“Allahumma tawwi umurana fi ta’atika wa ta’ati rasulika waj’alna min ibadikas salihina”

PEMANFAATAN LIMBAH

STRATEGI PENYIMPANAN ZAT DAN BAHAN KIMIA YANG BENAR DI LABORATORIUM UNTUK MENGURANGI RESIKO KECELAKAAN

STRATEGI PENYIMPANAN ZAT DAN BAHAN KIMIA YANG BENAR DI LABORATORIUM UNTUK MENGURANGI RESIKO KECELAKAAN

Created by : Widiantoko, R.K

PENDAHULUAN

Laboratorium kimia merupakan suatu tempat yang berbahaya, terutama bila kita ceroboh dan kurang pengetahuan. Kehati-hatian dan tidak buru-buru adalah syarat penting yang perlu dimiliki seseorang yang bekerja di laboratorium kimia. Gambaran ini disampaikan tidak dengan maksud untuk menakut-nakuti seseorang yang akan bekerja di laboratorium kimia, namun untuk mengingatkan agar kita senantiasa waspada bila sedang bekerja di dalamnya.

Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian, pelayanan, serta uji mutu atau quality control. Berbagai jenis laboratorium kimia telah banyak dimiliki oleh sekolah lanjutan atas (SMA dan SMK), perguruan tinggi, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya berbeda pula dalam desain, fasilitas, teknik, dan penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya. Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para penggunanya.

Aman terhadap setiap kemungkinan kecelakaan fatal, dari sakit maupun gangguan kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien, bebas dari rasa khawatir akan kecelakaan dan keracunan. Keadaan aman dalam laboratorium dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pengguna untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan dapat berakibat pada para pengguna, maupun orang lain serta lingkungan di sekitarnya. Ini adalah tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja yang memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan. Selain itu, disiplin setiap individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja. Kedua faktor penting tersebut bergantung pada factor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium.

Saat mengelola bahan kimia laboratorium, tidak semua risiko bisa ditiadakan.Namun, keselamatan dan keamanan laboratorium ditingkatkan melalui penilaian risiko
berdasarkan informasi dan pengelolaan risiko yang cermat. Pengelolaan masa pakai
bahan kimia yang cermat tidak hanya meminimalkan risiko terhadap manusia dan
lingkungan, tetapi juga mengurangi biaya.

Tujuan keamanan laboratorium adalah menciptakan suasana laboratorium sebagai sarana belajar sains yang aman. Caranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan praktisi sains (dosen, laboran, (maha)siswa) tentang keselamatan kerja, mengenal bahaya yang mungkin terjadi serta upaya penanganannya. Pengenalan sifat dan jenis bahan kimia akan memudahkan dalam cara penanganannya, yakni cara pencampuran, mereaksikan, pemindahan atau transportasi, dan penyimpanan. Pengetahuan tentang nama dan kegunaan alat dan bagaimana cara penggunaannya juga sangat penting. Misalnya alat-alat gelas harus diperiksa sebelum digunakan. Apakah ada yang retak, pecah, atau masih kotor. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana perawatan alat dan bahan praktikum kimia, bagaimana cara penyimpanannya sehingga kerusakan alat dan bahan-bahan kimia dapat dihindari, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat penyimpanan dapat dicegah.

PEMBAHASAN

Adapun hal- hal yang penting dalam makalah ini mengenai strategi penyimpanan zat dan bahan kimia di dalam laboratorium adalah sebagai berikut:

A.     SUMBER-SUMBER KERUSAKAN BAHAN KIMIA

Tidak dapat dielakkan semua alat dan bahan lambat laun akan mengalami kerusakan karena dimakan usia, karena lamanya bahan- bahan tersebut, baik lama pemakaian maupun lama disimpan, atau disebabkan oleh keadaan lingkungan. Sumber-sumber kerusakan yang disebabkan keberadaan alat –alat dan bahan-bahan kimia di dalam lingkungannya dapat digolongkan menjadi tujuh golongan, yaitu sebagai berikut:

1.      Udara

Udara mengandung oksigen dan uap air. Bahan-bahan kimia yang sifatnya higroskopis harus disimpan di dalam botol yang dapat ditutup rapat. Bahan-bahan kimia semacam ini jika menyimpannya tidak benar, maka akan berair, bahkan dapat berubah menjadi larutan. Bahan-bahan yang mudah dioksidasi, dengan adanya oksigen di udara akan mengalami oksidasi. Misalnya bahan kimia Kristal besi(II) sulfat yang berwarna hijau muda, akan segera berubah menjadi besi(III) sulfat kristal berwarna coklat muda. Hal itu terjadi bila botol tempat penyimpanan tidak segera ditutup atau tidak rapat menutupnya.

