bahan awal berupa asam amino.

Selama proses memasak, asam amino (bahan penyusun protein) dan gula dapat bereaksi melalui apa yang dikenal dengan reaksi Maillard. Reaksi ini ditemukan pertama kali oleh Maillard pada awal abad ke-20, saat ia ingin meneliti bagaimana asam-asam amino berikatan membentuk protein.


Maillard menemukan itu saat memanaskan campuran gula dan asam amino. Campuran berubah warna menjadi kecoklatan. Reaksi berlangsung dengan mudah pada suhu antara 150-260 derajat Celcius, kira-kira suhu pemanasan saat memasak. Tetapi hubungan antara reaksi Maillard dengan perubahan warna dan cita rasa makanan baru diketahui tahun 1940.

PARA prajurit di Perang Dunia II mengeluhkan serbuk telur (mereka diberi ransum telur dalam bentuk serbuk) yang berubah warna menjadi coklat dan rasanya tidak enak. Setelah diteliti, ada hubungan erat antara perubahan warna menjadi coklat dan perubahan rasa itu.

Walaupun serbuk telur disimpan di suhu ruang, konsentrasi asam amino dan gula yang tinggi memungkinkan reaksi Maillard terjadi. Sejak itu diketahui, misalnya, bahwa pada saat memasak daging, ada hubungan antara perubahan warna coklat dan perubahan cita rasanya. Kini bahkan diketahui bahwa cita rasa dan aroma daging panggang ditimbulkan tidak kurang dari 600 senyawa.

Pekerjaan kedua tim ini menyebutkan bahwa reaksi Maillard seringkali dapat menghasilkan akrilamida juga. Donald S Mottram dari University of Reading, mereaksikan asparagin (salah satu jenis asam amino) yang merupakan 40 persen asam amino dalam kentang dengan glukosa. Mereka menemukan bahkan pada suhu 100 derajat Celcius pun telah cukup untuk menghasilkan akrilamida. Jumlah akrilamida yang diproduksi akan meningkat tajam di atas 185 derajat Celcius.

Tim kedua yang diketuai oleh Richard T Stadler dari Nestle Research Center di Lausanne, Swiss, menyimpulkan hal yang sama setelah menguji 20 asam amino pada suhu tinggi. Makanan lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti gandum dan sereal, juga kaya akan asparagin dan mungkin akan bereaksi mirip bila dipanaskan.

Efek akrilamida pada manusia memang belum jelas, namun untuk tikus dan lalat buah positif menimbulkan kanker bila dikonsumsi dalam jumlah 1.000 kali diet rata-rata. WHO telah mendaftar akrilamida sebagai senyawa yang “mungkin karsinogenik bagi manusia” dan sedang mengoordinasikan riset untuk meneliti lebih jauh.

Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap berikut:

  • Aldosa (gula pereduksi) bereaksi dengan asam amino atau dengan gugus amino dari protein sehingga dihasilkan basa Schiff.
  • Perubahan terjadi menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino ketosa.
  • hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa.
  • proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara berupa metil-dikarbonil yang diikuti penguraia menghasilkan reduktor dan dikarboksil seperti metilglioksal, asetot, dan diasetil.
  • Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

Reaksi maillard berlangsung cepat pada suasana alkalis dan dalam bentuk larutan. Meskipun demikian, pada kadar air bahan 13% sudah terjadi pencokelatan. Gula nonreduksi tidak dapat melakukan reaksi Maillard selama tidak terjadi pemecahan ikatan glikosida yang dapat membebasan monoskarida dengan gugus pereduksi. Aldopentosa lebih reaktif daripada aldoheksosa. Fruktosa dalam keadaan murni tidak akan mengalami kondensasi dengan asam amino.


MIE GANYONG DAN TEPUNG TULANG IKAN

MIE GANYONG DAN TEPUNG TULANG IKAN

Pendahuluan

Masalah pangan merupakan masalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia (Undang-Undang Pangan No 7, 1996). Sebuah komentar ilmiah yang dilontarkan oleh akademisi Kenya, Mehmud Farouq (2009) dalam acara International Agricultural Symposium 2009 di Bogor, menyatakan bahwa negaranya tidak akan pernah aman jika masih terdapat kelaparan di negaranya. Ini merupakan sebuah cerminan dimana kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi suatu masyarakat.

Mengingat ketersediaan pangan merupakan sebuah hal yang sangat penting, maka pemenuhan pangan masyarakat patut menjadi hal yang sangat diutamakan dalam masa ini. Tanpa asupan pangan dan nutrisi yang sempurna maka manusia tidak akan bisa beraktifitas dengan sempurna (Ahmadi, 2002). Kurangnya asupan pangan dan gizi tentunya akan melumpuhkan semua sendi kehidupan masyarakat yang mencakup sendi sosial, politik dan pada akhirnya ekonomi.

Dalam pemenuhan pangan masyarakat memang terkendala berbagai masalah. Salah satu masalah klasik adalah kemampuan pertanian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan bangsanya. Demikian pula menurut Thomas Malthus (1945) bahwa penduduk berkembang berdasarkan deret hitung sedangkan pangan berkembang berdasarkan deret ukur. Berlandaskan teori ilmiah tersebut maka jumlah kebutuhan pangan akan selalu jauh lebih tinggi kuantitasnya dibandingkan dengan kuantitas individu yang membutuhkan. Oleh karena itu butuh sebuah kerja keras untuk memenuhi pangan masyarakat.

Pemenuhan pangan dapat diupayakan dengan cara peningkatan kuantitas hasil panen melalui penerapan pertanian secara teknis dan efisien (Gunadi, 2006). Pertanian teknis efisien tersebut meliput program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Dalam program ini tentunya pemenuhan pangan tidak dapat dilakukan secara cepat. Program ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memnuhi pangan masyarakat. Oleh karena itu, perlu digagas cara lain yakni dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang memang sudah tersedia di Indonesia.

Salah satu bahan makanan pokok yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah tanaman ganyong (Canna edulis). Hasil olahan ganyong yakni tepung ganyong dinilai cocok sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam bahan makanan sebab ganyong mudah dijumpai di berbagai daerah di Indonesia dan mengandung nutrisi yang cukup tinggi. Dalam 100 gram umbi ganyong terkandung nutrisi yakni kalori sebanyak 395 kkal, protein 1 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 22,6 gram, kalsium 21 mg, fosfor 70 mg, zat besi 20 mg, vitamin B1 0,1 mg, vitamin C 10 mg serta kadar air 75% (Aerastini, 2008). Pengunaan ganyong sebagai substitusi dalam bahan makanan seperti mi instan, juga sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi tepung terigu, di mana tepung terigu yang ada saat ini di Indonesia itu murni didapatkan dari hasil impor.

Mi merupakan bahan pangan yang sangat populer di masyarakat Indonesia. Saat ini mi dikonsumsi sebagai subsitusi maupun komplemen bahan makanan pokok dalam diet harian masyarakat (Kusnadi, 2008). Ada beragam jenis mi yang dikenal dalam masyarakat, namun yang paling populer adalah mi instan. Mi instan menjadi terkenal di masyarakat karena cara penyajian yang mudah dan cepat. Akan tetapi, nilai gizi dari mi instan dan mi yang beredar dalam pasaran tergolong rendah seperti yang dapat dilihat di tabel 1.

Tabel Kandungan Gizi dan Energi Mi Instan per saji


Dari data di atas, dapat diketahui bahwa kandungan kalsium sangat sedikit dalam mi instan. Tercatat, kalsium hanya memenuhi 2% dari kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh, hal ini dapat berdampak negatif yakni menyebabkan timbulnya salah satu penyakit degeneratif karena defisiensi kalsium yakni osteoporosis.

Perkembangan osteoporosis saat ini sudah dalam tarap menghawatirkan. Diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis (World Health Organization, 2008). Di Indonesia, penderita osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional, 2009) dan Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) dan lebih mengkhawatirkan, dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (Departemen Kesehatan, 2006)

Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China. Diperkirakan angka ini akan semakin besar mengingat konsumsi hasil dari peternakan seperti susu, daging dan telur yang sejatinya merupakan sumber utama kalsium di Indonesia menurut World Health Organization, masih sangat kurang di banding dengan konsumsi bahan makanan tersebut di negara-negara lain.

Tabel Presentase konsumsi bahan makanan sumber utama kalsium di ASEAN


Dari data diatas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih sangat kurang pemenuhan zat pencegah osteoporosis yakni kalsium. Ini dapat dimaklumi mengingat harga telur, daging bahkan susu sulit dijangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain dalam pemenuhan kebutuhan kalsium tubuh. Salah satu alternatif efektif yang patut dikembangkan adalah potensi olahan dari tulang. Potensi tulang sampai saat ini memang belum dapat dioptimalkan di Indonesia. Produk olahan tulang ikan hanya digunakan sebatas pada pemenuhan pakan ternak saja belum merambah di bidang pangan. Padahal sebagai negara yang beriklim tropis, Indonesia banyak sekali dihasilkan berbagai macam produk olahan tulang yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber kalsium utama yang lebih terjangkau ketimbang sumber kalsium lain.

Banyak pengolahan produk perikanan di Indonesia yang menghasilkan hasil samping berupa tulang ikan. Menurut Ari Purbayanto (2009) presentase hasil sampingan tulang ikan hasil pemisahan dengan daging pada mesin pemisah daging-tulang ikan mencapai 13%. Salah satu jenis olahan tulang yang jarang dimanfaatkan adalah tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan adalah hasil penggilingan tulang ikan yang telah diekstrak gelatinnya. Tepung tulang ikan mengandung kadar kalsium dan fosfor yang cukup tinggi sehingga bila ditambahkan ke dalam mi dapat menambah kadar gizi dalam mi. Tepung tulang ikan sangat potensial untuk dijadikan bahan komplemen karena mudah didapatkan dan murah dalam pengolahannya.

Tulang ikan yang merupakan bahan dasar tepung tulang ikan bisa diperoleh dari pabrik-pabrik pengolahan ikan atau dari rumah-rumah makan (Purbayanto, 2009). Tulang ikan bisa diperoleh dengan harga yang murah dan jumlah yang berlimpah sebab tulang ikan merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan ikan oleh mesin pemisah tulang ikan yang diciptakan CV. SURITECH. Tercatat, dalam 100 gram tepung tulang ikan terdapat 735 mg kalsium, 9,2 gram protein, 44 mg lemak, phospor 345 mg, zat besi 78 mg, 24,5 gram abu, karbohidrat 0,1 mg dan mineral lainnya (Syahroni, 2008). Dengan adanya kalsium dan fosfor dalam jumlah mencukupi, maka penyakit degeneratif karena kekurangan kalsium dan fosfor yakni osteoporosis dapat dicegah.

Dengan adanya uraian di atas maka dibutuhkan sebuah inovasi baru bahan makan berbentuk mi instan yang menggunakan bahan baku dasar lokal sekaligus memiliki kandungan gizi tinggi, khususnya kalsium guna mencegah osteoporosis. Penambahan tepung tulang ikan yang disertai substitusi parsial tepung ganyong sebagai bahan baku utama dalam mi akan memberikan banyak dampak positif. Selain bertambahnya nilai gizi khususnya kalsium yang mencegah osteoporosisi, dengan harga yang relatif terjangkau diharapkan juga akan menjadi suatu nilai tambah dalam mendukung program diversifikasi pangan di samping mengurangi impor Indonesia terhadap tepung terigu. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengkajian terhadap teknik produksi dan pemasaran terhadap produk mi dengan bahan tambahan tepung tulang ikan dan bahan substitusi tepung ganyong yang selanjutnya disebut “Mi Canones ” (Mi Canna-Bones).

Ganyong

Ganyong (Canna edulis Kerr) adalah tanaman herba yang berasal dari Amerika Selatan. Umbi mudanya di Amerika Selatan dimakan sebagai sayuran, dan kadang digunakan sebagai pencuci mulut (Maharani, 2007). Rhizoma atau umbinya bila sudah dewasa dapat dimakan dengan mengolahnya lebih dahulu, atau untuk diambil patinya (Aeriastini dkk, 1989). Tanaman ganyong pada saat musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya. Warna batang, daun dan pelepahnya tergantung pada varietasnya. Begitu pula warna sisik umbinya. Tingginya 0,9-1,8 meter. Sedang apabila diukur secara lurus panjangnya dapat mencapai 3 meter. Daunnya lebar, dibagian tengan tulangn daunnya menebal. Bunganya berwarna merah jingga.

Umbi ganyong kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain. Walaupun masih lebih rendah daripada singkong, tetapi karbohidrat ganyong lebih tinggi dibanding dengan kentang, begitu juga denngan kandungan mineral, kalsium dan zat besinya. Dengan demikian ganyong merupakan bahan yang tepat bila digunakan sebagai diversifikasi pangan. Salah satu aplikasi penggunaan ganyong adalah untuk produksi pati. Pati ganyong sangat kaya akan karbohidrat (Aerastini, 1989). Kandungan pati ganyong dapat diketahui di tabel 3.


Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Dep. Kesehatan RI 1999

Dari tabel diatas didapatkan data bahwa tepung ganyong sangat potensial apabila dikembangkan menjadi salah satu bahan makanan pokok. Ini juga akan mendukung program diversifikasi pangan yang sedang digalakkan pemerintah. Selain itu ukuran diameter molekul pati ganyong hampir sama dengan ukuran diameter gula sederhana, sehingga sangat tepat ganyong di gunakan sebagai makan bagi orang sakit atau dalam keadaan ekstrem. (Aerastini , 1989).

Tepung Tulang Ikan

Tepung tulang adalah bahan hasil penggilingan tulang telah diekstrak gelatinnya. Produk ini digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber mineral (terutama kalsium dan fosfor) dan sedikit asam amino. Pembuatan tepung tulang juga merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan.

Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan yang terdapat pada manusia (wiwiek, 2009). Ada sekitar 50 penyakit degeneratif, diantaranya penyakit jantung, diabetes, stroke dan osteoporosis (wikipedia.com, 2009). Selain itu menurut Collen (2007) penyakit degerneratif merupakan penyakit yang diakibatkan oleh unsur-unsur radikal yang masuk kesel-sel tubuh manusia. Penyakit ini bersifat menahun yang bisayanya dimulai dari umur 40 an. Namun dengan semakin mundurnya kualitas makanan maka sekarang sudah banyak remaja yang menerita penyakit degeneratif.

Penyakit degeneratif lebih disebabkan karena pola hidup masyarakat masa kini yang lebih menghendaki hidup praktis dan cepat. Dalam hal makanan, masyarakat lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji ketimbang makanan yang perlo pengolahan dalam jangka waktu lama. Pola hidup manusia zaman sekarang, mengakibatkan berbagai macam penyakit degeneratif menjamur bukan hanya di negara maju tetapi di negara berkembang seperti di Indonesia (Suwiryo, 2001).

Osteoporosis

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita . Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.

Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.

Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Pencegahan osteoporosi meliputi:

1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup

2. Melakukan olah raga dengan beban

3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

4. Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.

Proses Produksi Mi Canones

Secara garis besar output produksi Mi Canones dapat menghasilkan jenis-jenis Mi Canones mentah (fresh /raw noodle), Mi Canones basah (wet noodle), Mi Canones kering (dry noodle) dan Mi Canones instan (instant noodle). Pengolahan tepung ganyong dan tepung tulang ikan ke tiga jenis pertama (mi mentah, basah, dan kering) relatif mudah dan dapat diproduksi dalam skala rumah tangga karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Dalam bagian pertama Mi Canones merupakan mie basah. Untuk memperoleh Mi Canones kering dapat diperoleh dengan cara menjemur Mi Canones basah dan dapat disimpan lebih lama.

Dalam perkembangannya Mi Canones basah dapat dikembangkan menjadi Mi Canones instan. Mi Canones instan diproduksi dalam skala industri besar karena memerlukan peralatan yang canggih untuk membentuk gelombang-gelombang tali mi. Setelah terbentuk Mi Canones mentah dilanjutkan dengan pemasakan dengan uap, penggorengan dan pengeringan. Pembuatan produk mi instan ini dikerjakan dalam waktu yang singkat karena menggunakan alat-alat canggih.

Bahan Produksi

Bahan mie: Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan Mi Canones adalah tepung ganyong dan garam. Selain bahan baku utama, dalam pembuatan mi dapat digunakan bahan komplemen penting lain yakni tepung tulang ikan untuk meningkatkan nilai gizi khususnya fosfor, kalsium dan protein. Serta digunakan air untuk mencapur adonan mentah mi Canones.

Bahan bumbu: bumbu di Mi Canones tanpa menggunakan penguat rasa, pemanis buatan, tetapi menggunakan bahan-bahan alami seperti bawang merah, bawang putih, garam, gula dan cabai.

Peralatan

  • Panci
  • Kompor
  • Ayakan
  • Kuas
  • Alat pencetak mi
  • Alat penepung ganyong
  • Alat penepung tulang ikan
  • Baskom /wadah plastik

Formula

Untuk memudahkan pengembangan resep sesuai jumlah mi yang akan diproduksi, maka bahan-bahan dalam formula dinyatakan dalam persen terhadap jumlah tepung. Formula dasar Mi Canones adalah :

ü Tepung ganyong 60 %

ü Tepung tulang ikan 30 %

ü Tepung terigu 10 %

ü Garam 1 %

Bahan diatas merupakan bahan adonan lalu ditambah Air ± 30 % dari adonan.

Jadi jika jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan mi sebanyak 1 kg (1000 gr), maka resepnya dapat ditepung tulang ikan sebagai berikut :

ü Tepung ganyong 600 gr

ü Tulang ikan 300 gr

ü Tepung terigu

ü Air 250 ml

ü Garam 10 gr

Teknik Pengolahan Tepung Tulang Ikan

ü Tulang direndam agar struktur tulang menjadi empuk dan dibersihkan dari kotoran yang ada,

ü Tulang dikelurakan dari wadah perendaman, kemudian dijemur sampai kering.

ü Setelah itu pengeringan tulang dilanjutkan dengan menggunakan alat pengering agar kadar air bisa mencapai di bawah 5%. Pengeringan dapat dilakukan sampai suhu 1000

ü Tulang yang telah kering ini selanjutnya digiling sampai kehalusan 80 mesh.

Teknik Pengolahan Mi Canones

ü Bahan-bahan disiapkan dan ditimbang sesuai kebutuhan dalam formulasi (resep) untuk memudahkan penanganan formula didasarkan pada total tepung 1000 gram

ü Semua bahan kering (tepung ganyong dan tepung tulang ikan) dicampur rata dalam wadah /baskom) sedangkan garam dilarutkan dalam air.

ü Buat lekukan (sumur) ditengah-tengah tepung dalam wadah dan isi dengan telur, air dan bahan cair lainnya.

ü Campur semua bahan secara perlahan-lahan dalam skala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau sendok sampai semua bahan tercampur sempurna dan terbentuk adonan sedangkan dalam skala besar pencampuran menggunakan alat pencampur adonan khusus.

ü Adonan dikeluarkan dari baskom/wadah lalu “diadoni” atau “diuleni” dengan tangan sampai terbentuk adonan yang kalis/sempurna. Jika proses dilakukan dalam skala kecil pengadonan dapat dilakukan dengan menekan-nekan adonan di atas meja menggunakan kayu. Dalam skala besar adonan yang keluar dari mesin pengaduk dapat langsung di masukkan ke pencetak mi Canones.

ü Adonan kalis dibulatkan, ditutup plastik dan didiamkan ± 30 menit, lalu diadoni lagi ± 5 menit.

ü Adonan dipotong-potong atau dibagi – bagi menjadi ± 100 gram, dibentuk bulat dan dipipihkan dengan roll kayu sampai ketebalan ± 1,5 cm.

ü Lembaran adonan ditipiskan dengan alat pembuat mi Canones.

ü Lembaran adonan dipotong dengan alat pembuat mi membentuk tali-tali mi. Sampai tahap ini, mi yang dihasilkan adalah mi mentah (raw/fresh noodle) yang siap diolah menjadi bermacam-macam masakan yang diinginkan.

ü Untuk mendapatkan mi basah (boilled/wet noodle), mi mentah direbus dalam air mendidih sambil diaduk perlahan-lahan selama sekitar 3 menit. Mi diangkat dan didinginkan dengan cara mencuci di bawah air mengalir sampai air cucian jernih, lalu diolesi minyak goreng supaya tali-tali mi tidak lengket.

ü Untuk mendapatkan mi kering, mi mentah dikeringkan dengan cara penjemuran atau diangin-anginkan atau juga dikeringkan dalam oven pada suhu ± 50oC.

ü Untuk mendapatkan mi instant, mi basah dikukus (team) lalu digoreng atau dikeringkan dengan penjemuran atau dengan cara dioven dalam oven khusus.

Aspek Efektifitas

Mi Canones menggunakan ganyong (Canna edulis) sebagai bahan baku yang berasal dari sumber daya alam lokal yang sudah tersedia di Indonesia. Ini memberikan dampak positif dalam keseimbangan neraca perdagangan Indonesia, Karena, sampai saat ini para produsen mi instan Indonesia masing menggunakan tepung terigu yang sejatinya Indonesia masih mengimpor dari luar negeri. Dengan penggunaan ganyong sebagai bahan baku diharapkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap terigu akan semakin berkurang.

Selain itu penggunaan ganoyong sebagai bahan baku pembuatan Mi Canones akan menambah alternatif lain yang efektif dalam hal penyediaan bahan pangan untuk menggalakkan program diversifikasi pangan yang sedang diusung oleh Departemen Pertanian Indonesia. Diharapkan dengan penggunaan ganyong maka angka ketergantungan terhadap beras akan semakin menurun dan cita-cita untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat terwujud.