2.      Cairan: air, asam, basa, cairan lainnya

Usahakan semua bahan kimia dalam keadaan kering. Tempatkan bahan dalam tempat yang kering. Bahan mudah rusak bila dibiarkan dalam keadaan basah. Bahan-bahan kimia harus disimpan dalam tempat yang kering. Apalagi bahan kimia yang reaktif terhadap air. Logam-logam seperti Na, K, dan Ca bereaksi dengan air menghasilkan gas H2 yang langsung terbakar oleh panas reaksi yang terbentuk. Zat-zat lain yang bereaksi dengan air secara hebat, seperti asam sulfat pekat, logam halideanhidrat, oksida non logam halide harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam ruangan yang kering dan bebas kebocoran di waktu hujan. Kebakaran akibat zat-zat di atas tak dapat dipadamkan dengan penyiraman air. Cairan yang bersifat asam mempunyai daya merusak lebih hebat dari air. Asam yang sifatnya gas gas, misalnya asam klorida lebih ganas lagi. Sebab bersama udara akan mudah berpindah dari tempat asalnya. Cara yang paling baik adalah dengan mengisolir asam itu sendiri, misalnya menempatkan botol asam yang tertutup rapat dan ditempatkan dalam lemari khusus, atau di lemari asam.

3.      Mekanik

Bahan-bahan kimia yang harus dahindarkan dari benturan maupun tekanan yang besar adalah bahan kimia yang mudah meledak, seperti ammonium nitrat, nitrogliserin, trinitrotoluene (TNT).

4.      Sinar

Sinar, terutama sinar ultra violet (UV) sangat mempengaruhi bahan-bahan kimia. Sebagai contoh larutan kalium permanganat, apabila terkena sinar UV akan mengalami reduksi, sehingga akan merubah sifat larutan itu. Oleh karena itu untuk menyimpan larutan kalium permanganat dianjurkan menggunakan botol yang berwarna coklat. Kristal perak nitrat juga akan rusak jika terkena sinar UV, oleh sebab itu dalam penyimpanan harus dihindarkan dari pengaruh sinar UV. Alat-alat sebaiknya juga dihindarkan terkena sinar matahari secara langsung, sehingga dianjurkan untuk memasang tirai-tirai pada jendela laboratorium.

5.      Api

Api/kebakaran dapat terjadi bila tiga komponen berada bersama-sama pada suatu saat,
dikenal dengan “segitiga api”.

Ketiga komponen itu ialah:

a. Adanya bahan bakar (bahan yang dapat dibakar)

b. Adanya panas yang cukup tinggi, yang dapat mengubah bahan baker menjadi uap yang dapat terbakar (mencapai titik bakarnya)

c. Adanya oksigen (di udara, di sekitar kita)

Maka pada saat yang demikian itulah, oksigen yang mudah bereaksi dengan bahan bakar yang berupa uap yang sudah mencapai titik bakarnya akan menghasilkan api. Api inilah yang selanjutnya dapat mengakibatkan kebakaran. Maka untuk menghindari terjadinya kebakaran haruslah salah satu dari komponen segitiga api tersebut harus ditiadakan. Cara termudah ialah menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar di tempat yang dingin, sehingga tidak mudah naik temperaturnya dan tidak mudah berubah menjadi uap yang mencapai titik bakarnya.

6.      Sifat bahan kimia itu sendiri

Bahan-bahan kimia mempunyai sifat khasnya masing-masing. Misalnya asam sangat mudah bereaksi dengan basa. Reaksi-reaksi kimia dapat berjalan dari yang sangat lambat hingga ke yang spontan. Reaksi yang spontan biasanya menimbulkan panas yang tinggi dan api. Ledakan dapat terjadi bila reaksi terjadi pada ruang yang tertutup.  Contoh reaksi spontan: asam sulfat pekat yang diteteskan pada campuran kalium klorat padat dan gula pasir seketika akan terjadi api. Demikian juga kalau kristal kalium permanganate ditetesi dengan gliserin.

B.     PENYIMPANAN BAHAN-BAHAN KIMIA

Mengingat bahwa sering terjadi kebakaran, ledakan, atau bocornya bahan-bahan
kimia beracun dalam gudang, maka dalam penyimpanan bahan-bahan kimia selain
memperhatikan ketujuh sumber-sumber kerusakan di atas juga perlu diperhatikan factor
lain, yaitu:

a.       Interaksi bahan kimia dengan wadahnya., bahan kimia dapat berinteraksi dengan

wadahnya dan dapat mengakibatkan kebocoran.

b.      Kemungkinan interaksi antar bahan dapat menimbulkan ledakan, kebakaran, atau

timbulnya gas beracun

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas , beberapa syarat penyimpanan bahan secara singkat adalah sebagai berikut:

1.      Bahan beracun

Banyak bahan-bahan kimia yang beracun. Yang paling keras dan sering dijumpai di laboratorium sekolah antara lain: sublimate (HgCl2), persenyawaan sianida, arsen, gas karbon monoksida (CO) dari aliran gas.