Penggunaan ganyong sebagai alternatif bahan pangan pokok dinilai efektif karena tanaman ganyong sangat mudah untuk dibudidayakan. Ganyong dapat tumbuh di segala macam ketinggian tempat. Ganyong juga tidak membutuhkan banyak perawatan untuk tumbuh dan produktif.

Saat ini perkebunan ganyong banyak terdapat di Bogor, Sukabumi Dieng, Magelang, Malang dan Kuningan (Mudatsir, 2009). Departemen Agronomi dan Holtikultura (AGH) IPB telah mengembangkan tanaman ganyong di lahan praktikum perkebunan secara intensif. Menurut analisa (Aini, 2009) dengan semakin tingginya permintaan masyarakat untuk tepung ganyong di perkirakan perkebunan ganyong secara intensif akan makin banyak dibuka.

Sebagai bahan komplementer, ditambahkan tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan yang digunakan yakni hasil sampingan dari penggunaan mesin pemisah tulang ikan yang dikembangkan oleh CV. SURITECH. Penggunaan hasil sampingan yang sejatinya terbuang ini merupakan sebuah langkah memanfaatkan bahan sampingan menjadi bermanfaat. Tentunya ini akan meningkatkan nilai ekonomis dari tulang ikan. Sebagai bahan yang merupakan sumber utama kalsium maka tepung tulang ikan dapat meningkatkan nilai gizi mi instan dalam hal peningkatan kalsium sebagai zat gizi yang mencegah osteoporosis.

Dalam proses pembuatannya Mi Canones tidak membutuhkan banyak sumber daya. Sebagian besar prosesnya sama dengan proses membuat mi pada umunya. Oleh karena itu usaha membuat Mi Canones akan sangat cocok untuk unit usaha kecil yang sedang dikembangakan oleh pemerintah Indonesia.

Aspek Gizi dan Kesehatan

Selain karena alasan di atas, dari segi kandungan gizi dan aspek kesehatan, ganyong dipilih sebagai bahan pokok Mi Canones karena zat gizi yang terkandung didalamnya tidak kalah dengan zat gizi bahan pangan pokok lainnya. Aerastini (1989) mengatakan bahwa tepung ganyong mempunyai diameter molekul yang sangat halus dan sangat cocok untuk orang yang membutuhkan makanan cepat diserap oleh tubuh seperti orang sakit dan manula.

Hasil pengolahan ganyong dan tepung tulang ikan menghasilkan Mi Canones dengan kandungan gizi sebagai berikut:

Tabel 1. Kandungan gizi Mi Canones per takaran saji


Hasil uji dari Departemen Gizi Masyarakat (2009)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa Mi Canones pertakaran saji menghasilkan energi sebesar 397 kkal, lebih besar dari energi yang dihasilkan mi instan yang ada di pasaran yakni 345 kkal. Dari segi kandungan kalsium Mi Canones memenuhi kalsium sebanyak 88 % kebutuhan kalsium tubuh dengan asumsi kebutuhan kalsium adalah usia 18-75 tahun adalah 1000 gram. Dengan mengkonsumsi Mi Canones diharapkan kebutuhan kalsium dapat tercukupi tanpa harus mengkonsumsi suplemen penambah kalsium lainnya.

Keunggulan lain dari Mi Canones adalah tidak menggunakan bahan-bahan aditif kimia yang berbahaya bagi tubuh. Semua bumbu Mi Canones didapatkan dari pengolahan alami. Ini merupakan perwujudan dari sebuah harapan yang diinginkan oleh konsumen dimana bahan makanan yang mereka konsumsi tidak mengandung bahan-bahan berbahay bagi tubuh.

Dengan berbagai macam aspek positif yang terdapat dalam Mi Canones maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Mi Canones merupakan alternatif yang efektif dalam hal inovasi mi enak, mengunakan bahan pangan lokal dan mencegah osteoporosis namun tetap dengan harga terjangkau.

Aspek Daya Terima

Mi instan merupakan bahan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya orang yang mengkonsumsi mi instan. Data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa saat ini setiah hari terdapat sekitar 12 juta orang yang mengkonsumsi mi instan. Oleh karen itu Mi Canones dengan rasa dan wujud yang tidak terlalu berbeda dengan mi instan biasa memiliki peluang besar dalam masuk ke dalam pasar mi instan dan diterima oleh konsumen.

Selain itu masyarakat saat ini mendambakan pola hidup yang sehat. Masyarakat mulai sadar bahwa sakit yang mereka derita banyak diakibatkan oleh makanan yang mereka konsumsi. Oleh karena itu mereka akan lebih memilih bahan makanan yang aman bagi tubuh bahkan dapat menjadi bahan pangan fungsional yang menyehatkan tubuh mereka. Mi Canones yang murni menggunakan bahan alami tentunya merupakan jawaban atas apa yang didambakan oleh masyarakat. Oleh karena itu Mi Canones dapat menjadi alternatif yang terbaik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang mendambakan bahan makanan berbentuk mi yang enak, sehat, menggunakan bahan-bahan alami namun tetap dengan harga terjangkau.

Penutup

Dari penjabaran di bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa dari pengolahan ganyong (Canna edulis) sebagai bahan baku utama dan tepung tulang ikan sebagai bahan komplementer, dihasilkan Mi Canones (Canna and Bones) merupakan sebuah inovasi bahan pangan dalam bentuk mi yang dapat mencegah osteoporosis, enak, menggunakan bahan baku pangan lokal namun tetap dengan harga terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin et. al. 2003. Pembuatan Mie Kering dengan Fortifikasi Tulang Rawan Ayam Pedanging. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Fauzi, A. M. et al. 2008. Agenda Riset Bidang Pangan 2009-2012. Institut Pertanian Bogor

Maulida, Nurul. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Sebagai Suplemen Dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, T.R. 2008. Pembahasan Agenda Riset Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Pakpahan, Agus. 2008. Ketahanan Pangan Nasionalisme dan Ketahanan Budaya. Institut Pertanian Bogor.

Sa’id, Gumbira. 1998. Peluang Paska Krisis. PenelitiPengembanpan Agrobisnis dan Agrotndustri Bwkeaniutan, kerjasama antara MMA-IPBdan MUIPB.

Sunarti T. C. Et Al. 2008. Pemanfaatan Pati Umbi Minor Indonesia Sebagai Bahan Baku Maltodekstrin. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB.

Aeriastini,J,J dkk.1978.Bertanam Umbi-umbian.Jakarta:Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Ahmadi,2002.Pangan Sumber Energi Negara.Bandung:Institut Teknologi Bandung

Aeristini,J,J.2008.Potensial Umbi Ganyong.Jakarta:Lembaga Biologi Nasional-LIPI

Anonim.2001.Pengolahan dan Eksplorasi Tepung Tulang.Artikel Ilmiah

Aminudi.2003.Kalau Mau Jualan Kamu Laku:Pemasaran Dahsyat.Bandung:Mahatma Press

Craswell.E.T.Mineral Nutrient Disordes of Roots Crops in The South Pacific.New York: The McGraw-Hill

Campbell.2001.Biology Life Science.Jakarta:Erlangga

Hallauer,A.R.1988.Good Food for Good Life. Florida:CRC Press.

Dumas,Prasetya.1999.Ganyong dan Budidayanya.Bogor:Lembaga Ilmu Pengerahuan Indonesia Bogor

Dinas Pertanian.2006.Data Konsumsi Umbi-Umbian di Indonesia.Jakarta:Dinas Pendidikan

Indiana Team,2003.Explore Your Bussines be Giant.Jurnal Bisnis

Maharani.2007.Makanan Sehat.Jakarta:Penebar Swadaya

Maridjan.1995.Protein Nabati dalam Umbi.Artikel Dalam Foodreview.Himagizi.Institut Pertania Bogor.Halaman 4-6

Mangunwidjaja.1994.Teknologi Bioproses.Jakarta:Penebar Swadaya

New,Mark.1977. Jendela Iptek.Jakarta:Balai Pustaka

Purbayanto,Ari.2008.Penggunaan Mesin Pemisah Tulang Ikan CV SURITECH.Bogor.IPB Press

Sastraparadja,Setiaji,dkk.1988.Root and Tuber Crops.Bandung:Pustaka Ilmu

Syahroni,2009.Ganyong dan Manfaat Bagi Tubuh.Bogor:IPB Press

Sari,Wahyu.2009.Komoditi Khas Bogor.Bogor:IPB Press

Terry,E.R.1976.Tropical Root Crops San Fransisco:Escending

Tempo Group.2006.Analisis Data Tempo 2006.Jakarta:Tempo Press

Vasal, S.K. 2001. High Quality Protein Corn. In Specialty Corns (Second edition).San Fransisco

Wardhana.2007.Khasiat Umbi Ganyong.Artikel.Jurnal IPB.Life Sciensi.Plant

Wardlaw, G.M. 1999. Protein In Perspectives in nutrition.New York:The McGraw-Hill


SUSU TEMPE

SUSU TEMPE

Susu tempe mulai marak di bicarakan sebagai alternative penganti susu sapi, bahkan di klaim lebih sehat di bandingkan pendahulunnya _ susu kedelai . Benarkah demikian ?

Hebohnya berita tentang susu formula yang mengandung bakteri hingga kini masih menimbulkan kegelisahan bagi para orang tua . Apabila ada banyak kasusu anak yang mengalami diare akibat alergi terhadap susu sapi . Hal ini mendorong banyak orang tua yang banting setir dengan memberikan anak mereka susu kedelai sebagai penganti susu sapi .

Kini ada pendatang baru di dunia persusuan, yakni susu tempe. Susu tempe tak hanya di tujukan bagi anak – anak, tapi juga untuk orang dewasa . Minuman fungsional yang terbuat dari sari tempe ini konon memiliki banyak manfaat sehat, mulai dari mengobati diare hingga menurunkan kolesterol Yuk, kita kenalan sama susu tempe .

Sekilas Tentang Tempe

Siapa tak kenal tempe ? Makanan tradisional yang menjadi lauk khas di Indonesia ini memang sangat terkenal sejak berabat – abad yang lalu, terutama bagi masyarakat Jawa . Konon, rujukan tentangtempe di temukan tahun 1875, bahkan di sebut – sebut dalam Serat Centini dan buku History of Java karangan Stanfor Raffles.

Tempe di buat melalui proses fermentasi terhadap biji kedelai atau bahan lainnya dengan mengunakan kapang Rhizopus sp. Yang juga di kenal sebagai “ragi tempe” . makanan yang popularitasnya sudah mendunia ini merupakan sumber protein nabati, vitamin ( terutama vit B kompleks, mineral, ( besi, kalsium ), dan asam amino esensial yang memang sudah terkandung dalam kedelai sebagai bahan pokoknya . Tempe juga kaya akan serat, sementara kandungan lemak serta kolesterolnya rendah .

Tempe mempunyai mutu dan nilai gizi lebih tinggi di bandingkan kedelai murni. Kandungan asam amino tempe lebih tinggi 24 kali lipat di bandingkan kedelai. Kandunga serat, vitamin B acompleks terutama vitamin B12, efesiensi protein dan nilai asam lemak sehatnya juga lebih baik daripada kedelai.

Ini karena enzim pencernaan yang menghasilkan oleh kapang yang tumbuh dalam proses fermentasi saat pembuatan tempe, akan memecah senyawa – senyawa kompleks ( protein, lemak, dan karbohidrat ) yang terkandung dalam kedelai menjadi senyawa sederhana. Hal ini membuat tempe menjadi lebih mudah di cerna, diserap, dan di manfaatkan nutrisinya oleh tubuh di bandingkan dengan zat gizi dalam kedelai.

Tempe sering di gunakan sebagai penganti daging oleh kaum vegetarian. Vitamin B12 umumnya terkandung dalam pangan hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati, termasuk kedelai. Namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe mnejadi satu – satunnya

Keunggulan susu tempe di bandingkan dengan susu kedelai adalah susu tempe – sama dengan tempe sebagai bahan bakunya-mengandung vitamin B12. Sementara susu kedelai tidak mengandungvitamin B12 sehingga tidak dapat mengantikan susu sapi secara utuh. Kandungan mineral susu kedelai, terutama kalsium, juga lebih sedikit daripada susu sapi. Sedangkan susu tempe lebih kaya akan kalsium.

Hasil penelitian yang di lakukan department Gizi Masyarkat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, menunjukkan bahwa pemberian tempe dalam bentuk (susu) bubuk dapat membantu penyembuhan diare pada anak – anak berusia 2-5 tahun. Pemberian susu tempe selama 2 hari pada anak yang menderita diare terbukti mampu mengurangi frekuensi diare .

Tempe bersifat anti biotic terhadap kuman penyebab diare. Proses fermentasi penyebabnya tempe mengandung prebiotik yang bermanfaat menyeimbangkan flora normal usus dan memperbaiki penyerapan air dan elektrolit. Selain itu, tempe sangat mudah di cerna, sehingga sangat baik untuk orang yang terkena gangguan pencernaan seperti diare.

Penelitian lainnya terhadap bayi dan balita penderita gizi buruk dan diare kronis, membuktikan bahwa dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan anak penderita gizi buruk meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Ini karena pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu serat makanan tak dapat dicerna yang menjadi penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung).

Menurut penelitian Mulus Gumilar dan Rr Nur Fauziah yang di publikasikan dalam Simposium Nasional ke-6 kementerian kesehatan RI, konsumsi susu tempe selama lima hari oleh penderita hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi), terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah .

Ini karena kandungan asam lemak PUFA (polyunsaturated fatty acids), serat dan niasin dalam tempe yang berperan mengurangi kadar LDL alias kolesterol ”jahat” . Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, terjadinnya peningkatan kadar asam lemak tak jenuh (PUFA) yang bermanfaat menurunkan kadar kolesterol darah. Kandungan niasin tempe yang cukup tinggi berperan menekan aktifitas enzim lipoprotein lipase, sehingga produksi VLDL ( very low density lipoprotein ) di hati menurun . Kondisi ini akan menyebabkan penurunan kadar kolesterol total , LDL, dan trigliserida.

Senyawa dalam tempe juga menghambat aktivitas HMG – CoA-reduktase, enzim pembentuk kolesterol. Tempe juga mengandung samponin, yang terbukti memiliki efek menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, sekaligus meningkatkan kadar HDL, alias ”kolesterol baik”.


Proses Pembuatan Margarin

Proses Pembuatan Margarin

Margarin dapat dibuat dari lemak hewani, yakni salah satunya diproduksi dari lemak beef yang disebut oleo-margarine. Margarin sedikitnya mengandung 80% lemak dari total beratnya. Sisanya (kurang lebih 17-18%) terdiri dari turunan susu skim, air, atau protein kedelai cair. Dan sisanya 1-3% merupakan garam, yang ditambahkan sebagai flavor.

Proses Pembuatan

1. Tahap Netralisasi

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.

2. Tahap Bleaching (pemucatan)

Pemucatan ialah suatu proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti bleaching earth (tanah pemucat), dan karbon aktif. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak misalnya peroksida. (Ketaren,1986).

3. Tahap Hidrogenasi

Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.

Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam proses hidrogenasi minyak

4. Tahap Emulsifikasi

Proses Emulsifikasi ini bertujuan untuk mengemulsikan minyak dengan cara penambahan emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80oC dengan tekanan 1 atm. Terdapat dua tahap pada proses Emulsifikasi yaitu

a. Proses pencampuran emulsifier fase minyak

Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air minyak terutama dalam penyimpanan. Emulsifier ini contohnya Lechitin sedangkan penambahan b- karoten pada margarine sebagai zat warna serta vitamin A dan D untuk menambah gizi.

b. Proses pencampuran emulsifier fase cair

Emulsifier fase cair merupakan bahan tambahan yang tidak larut dalam minyak. Bahan tambahan ini dicampurkan ke dalam air yang akan dipakai untuk membuat emulsi dengan minyak. Emulsifier fase cair ini adalah : · garam untuk memberikan rasa asin TBHQ sebagai bahan anti oksidan yang mencegah teroksidasinya minyak yang mengakibatkan minyak menjadi rusak dan berbau tengik · Natrium Benzoat sebagai bahan pengawet (Bailey’s,1950). Vitamin A dan D akan bertambah dalam minyak. Selain itu minyak akan berbentuk emulsi dengan air dan membentuk margarin. Beberapa bahan tambahan seperti garam, anti oksidan dan Natrium benzoat juga akan teremulsi dalam margarin dalam bentuk emulsifier fase cair. (Bailey’s,1950).

Tabel 1. Jenis emulsifier yang diijinkan untuk pembuatan margarin

Sejarah Margarin

Pada tahun 1813, di sebuah lab kimia, seorang ilmuwan Prancis Michel Eugene Chevreul menemukan sejenis asam lemak yang dia sebut acide margaruite. Karena wujudnya yang berupa endapan berkilauan seperti mutiara, makanya dia menamainya sesuai kata Yunani margarites, yang berarti “pearly – seperti mutiara.” Tapi Kaisar Napoleon III menginginkan pengganti margarin dengan harga lebih murah. Maka dia mengadakan sayembara, disediakan hadiah bagi siapa saja yang bisa menciptakan pengganti yang sepadan tapi lebih murah. Masuklah ahli kimia Prancis Hippolyte Mège-Mouriès. Pada tahun 1869, Mège-Mouriès menyempurnakan dan mematenkan sebuah campuran lemak sapi dan susu yang menghasilkan substitusi dari margarin, karenanya dia pun memenangkan hadiah dari sang Kaisar. Hore.

Masih jauh. Produk baru yang diberi nama “oleomargarine” itu sulit dipasarkan. Pada tahun 1871, Mège-Mouriès mendemonstrasikan prosesnya bagi perusahaan Belanda yang mengembangkan metodenya dan membantunya dalam memasarkan margarin. Pengusaha-pengusaha Belanda ini menyadari bahwa jika margarin bakal menggantikan butter maka ia harus kelihatan seperti butter, dan mereka pun mulai mewarnai margarin, yang aslinya putih, menjadi kuning butter.

Sayangnya Mège-Mouriès tidak diperlakukan istimewa atas penemuannya itu. Dia bahkan meninggal dalam keadaan miskin pada tahun 1880. Perusahaan Belanda yang mengembangkan resepnya pun bekerja cukup baik bagi perusahaan itu sendiri, yang mana, Jurgens, akhirnya menjadi perusahaan pembuat margarin dan sabun terekenal di dunia yang kemudian menjadi bagian dari Unilever.

Perusahaan susu bereaksi terhadap popularitas dadakan margarin. Mereka lebih dari sekedar jengkel, seperti yang bisa diduga. Mereka meyakinkan legislator untuk mengenakan pajak terhadap margarin hingga dua sen per pound. Para peternak susu juga berhasil melobi pelarangan penggunaan pewarna kuning dalam pembuatan margarin. Pada 1900, butter berwarna pun di-ban di 30 negara bagian AS. Banyak negara bahkan mengambil langkah yang lebih ekstrim untuk menjauhkan pelanggan dari margarin – mereka membuat margarin berwarna pink.

Di Kanada, sempat diadakan kampanye pemerintah anti-margarin. Dari tahun 1886 sampai 1948, hukum Kanada melarang keberadaan margarin. Satu-satunya pengecualian terhadap peraturan ini muncul pada 1917 dan 1923, ketika Perang Dunia I dengan cepat menghabiskan persediaan butter, sehingga pemerintah harus mengandalkan margarin.

Namun demikian margarin masih belum bisa bernafas dengan lega. Pelobian yang solid dari Quebec yang membuat peraturan melawan pewarnaan margarin bertahan hingga 2008 kemarin.

Saat pelarangan pewarnaan margarin menyebar pada abad ke-20, produsen-produsen margarin menerima keputusan itu dengan sportif. Tapi sekarang saat kita membeli margarin, kita juga dapat bungkusan berisi pewarnan makanan yang bisa dicampurkan ke margarin dengan tangan, seperti adonan.

Tak dinyana, gerakan makanan murni di tahun 1920an membantu melahirkan butter alami dan mengangkat status margarin lebih tinggi. Di tahun 1923, Kongres Amerika Serikat mengesahkan hukum pengesahan/melegalkan bahan-bahan tambahan pada butter, termasuk bahan tambahan khusus yang bisa membuat butter lebih mudah dioleskan. Karena seperti yang para penggemar roti panggang ketahui, margarin lebih mudah rata saat dioleskan di roti.

Margarin juga mendapat kredit dari Perang Dunia II. Ketika kekurangan butter di masa perang memaksa orang menggunakan margarin, mereka menyadari bahwa produk yang sudah dikembangkan itu ternyata tak buruk juga.

Di tahun 1950, pemerintah AS mencabut pajak margarin yang mahal, dan pasar melanjutkan pertumbuhannya saat negara-negara bagian menarik pelarangan mereka pada margarin berwarna. Negara bagian terakhir yang mencabut pelarangan itu adalah Wisconsin, yang notabene Dairyland alias negara penghasil susu terbesar di Amerika, yang tidak mengijinkan margarin berwarna sampai tahun 1967.


SERBA-SERBI PEMBUATAN DAN KANDUNGAN KECAP

SERBA-SERBI PEMBUATAN DAN KANDUNGAN KECAP

Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut.

Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa asin dan dapat mempersedap rasa masakan. Bahan baku kecap adalah kedelai atau ikan rucah. Yang paling banyak diolah menjadi kecap adalah kedelai.

Kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat kehitaman, serta memiliki rasa dan aroma yang khas.

Kecap adalah cairan kental yang banyak mengandung protein diperoleh dari rebusan yang telah diragikan (difermentasi ) dan di tambah dengan gula, garam, dan bumbu-bumbu. Menurut Budi Hreronymus (1993), kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambah gula kelapa dan bumbu. Pada proses pengolahan kecap ini menggunakan bahan dasar kedelai. Kedelai berbiji hitam lebih disukai oleh produsen kecap karena dapat memberi warna hitam alami pada kecap yang diproduksi. Namun, karena terbatasnya produksi kedelai berbiji hitam maka produsen kecap lebih banyak menggunakan kedelai berbiji kuning. Merapi dan Cikuray, dua varietas unggul kedelai yang memiliki kadar protein tinggi (sekitar 42%) cocok dijadikan bahan baku kecap, namun bijinya relatif kecil. Mallika, varietas kedelai berbiji hitam yang dilepas pada tahun 2007, juga berbiji kecil (9,5 g/100biji) dengan kadar protein lebih rendah (37%).

Mikroba yang Terlibat dalam Pembuatan Kecap

1. Aspergillus sp. dan Rhizopus sp.

        Mula-mula kedelai difermentasi oleh kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi semacam tempe kedelai. Kemudian “tempe” ini dikeringkan dan direndam di dalam larutan garam. Garam merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan mikroba.

     2. Zygosaccharomyces dan Lactobacillus

    Hanya mikroba tahan garam saja yang tumbuh pada rendaman kedelai tersebut. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis khamir dan bakteri tahan garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan asam. Fermentasi terjadi jika kadar garam cukup tinggi, yaitu antara 15 sampai 20%.

Proses Pembuatan Kecap dan Fermentasinya

        Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fermentasi, cara hidrolisa asam atau kombinasi keduanya tetapi yang lebih sering dan mudah dilakukan adalah cara fermentasi. Pada cara fermentasi, proses pembuatan kecap melalui dua tahapan, yaitu tahap fermentasi kapang dan fermentasi larutan garam.

  1. Fermentasi Kapang

    Pada tahap ini, seperti pembuatan tempe, yaitu kedelai harus dibersihkan dulu dari kotoran yang ada pada kedelai, misalnya debu, kerikil dan sebagainya sehingga kedelai benar-benar bersih dari kotoran. Kemudian dilakukan proses perendaman. Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 – 5,3. Penurunan biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk. Kemudian dilakukan pengupasan kulit dan pencucian. Fungsi dari pengupasan kulit adalah supaya jamur dapat menembus kedelai dan dapat tumbuh dengan baik. Dan proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran oleh bakteri asam laktat yang timbul selama proses perendaman dan agar kedelai tidak terlalu asam. Kemudian dilakukan perebusan. Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur.

    Kemudian dilakukan proses fermentasi kapang. Kedelai kemudian dicampur dengan tepung tapioka yang telah disangrai lalu dibiarkan pada suhu ruang beberapa hari sampai ditumbuhai kapang. Tetapi ada juga yang tidak ditambahkan tepung tapioka, yaitu dengan cara membiarkan kedelai yang sudah bersih tadi pada suhu ruang sampai ditumbuhi kapang. Setelah itu dilakukan proses pengeringan, biasanya dilakukan di bawah terik sinar matahari. Tujuan dikeringkan adalah untuk memisahkan kedelai yang telah ditumbuhi spora dengan lapuk yang dihasilkan, karena lapuk ini tidak dibutuhkan untuk pembuatan kecap. Dan diperolehlah koji atau tempe, yang kemudian digunakan untuk fermentasi garam.

    Apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu cepat maka enzim yang dihasilkan oleh kapang akan berkurang dan komponen-komponen pembentuk cita rasa pada kecap tidak terbentuk. Sedangkan apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu lama, maka akan terjadi sporulasi dari kapang dan akan terbentuk amoniak yang berlebihan sehingga akan dihasilkan produk yang kurang enak dan berbau busuk.

    Selama fermentasi kapang akan memproduksi enzim-enzim seperti protease, lipidase, dan amilase yang akan memecah protein, lemak dan pati menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Dan beberapa fraksi hasil pemecahan komponen-komponen kedelai tersebut adalah merupakan senyawa-senyawa yang meguap yang dapat memberikan kesedapan yang spesifik pada kecap.

  2. Fermentasi Garam

        Kedelai yang telah mengalami fermentasi kapang atau telah menjadi tempe dan sudah dikeringkan, dicampur dengan larutan garam kemudian diperam selama 3 sampai 4 minggu bahkan kadang-kadang ada yang lebih dari sebulan. Konsentrasi larutan garam yang biasa dipakai adalah sekitar 20 sampai 22 persen.

        Selama proses fermentasi garam, setiap hari dilakukan pengadukan dan penjemuran. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan terutama mikroba pembusuk.

        Pada waktu fermentasi dalam larutan garam, enzim yang dihasilkan pada waktu fermentasi kapang akan bekerja lebih sempurna dalam memecah komponen-komponen yang terdapat pada kedelai. Asam-asam organik yang terbentuk selama fermentasi, akan dapat mengurangi rasa asin yang disebabkan oleh garam.

        Pada pembuatan kecap tradisonal di Indonesia, setelah proses penyaringan dilanjutkan dengan proses pemasakan. Pada saat itu ditambahkan gula merah atau gula aren. Pemasakan dilanjutkan sampai diperoleh produk dengan konsistensi tertentu (agak kental). Pada tahap pemasakan ini pula dilakukan penambahan bumbu-bumbu seperti daun salam, pekak dan yang lain-lainnya.

Pengendalian Proses Fermentasi Kecap

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan atau pengendalian proses dalam proses fermentasi kecap diantaranya:

  1. Kedelai

        Kedelai dengan kandungan protein tinggi merupakan bahan dasar yang baik untuk pembuatan kecap. Penggunaan bahan dasar kedelai bebas lemak selain harganya lebih murah, juga dapat memperpendek waktu fermentasi garam.

  2. Waktu Dalam Melakukan Fermentasi Kapang

    Apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu cepat maka enzim yang dihasilkan oleh kapang akan berkurang dan komponen-komponen pembentuk cita rasa pada kecap tidak terbentuk. Sedangkan apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu lama, maka akan terjadi sporulasi dari kapang dan akan terbentuk amoniak yang berlebihan sehingga akan dihasilkan produk yang kurang enak dan berbau busuk.

  3. Konsentrasi garam

    Konsentrasi garam yang optimal antara 20-22% berpengaruh terhadap hidrolisis protein dalam fermentasi garam dan kecepatan asam laktat dan asam organik.

  4. Pengadukan dan Penjemuran

        Selama proses fermentasi garam, setiap hari dilakukan pengadukan dan penjemuran. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan terutama mikroba pembusuk. Selain itu adalah untuk menyeragamkan kandungan garam pada campuran.

  5. Pengaturan Suhu

    Pengaturan suhu dalam proses fermentasi garam sangat penting. Suhu yang paling baik untuk proses fermentasi ini, adalah 40,50C. Itu alasan juga mengapa dilakukan proses penjemuran, karena kalau disimpan pada suhu ruang, maka itu adalah momen yang baik untuk bakteri patogen tumbuh.

Perubahan yang Terjadi Selama Fermentasi

    Selama proses fermentasi baik fermentasi kapang maupun fermentasi garam akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena aktifitas dari mikroba tersebut.

    Selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan memproduksi enzim seperti misalnya enzim amilase, protease dan lipase. Dengan adanya kapang tersebut maka akan terjadi pemecahan komponen-komponen dari bahan tersebut.

    Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu lamanya fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan.

    Selama proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat dan gula akan diubah menjadi asam organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol atau alkohol lainnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma. Dan adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan.

Kriteria Hasil Akhir

        Berikut adalah kriteria hasil akhir pada proses fermentasi kecap yang dilakukan secara benar:

  1. Bau dan Rasanya Sedap ( Khas Kecap )

        Enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat dan gula akan diubah menjadi asam organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol atau alkohol lainnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma.

Ciri-Ciri Kecap yang Tidak Jadi

    Berikut adalah ciri jika kecap tidak jadi:

  1. Bau Busuk

    Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hal ini disebabkan karena produksi enzim dari kapang yang digunakan. Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu lamanya fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan.

  2. Tidak Terbentuk Cita Rasa Khas Kecap

    Hal ini terjadi jika fermentasi kapang berlangsung terlalu cepat, akibatnya enzim yang dihasilkan oleh kapang akan berkurang dan komponen-komponen pembentuk citarasa pada kecap tidak akan terbentuk

Kandungan Pada Kecap

  1. Kaya Asam Amino

    Bahan baku utama kecap pada umumnya adalah kedelai. Hal ini memiliki keunggulan tersendiri karena kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein dan karbohidrat . Asam amino yang terdapat pada kedelai adalah leusin dan lisin. Keduanya merupakan asam amino yang sangat diperlukan oleh enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa yang enak, lezat, dan khas.

    Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Perbedaan tersebut hanya terletak pada ukuran biji dan warna kulit. Kedelai hitam berukuran lebih kecil dibanding kedelai kuning, tetapi tidak ada perbedaan komposisi gizi di antara keduanya. Selain itu, perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Kepopuleran kacang kedelai didasarkan pada nilai gizinya yang tinggi. Mutu protein kedelai termasuk paling unggul dibandingkan dengan jenis tanaman lain, bahkan hampir mendekati protein hewani. Hal ini disebabkan oleh banyaknya asam amino essensial yang terkandung dalam kedelai, seperti arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, treonin, dan triptopan.

  2. Zat Gizi mikro

    Ke dalam kecap dapat ditambahkan zat gizi mikro yang sangat penting bagi kesehatan, seperti mineral iodium, zat besi, dan vitamin A. Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat perlu ditambahkan, mengingat masih banyaknya masalah gizi akibat kekurangan zat-zat tersebut.

    Kecap yang telah difortifikasi dengan mineral iodium, zat besi, dan vitamin A, saat ini dengan mudah dapat kita jumpai di pasaran. Hal ini tentu memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengentasan pelbagai masalah yang menyangkut gizi.

Manfaat Kecap

Kecap yang telah difortifikasi dengan mineral iodium, zat besi, dan vitamin A, saat ini dengan mudah dapat kita jumpai di pasaran. Hal ini tentu memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengentasan pelbagai masalah yang menyangkut gizi.

Misalnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia gizi akibat defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A yang berdampak luas terhadap pemeliharaan sistem penglihatan (mencegah masalah kebutaan), serta peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit infeksi.

Sebenarnya bukan dari kecapnya kita mendapatkan tambahan nilai gizi, tetapi dari makanan yang berbumbu kecap tersebut. Dengan demikian, kecap memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan asupan zat gizi dalam kehidupan kita sehari-hari.

Karena rasanya yang khas dan sangat disukai, kecap cepat dikenal di berbagai negara, terutama di negara belahan Timurdengan berbagai nama dan modifikasi dari segi penampakan, cita rasa, dan komposisinya. Kecap (soy sauce) dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda. Misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu (Cina), kanjang (Korea), toyo (Filipina), dan see-ieu (Thailand).

Penggunaan kecap sebagai bumbu penyedap telah lama dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Sulit kita membayangkan bagaimana rasanya gado-gado, sate kambing, bubur ayam, dan masakan lainnya tanpa kehadiran kecap di dalamnya. Berkembangnya industri makanan, terutama industri mi instan, yang menggunakan kecap sebagai salah satu komponen bumbu, turut mendorong berkembangnya industri kecap di Indonesia. Kecap juga dikenal di AS sebagai bumbu makanan nonoriental, seperti steak, burger, dan barbeque.


TEMPE

TEMPE

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.

Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.

Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut. Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia.
Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.

Mikroba yang Terlibat dalam Fermentasi Tempe

    Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi seperti yang telah disebutkan pada definisi tempe (beberapa jenis kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. Arrhizus) , tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.

  • Rhizopus sp:

    Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. (Sorenson dan Hesseltine, 1986)

  • Rhizopus oligosporus:

    Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

  • Micrococcus sp.

    Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.

    Pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan.


MINYAK KEDELAI

MINYAK KEDELAI

Lemak dan minyak sebagai bahan pangan yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) misalnya mentega, margarin serta lemak yang digunakan dalam kembang gula, dan 2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng.

Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi.

Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu :

  1. Bersumber dari tanaman
    1. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
    2. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit.
    3. Biji-bijian dari tanaman harian: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune dan lain sebagainya.
  2. Bersumber dari hewani
    1. Susu hewani peliharaan: lemak susu.
    2. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi dan mutton tallow.
    3. Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus.

Minyak dan lemak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk padat pada suhu kamar.

Sifat fisiko-kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai, karena perbedaannya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta. Konstanta fisik yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias dan titik cair, sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan Reichert Meisce, bilangan Polenske, bilangan asam dan residu fraksi tak tersabunkan.

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan. Perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah:

  1. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol.
  2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada lemak nabati.
  3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meisce lebih besar serta bilangan polenske
    lebih kecil daripada minyak nabati.

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek (lesithin, cephalin, fosfatida dan glikolipid); sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak; asam lemak bebas; lilin; pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan cephalin.
Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida sekitar 2 – 3 %, dan dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan.

Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak, lemak (edible fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen.

Fraksi lipid dalam bahan pangan biasanya dipisahkan dari persenyawaan lain yang terdapat dalam bahan pangan dengan ekstraksi menggunakan pelarut seperti petroleum eter, etil, ester, kloroform atau benzena. Fraksi yang larut disebut “fraksi yang larut dalam eter” atau lemak kasar (Ketaren, 1986). Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/ lemak pangan, malam dan fosfolipida dapat disabunkan dengan NaOH sedangkan sterol, hidrokarbon dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.

Berdasarkan sifat mengeringnya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Minyak tidak mengering (non drying oil)
    • Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang.
    • Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard.
    • Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi.
  • Minyak nabati setengah mengering, misalnya: minyak biji kapas dan minyak biji bunga matahari.
  • Minyak nabati mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan biji karet.

Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering dan sifat cair), sebagai berikut:

No

Kelompok Lemak

Jenis Lemak/ Minyak

1.

2.


Lemak (berwujud padat)

Minyak (berwujud cair)

  1. Tidak mengering (non drying oil)
  2. Setengah mengering (semi drying oil)
  3. Mengering (drying oil)

Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu, tengkawang, nutmeg butter, mowwah butter dan shea butter

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape dan mustard.

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum, biji bunga matahari, eroton dan urgen.

Minyak kacang kedelai, safflower, argemone, walnut, biji poppy, biji karet, penilla, lin seed dan candle nut.

Jenis minyak mengering (drying oil) adlah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat.

Minyak Kedelai

Kandungan minyak dan komposisi asam lemak dalam kedelai dipengaruhi oleh varietas dan keadaan iklim tempat tumbuh. Lemak kasar terdiri dari trigliserida sebesar 90-95 persen, sedangkan sisanya adalah fosfatida, asam lemak bebas, sterol dan tokoferol. Minyak kedelai mempunyai kadar asam lemak jenuh sekitar 15% sehingga sangat baik sebagai pengganti lemak dan minyak yang memiliki kadar asam lemak jenuh yang tinggi seperti mentega dan lemak babi. Hal ini berarti minyak kedelai sama seperti minyak nabati lainnya yang bebas kolestrol, seperti yang ditunjukkan dalam komposisi dari minyak nabati dibawah ini.


Kadar minyak kedelai relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya, tetapi lebih tinggi daripada kadar minyak serelia. Kadar protein kedelai yang tinggi menyebabkan kedelai lebih banyak digunakan sebagai sumber protein daripada sebagai sumber minyak.

Asam lemak dalam minyak kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Dibawah ini disajikan komposisi kimia minyak kedelai, sifat fisiko-kimia minyak kedelai dan standar mutu minyak kedelai.

Komposisi Kimia Minyak Kedelai
Asam Lemak Tidak Jenuh (85%)Asam linoleatAsam oleatAsam linolenat

Asam arachidonat

Terdiri dari :15-64%11-60%1-12%

1,5%

Asam lemak jenuh (15%), terdiri dari :Asam palmitatAsam stearatAsam arschidat

Asam laurat

7-10%2-5%0,2-1%

0-0,1%

Fosfolipida Jumlahnya sangat kecil (trace)
Lesitin
Cephalin
Lipositol

Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kedelai

Sifat

Nilai

Bilangan asam

Bilangan penyabunan

Bilangan iod

Bilangan thiosianogen

Bilangan hidroksil

Bilangan Reichert Meissl

Bilangan Polenske

Bahan yang tak tersabunkan

Indeks bias (25oC)

Bobot jenis (25/ 25oC)

Titer (oC)

0,3-3,000

189-195

117-141

77-85

4-8

0,2-0,7

0,2-1,0

0,5-1,6%

1,471-1,475

0,916-0,922

22-27

Standar Mutu Minyak Kedelai

Sifat

Nilai

Bilangan asam

Bilangan penyabunan

Bilangan iod

Bilangan tak tersabunkan (%)

Bahan yang menguap (%)

Indeks bias (20oC)

Bobot jenis (15,5/ 15,5oC)

Maksimum 3

Minimum 190

129-143

Maksimum 1,2

Maksimum 0,2

1,473-1,477

0,924-0,928

    Nilai gizi asam lemak esensial dalam minyak dapat mencegah timbulnya athero-sclerosis atau penymbatan pembuluh darah. Kegunaan minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat digunakan untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng (cooking oil) serta untuk segala keperluan pangan. Lebih dari 50 persen pangan dibuat dari minyak kedelai, terutama margarin dan shortening. Hampir 90 persen dari produksi minyak kedelai digunakan di bidang pangan dan dalam bentuk telah dihidrogenasi, karena minyak kedelaimengandung lebih kurang 85 persen asam lemak tidak jenuh.

Minyak kedelai juga digunakan pada pabrik lilin, sabun, varnish, lacquers, cat, semir, insektisida dan desinfektans. Bungkil kedelai mengandung 40-48 persen protein dan merupakan bahan makanan ternak yang bernilai gizi tinggi, juga digunakan untuk membuat lem, plastik, larutan yang berbusa, rabuk dan serat tekstil sintesis. Bila minyak kedelai akan digunakan di bidang nonpangan, maka tidak perlu seluruh tahap pemurnian dilakukan. Misalnya untuk pembuatan sabun hanya perlu proses pemucatan dan deodorisasi, agar warna dan bau minyak kedelai tidak mencemari warna dan bau sabun yang dihasilkan.

Titik cair yang dimiliki minyak kedelai sangat tinggi, yaitu sekitar -16oC dan biasanya berbentuk padat (solid) pada ruang yang mempunyai suhu tinggi. Hal ini berarti minyak kedelai dapat digunakan untuk biodiesel dan bahan bakar pada musim panas (summer fuel). Dibawah ini disajikan titik cair dari berbagai minyak.

Titik Cair dan Nilai Iodin dari Minyak

Minyak

Titik Cair

(oC)

Nilai Iodin

Coconut oil

25

10

Palm kernel oil

24

37

Mutton tallow

42

40

Beef tallow

50

Palm oil

35

54

Olive oil

-6

81

Castor oil

-18

85

Peanut oil

3

93

Rapeseed oil

-10

98

Cotton seed oil

-1

105

Sunflower oil

-17

125

Soybean oil

-16

130

Tung oil

-2.5

168

Linseed oil

-24

178

Sardine oil

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono–alkylester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.


Pembuatan Minyak Kedelai

Pembuatan Minyak Kedelai

    Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki.

    Pembuatan minyak kedelai dilakukan dalam beberapa tahap. Sebelum masuk tahap ekstraksi, kedelai harus dibersihkan dan dikuliti terlebih dahulu. Alat untuk mengkuliti biji kedelai dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Setelah itu biji kedelai dihancurkan kemudian dipisahkan dari kulitnya. Penghancuran kedelai dilakukan pada suhu sekitar 74-79oC selama 30-60 menit agar kulit kedelai dapat mengelupas. Dalam kondisi ini akan terjadi denaturasi dan koagulasi protein sehingga mengurangi afinitas minyak menjadi padat dan akan memudahkan dalam proses ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan pemanasan secara tidak langsung untuk mengatur kelembapan dan suhu.

Ekstraksi

    Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Dalam mengekstraksi minyak terdiri dari tiga metode utama, yaitu pengepresan hidraulik (hydraulic pressing), pengepresan berulir (expeller pressing) dan ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction). Untuk minyak kedelai menggunakan ekstraksi dengan pelarut.

    Ekstraksi pelarut dari biji minyak dapat dilakukan dengan menggunakan alat tipe perkolasi atau pencelupan (immersion). Perkolasi lebih efektif daripada pencelupan karena dapat digunakan dalam kapasitas besar dalam daerah yang terbatas. Perkolasi biasanya menggunakan rotary extractor dan ditutup dengan sistem vertikal untuk memindahkan pada tempat yang berlubang dengan menggunakan gerakan rotary. Gambar rotary extractor dapat dilihat dibawah ini.


     Pelarut yang digunakan adalah heksana dan diberikan diatas dasar serpihan (flake) sehingga perkolasi akan turun melalui cawan berlubang atau kasa berlubang. Serpihan yang terekstraksi terdiri dari 35% heksana, 2-8% air dan 0,5-1,0% minyak. Ketebalan serpihan adalah faktor dalam pemindahan minyak secara efisien. Dibawah ini dijelaskan ilustrasi perkolasi ekstraksi sel.


Pemurnian (Purification)

    Setelah tahap ekstraksi, minyak kedelai kasar terdiri dari kotoran tidak terlarut dalam minyak dan yang terlarut dalam minyak. Kotoran ini harus dibuang dengan cara pemurnian. Tujuan utama dalam proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

    Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak dapat dibuang dengan menggunakan filtrasi. Sedangkan yang terlarut dalam minyak dapat dibuang dengan beberapa teknik dibawah ini dimana sering digunakan dalam industri untuk memproduksi minyak kedelai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


Keterangan :

D= deodorization, W= winterization, S= solidification, H2= hydrogenation

Pemisahan Gum (De-gumming)

    Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfotida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Proses pemisahan gum termasuk pencampuran minyak kedelai kasar dengan 2-3% air dan agitasi secara hati-hati selama 30-60 menit (untuk mencegah adanya oksidasi dari minyak) pada suhu 70oC. Proses ini dilakukan untuk memperbaiki fosfatida untuk membuat lesitin kedelai dan untuk memindahkan materi yang ada pada minyak murni selama penyimpanan.

Penyaringan Alkali

    Penyaringan dilakukan untuk memindahkan objek kotoran yang dapat mempengaruhi kualitas minyak. Soda kaustik digunakan dalam penyaringan untuk membuat asam lemak bebas, fosfotida dan gum, pewarnaan zat yang tidak terlarut dan materi lainnya. Minyak yang kasar merupakan hasil dari heat exchanger untuk mengatur suhu menjadi 38oC. Biasanya kaustik yang ditambahkan pada pencampuran sekitar 0,10-0,13% untuk memastikan terjadinya saponifikasi dari asam lemak bebas, hidrasi dari fosfolipid dan reaksi dengan pigmen warna. Campuran ini dipanaskan pada suhu 75-82oC dan disentrifus untuk memisahkan kaustik dari minyak yang disaring. Kemudian minyak yang disaring dipanaskan pada suhu 88oC dan dicampurkan dengan 10-20% air yang sudah dipanaskan pada suhu 93oC.

Pemucatan (Bleaching)

    Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Dalam pemucatan minyak kedelai menggunakan tanah serap (fuleris earth) sekitar 1% atau karbon aktif (actived carbons) seperti arang. Adsorben ini dimasukkan dalam sistem vakum pada 15 inchi Hg selama 7-10 menit dan selanjutnya dipanaskan pada suhu 104-166oC yang dilewatkan pada heat exchanger bagian luar kemudian dimasukkan pada tangki kosong yang diagitasi selama 10 menit. Campuran ini disaring, didinginkan dan dialirkan menuju tangki holding.     

Hidrogenasi (Hydrogenation)

    Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Selain itu, hidrogenasi pada minyak kedelai dapat meningkatkan titik cair, stabilitas minyak dari efek oksidasi dan kerusakan rasa dengan cara mengubah asam linolenat menjadi asam linoleat dan asam linoleat menjadi asam oleat.

    Hidrogenasi akan memberikan perbedaan derajat kekerasan (hardness) dari produk yang diinginkan. Hidrogenasi terjadi dalam tempat vakum yang berisi minyak dimana gas hidrogen akan keluar dalam bentuk gelembung halus selama pemanasan campuran dan agitasi. Ketika hidrogenasi yang diinginkan tercapai, maka campuran didinginkan dan katalis disaring. Sebagian sisa minyak yang terhidrogenasi akan berbentuk cair dan sebagian besar minyak kedelai akan mengeras (hardened).

Deodorisasi (Deodorization)

    Deodorisasi adalah suatu tahapan proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Asam lemak bebas yang terbuang juga akan meningkatkan kestabilan minyak.

Winterisasi (Winterization)

    Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Winterisasi merupakan bentuk dari fraksinasi atau pemindahan materi padat pada suhu yang diatur. Hal ini termasuk pemindahan jumlah kecil dari materi terkristalisasi dari minyak yang dapat dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi mengeruh pada suhu pendinginan. Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama 24 jam. Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan selama 6-8 jam. Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan produk stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri.

Dewaxing

    Dewaxing dan pelarut terfraksinasi digunakan untuk menjernihkan minyak dengan memeras atau menekan minyak dari lemak padat dengan pengepresan hidraulik sehingga menghasilkan mentega yang keras. Pelarut terfraksinasi termasuk kristalisasi dari fraksi yang diinginkan dari campuran trigliserida yang terlarut dalam pelarut yang cocok. Fraksi dapat memilih dalam bentuk yang jelas pada suhu yang berbeda, dipisahkan dan pelarut dibuang untuk mendapatkan hasil akhir atau trigliserida spesifik atau komposisi asam lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Addison, K. 2006. Oil Yields and Characteristics. http://journeytoforever.org/biodiesel_yield.html. Diakses tanggal 1 Desember 2006.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Semon, M., Patterson, M., Wyborney, P., Blumfield, A. and Tageant, A. 2006. Soybean Oil. http://www.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433Oil-web-pages/Soy/soybean1.html. Diakses tanggal 1 Desember 2006.

Somantri, I. H., Hasanah, M., Adisoemarto, S., Thohari, M., Nurhadi, A. Dan

Orbani, I. N. 2004. Mengenal Plasma Nutfah Tanaman Pangan. http://www.indobiogen.or.id/berita_artikel/mengenal_plasmanutfah.php. Diakses tanggal 1 Desember 2006.

Wikipedia. 2006. Biodiesel.
http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel. Diakses tanggal 1 Desember 2006.

______________. Kedelai. http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai. Diakses tanggal 1 Desember 2006.

______________. Soybean. http://en.wikipedia.org/wiki/Soybean. Diakses tanggal 1 Desember 2006.


PEMBUATAN GULA KELAPA

PEMBUATAN GULA KELAPA

Latar Belakang

Tanaman kelapa merupakan tanaman yang kaya manfaat, mulai dari ujung daun sampai ujung akarnya dapat dimanfaatkan untuk menunjang kesejahteraan umat manusia. Keluarga palmae seperti kelapa, aren dan siwalan dikenal sebagai tanaman yang bisa memberikan hasil dari buahnya, dan dapat menghasilkan gula yang terkenal dengan sebutan gula jawa. Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok penduduk Indonesia yaitu sebagai salah satu sumber kalori dan rasa manis. Gula jawa atau gula kelapa dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa (Cocos nicifera Linn). Gula jawa merupakan komoditas yang sangat populer dan banyak digunakan oleh masyarakat.

Ditinjau dari kehidupan sosial ekonomi gula kelapa mempunyai arti dan peranan cukup penting. Sebagai bahan makanan banyak dikonsumsi oleh segenap lapisan masyarakat antara lain dalam resep-resep makanan, ramuan obat-obatan tradisional, rempah-rempah, bahkan ada yang menggunakan sebagai bahan baku utama di dalam industri makanan, seperti industri kecap, industri rumah tangga dan lain-lainnya.

Namun, tidak banyak yang mengetahui dan memahami proses pembuatan gula jawa dari nira kelapa. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemaparan mengenai proses pemanfaatan nira kelapa untuk diolah menjadi gula jawa.

Nira Kelapa

Nira kelapa adalah cairan bening yang keluar dari bunga kelapa yang pucuknya belum membuka atau pohon penghasil nira lain seperti aren, siwalan, dan lontar yang disadap, cairan ini merupakan bahan baku untuk pembuatan gula. Nira sering juga dibuat “legen” kata ini sebenarnya istilah bahasa jawa berasal dari kata legi artinya manis. Dalam keadaan segar nira mempunyai rasa manis berbau harum dan tidak berwarna. Selain bahan baku pembuatan gula nira dapat pula digunakan sebagai bahan makanan lain yaitu minuman keras (tuak), asam cuka dan minuman segar, serta pada akhirnya ini muncul produk baru dari nira aren yaitu gula merah serbuk.

Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dipengaruhi beberapa faktor yaitu antara lain varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan, dan pengairan. Demikian pula setiap jenis tanaman mempunyai komposisi nira yang berlainan dan umumnya terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain, dan bahan anorganik. Air dalam nira merupakan bagian yang terbesar yaitu antara 75 – 90 %. Sukrosa merupakan bagian zat padat yang terbesar berkisar antara 12,30 – 17,40 %. Gula reduksi antara 0,50 – 1,00 % dan sisanya merupakan senyawa organik serta anorganik. Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa, dan fruktosa, serta mannosa dalam jumlah yang rendah sekali. Bahan organik terdiri dari karbohidrat (tidak termasuk gula), protein, asam organik, asam amino, zat warna, dan lemak. Bahan anorganik terdiri dari garam mineral.

Dibawah ini terdapat tabel tentang komposisi kimia nira kelapa :

No

Komposisi bahan

Kadar kandungan (g/100 ml)

1

padatan

15,20-19,20

2

sakarosa

12,30 -17,40

3

abu

0,11-0,41

4

Protein

0,23-0,32

5

Vitamin

16,00-30,00

6

Berat jenis pada 29 C

1,058- 1,077

Tabel 1. Komposisi Kimia Nira Kelapa

Nira kelapa yang digunakan untuk gula harus memiliki kualitas yang baik. Nira yang kurang baik mudah menjadi basi (lumer), aroma dan rasanya kecut, dan akan menghasilkan gula kelapa yang mudah lengket. Sedangkan nira kelapa yang berkualitas baik dan masih segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna (bening), derajad keasaman (pH) berkisar 6-7, dan kandungan gula reduksinya relatif rendah.

Gula Kelapa

Gula kelapa dikenal sebagai “Gula Jawa” yang dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa (Cocos Nucifera L). Nira pohon kelapa diperoleh dari penyadapan bunga kelapa (mayang) yang diiris tangkai bunganya, sehingga keluar nira tetes demi tetes. Nira yang diambil disaring kemudian dimasak pada suhu 110 derajat Celsius sambil dilakukan pengadukan sampai pada pemekatan (brix), kemudian dicetak hingga akhirnya menjadi gula kelapa cetak (Issoesetyo, 2001).

Tabel 2. Komposisi zat gizi gula kelapa per 100 gram bahan

NO

Zat Gizi

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

Kalori

Karbohidrat

Lemak

Protein

Kalsium

Fosfor

Air

386 kal

76 gr

10gr

3 gr

76 mgr

37 mgr

10 gr

Standar gula kelapa yang baik untuk dikonsumsi SNI 013743.1995 mengenai GULA KELAPA

Bau : Normal
Rasa : Normal, Khas
Warna : Kuning sampai kecoklatanAir : Max. 10%bb
Abu : Max. 2%bb

Gula produksi : Max. 10%bb
Jumlah Gula Sebagai Sakrosa : Min. 77%bb

Bagian Yang Tak Larut Dalam Air : Max. 1%bb

Cemaran Logam
– Seng (Zn) : Max 40 mg/kg
– Timbal (Tb) : Max 2 mg/kg
– Tembaga (Cu) : Max 10 mg/kg
– Raksa (Hg) : Max 0,03 mg/kg
– Timah (Sn) : 0 mg/kg

– Cemaran Arsen (As) : Max 40 mg/kg

Proses Pengolahan Gula Kelapa

Bahan dan Peralatan

Bahan Baku:

Nira kelapa

Nira diperoleh dari penyadapan bunga kelapa yang sudah cukup umur. Nira yang digunakan harus mempunyai pH 5,5-7,0 dan kadar gula reduksi (glukosa dan fruktosa) reltif rendah. Nira segar biasanya mempunyai pH 6,0-7,0.

Bahan Tambahan:

  1. Bahan pengawet seperti air kapur, tatal nangka atau kulit manggis yang diisikan ke dalam pongkor penampung nira sebelum pongkor tersebut dipasang di pohon (tiap pongkor biasanya diisi bahan pengawet sebanyak kira-kira 5 ml)
  2. Pengawet lain yang dapat digunakan adalah natrium metabisulfit dengan dosis 0,025-0,10 % atau natrium benzoat dengan dosis 0,05-0,20 %
  3. Kelapa parut, kemiri atau minyak goreng, digunakan untuk menekan buih yang terbentuk atau meluap sewaktu pendidihan
  4. Air untuk mencuci peralatan dan cetakan sebelum dan sesudah digunakan dan untuk membasahi cetakan sehingga gula kelapa yang dicetak nantinya mudah lepas dari cetakan

Peralatan:

  1. Peralatan penyadap dapat digunakan pisau sadap atau pongkor bambu
  2. Peralatan proses: wajan besi atau aluminium, kain saring, ember/baskom, serok, cetakan dan tungku atau kompor

Proses Pembuatan

Proses pembuatan gula merah pada prinsipnya adalah proses penguapan atau pemekatan nira. Tahap-tahap proses pembuatan gula kelapa meliputi:

Pengumpulan Nira

Nira hasil sadapan dikumpulkan dalam ember, lalu sesegera mungkin dimasak untuk mencegah terbentuknya asam. Sisa pengawet yang mengumpul di ujung pongkor tidak diikutkan karena akan menghasilkan warna gula yang kurang baik.

Penyaringan

Sebelum dimasak, nira disaring terlebih dahulu untuk membuang kotoran-kotoran berupa bunga kelapa, lebah dan semut. Penyaringan ini menggunakan kain saring yang bersih.

Pemasakan

Dilakukan pemasakan nira pada suhu 1100C. pada saat mulai mendidih, kotoran halus akan terapung ke permukaan bersama-sama buih nira. Pendidihan selanjutnya akan menimbulkan busa nira yang meluap-luap berwarna coklat kekunging-kuningan. Bila nira sudah mengental, api dikecilkan dan pekatan nira tetap diaduk-aduk. Untuk mengetahui bahwa nira tersebut sudah masak atau belum, dilakukan pengujian kekentalan yaitu dengan cara menteskan pekatan nira ke dalam air dingin. Bila tetasan tadi menjadi keras, pemasakan sudah cukup dan wajan segera diangkat dari tunggu. Waktu yang diperlukan untuk memasak 25-30 liter nira kira-kira 4-5 jam.

Pendinginan

Untuk mempercepat proses pendinginan, pekatan nira dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan sampai suhunya turun menjadi sekitar 700C. pengadukan ini juga akan menyebabkan tekstur dan warna gula yang dihasilkan lebih baik dan cepat kering.

Pencetakan

Segera setelah suhu pekatan nira telah turun menjadi sekitar 700C, maka dilakukan pencetakan. Pekatan nira dituangkan ke dalam cetakan bambu yang sebelumnya telah direndam dan dibasahi dengan air untuk mempermudah pelepasan setelah gula menjadi kering. Pelepasan gula dilakukan setelah gula mencapai suhu kamar.

Pengemasan

Gula yang telah dikeluarkan dari cetakan dibungkus untuk selanjutnya dipasarkan. Pembungkus yang digunakan dapat berupa daun kelapa kering, pohon pisang atau kantung plastik.

Skema Pembuatan Gula Kelapa Cetak dan Semut


DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous, 2004, Gula Kelapa, at internet: http://www.kawasan.or.id.

Budi Santoso, Hieronymus, 1993, Pembuatan Gula Kelapa, Kanisius: Yogyakarta.

Issoesetiyo, Totok Sudarto. 2001. Gula Kelapa Produk Industri Hilir Sepanjang Masa. Surabaya: Arkola.

Sudiyono, Armand, 2002, Pengantar Pemasaran Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.



MARZIPAN

MARZIPAN

Saat ini produk “confectionary” semakin beragam dan cukup banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Salah satu produk “confectionary’ ini adalah marzipan, dimana tahapan pembuatan produk ini cukup unik dan banyak dikembangkan dengan berbagai cara. Prinsip dasar dalam tahapan pembuatan marzipan ini adalah pencampuran beberapa bahan yang nantinya saat pencetakan bisa dibuat dengan berbagai bentuk.

Marzipan dibuat dengan bahan dasar pembuatan permen pada umumnya, yaitu almond,gula icing,putih telur,essence. Variasi dan komposisi penggunaan bahan dasar tersebut akan mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada tingkat penerimaan konsumen.

Kembang gula adalah makanan yang dibuat dari gula pasir (sukrosa), air atau campuran gula pasir dengan gula jenis lainnya yang didihkan sampai tingkat kepekatan tertentu, serta dapat ditambahkan dengan bahan-bahan lain (food additives) seperti zat pewarna, zat perasa (flavour), dan lainnya.

Marzipan merupakan campuran dari pasta almond,gula icing,essence dan putih telur semua bahan tersebut nantinya dicampur jadi satu. Hasil kombinasi tersebut member tekstut pada produk marzipan yang dihasilkan. Bahan baku dan perkiraan proporsi dalam pembuatan marzipan harus mengandung minimal 50% pasta kacang almond dan sisanya adalah gula.

  • Pasta almond


    Pasta almond digunakan dalam pembuatan marzipan disebabkan karena almond yang banyak manfaatnya yaitu almond terdiri dari kumpulan serat,protein dan asam lemak esensial,dan baik untuk diet. Sudah jelas kacang almond mengandung lemak. Namun dari beberapa studi yang dilakukan, seperti dilansir Food Facts Suite 101, jika dikonsumsi dengan takaran yang tepat dan teratur malah mampu menurunkan berat badan. Kacang almond juga mengandung karbohidrat sehingga saat memakanya kita akan merasa kenyang dalam beberapa waktu.

  • Gula icing


    Gula yang digunakan dalam industri kembang gula harus berkualitas tinggi sehingga menghasilkan tekstur yang tepat dan struktur yang baik. Hal ini merupakan karakteristik fisik dan kimia yang unik dari gula yang memungkinkan memberi bentuk. Ketika gula dipanaskan, gula meleleh dan berubah menjadi sirup. Sirup ini menjadi lebih kental dan mulai berbentuk sesuai dengan wadahnhya (mempertahankan bentuk) ketika dingin. Dan ketika permen menjadi dingin, kristal gula tergabung dan membentuk kembang gula yang solid (Anonimous, 2008).

Fungsi gula

  • Memberi efek sensoris (rasa manis dan mouthfeel)
  • Memberi body (bulky effect)
  • Mempengaruhi tekstur
  • Perasa atau essence


    Bahan yang digunakan untuk memberi marzipan kenampakan dan rasa yang lebih baik adalah pewarna dan perasa. Kedua zat ini dapat ditambahkan dalam bentuk bubuk ataupun cair. Bentuk bubuk harus dicampurkan dengan gelatin yang dilarutkan dalam air panas supaya semua bubuk yang ditambahkan dapat larut sempurna. Sedangkan apabila ditambahkan dalam bentuk cair, dapat ditambahkan sebelum dilakukan pengocokan atau mixing . Zat perasa maupun pewarna yang ditambahkan dapat berupa zat perasa dan pewarna alami maupun sintetis. Seperti penambahan asam, yakni asam sitrat dan asam laktat dapat meningkatan kenampakan dan flavor. pewarna sintetis yang digunakan harus telah disertifikasi oleh Federal Food, Drug, and Cosmetic Act (FD&C), juga dipastikan bahwa zat tersebut bukan senyawa karsinogenik (Anonimous, 2008).

  • Putih telur


    Putih telur membantu meningkatkan kehalusan pada marzipan. Selain itu, dalam putih telur juga terkandung sedikit komponen lemak yang dimungkinkan dapat membantu melicinkan adonan. Penambahan putih telur tampak lebih halus dan tidak pecah-pecah, sehingga ketika dicetak kenampakannya lebih baik (glossy).

Proses yang dilakukan dalam pembuatan marzipan secara umum,meliputi:

  1. Pencampuran

    Pencampuran bertujuan untuk meratakan adonan dan menyempurnakan pelarutan serta mencegah kristalisasi selain itu juga dilakukan penambahan putih telur yang fungsinya untuk melicinkan adonan

  2. Pencetakan

    Proses pencetakan ini bertujuan untuk membentuk permen sesuai dengan yang diinginkan. Dalam melakukan pencetakan pertama, dilakukan dengan menuangkan adonan marzipan kedalam plastik dan setelah itu digiling sampai tipis. Kemudian dicetak bulat dan dibentuk menyerupai bunga. Pencetakan ini disebut dengan slabbing dimana mudah dilakukan pencetakan tetapi hasil akhir dari produk marzipan tidak beraturan.

  3. Pendinginan

    Bertujuan untuk memberikan adonan untuk mengeras agar tekstur permen kokoh. Hal ni dikarenakan untuk proses selanjutnya yakni pengemasan, diperlukan tekstur marzipan yang cukup kokoh (Anonimous2, 2008).

    Alat

  • Sendok pengocok
  • Timbangan kue
  • Mangkuk ukuran sedang
  • Pin roll
  • Plastic kue
  • Lemari pendingin
  • Blender
  • Kertas saji

Bahan

  • Kacang almond
  • Gula icing
  • Putih telur
  • Essens durian
  • Pewarna biru berlian cl 42090
  • Gula halus
  • chocochips

DIAGRAM PROSES PEMBUATAN

Marzipan: almond 70 % : Gula 30 %


Marzipan : Almond 50 % : Gula 50 %


Marzipan : Almond 30 % : gula 70 %


Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan marzipan adalah pasta almond dan pemanis. Pada pembuatan marzipan pemanis yang digunakan adalah gula icin untuk tekstur perbandingan almond : gula 70:30,50:50,30:70 adalah sama tapi untuk kekerasannya dengan perbandingan 70:30 lebih keras karena banyak kristal gula yang terkandung dan kadar lemak, sedangkan bahan bahan yang bertindak sebagai agen pengemulsi seperti putih telur yang berperan mempertahankan distribusi lemak,memudahkan untuk pencetakan,pemotongan saat akan dicetak/dibentuk. Untuk penambahan perasa atau essen yang digunakan fungsinya adalah menetralisir bau amis yang disebabkan oleh putih telur saat penambahannya.

    Pembuatan marzipan mememiliki tujuan untuk memperindah kue tar atau cake, namun saat penyimpanan sebaiknya disimpan pada suhu rendah karna lemak yang terkandung pada almond mudah meleleh pada husu ruang sehingga akan mengurangi kekuatan dari tekstur dan penampakan hiasahan marzipan itu sendiri.

    Marzipan yang baik harus dapat mempertahankan bentuknya pada suhu kamar dalam waktu yang relatif lama. Semakin tinggi gula icing yang dipakai akan memperkuat daya tahan marzipan dan membuatnya tidak mudah meleleh, namun jika kadar gulanya melebihi 70% dari berat adonan dapat mempersulit proses pencetakan marzipan karna almond yang digunakan terlalu rendah.