Syarat penyimpanan:

  ruangan dingin dan berventilasi

   jauh dari bahaya kebakaran

  dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi

  kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang dipergunakan

  disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan

2.      Bahan korosif

Contoh bahan korosif, misalnya asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun. Syarat penyimpanan:

  ruangan dingin dan berventilasi

   wadah tertutup dan beretiket

  dipisahkan dari zat-zat beracun.

3.      Bahan mudah terbakar

Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika kena udara, kena benda panas, kena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Fosfor (P) putih, fosfin (PH3), alkil logam, boran (BH3) misalnya akan terbakar sendiri jika kena udara. Pipa air, tabung gelas yang panas akan menyalakan karbon disulfide (CS2). Bunga api dapat menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organic dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

a)      Cairan yang terbakar di bawah temperatur -4oC, misalnya karbon disulfida (CS2), eter (C2H5OC2H5), benzena (C5H6, aseton (CH3COCH3).

b)       Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -4oC – 21oC, misalnya etanol (C2H5OH), methanol (CH3OH).

c)      Cairan yang dapat terbakar pada temperatur 21oC – 93,5oC, misalnya kerosin

(minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak baker.

Syarat penyimpanan:

a)      temperatur dingin dan berventilasi

b)       jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok

c)      tersedia alat pemadam kebakaran

4.      Bahan mudah meledak

Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT.

Syarat penyimpanan:

  ruangan dingin dan berventilasi

  jauhkan dari panas dan api

  hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis

Banyak reaksi eksoterm antara gas-gas dan serbuk zat-zat padat yang dapat meledak dengan dahsyat. Kecepatan reaksi zat-zat seperti ini sangat tergantung pada komposisi dan bentuk dari campurannya. Kombinasi zat-zat yang sering meledak di laboratorium pada waktu melakukan percobaan misalnya:

  natrium (Na) atau kalium (K) dengan air

   ammonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air

   kalium nitrat (KNO3) dengan natrium asetat (CH3COONa)

   nitrat dengan eter

   peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)

  klorat dengan asam sulfat

  asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn), magnesium atau logam lain

   halogen dengan amoniak

  merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)

  Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3), suatu nitrat atau klorat

5.      Bahan Oksidator

Contoh: perklorat, permanganat, peroksida organic

Syarat penyimpanan:

  temperatur ruangan dingin dan berventilasi

  jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok

  jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor

6.      Bahan reaktif terhadap air

Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida.

Syarat penyimpanan:

  temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi

  jauh dari sumber nyala api atau panas

   bangunan kedap air

   disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)

7.      Bahan reaktif terhadap asam

Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau beracun, contoh: natrium, hidrida, sianida.

Syarat penyimpanan:

  ruangan dingin dan berventilasi

   jauhkan dari sumber api, panas, dan asam

  ruangan penyimpan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk

kantong-kantong hydrogen

 disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja

8.      Gas bertekanan

Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder.

Syarat penyimpanan:

  disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat

  ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari

   jauh dari api dan panas

  jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu pentimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida jika kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan akan semakin besar jumlah peroksida. Isopropil eter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter tidak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama enam bulan.

Penyimpanan Bahan Kimia

Ikuti panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:

1.      Sediakan tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan kembalikan bahan kimia ke tempat itu setelah digunakan.

2.      Simpan bahan dan peralatan di lemari dan rak khusus penyimpanan.

3.      Amankan rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki bibir pembatas di bagian depan agar wadah tidak jatuh. Idealnya, tempatkan wadah cairan pada baki logam atau plastik yang bisa menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan pencegahan ini utamanya penting di kawasan yang rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem lainnya.

4.      Hindari menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan. Hindari juga menyimpan bahan dan peralatan di atas lemari. Jika terdapat sprinkler, jaga jarak bebas minimal 18 inci dari kepala sprinkler.

5.      Jangan menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).

6.      Hindari menyimpan bahan berat di bagian atas.

7.      Jaga agar pintu keluar, koridor, area di bawah meja atau bangku, serta area peralatan keadaan darurat tidak dijadikan tempat penyimpanan peralatan dan bahan.

8.      Labeli semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan tanggal penerimaan pada semua bahan yang dibeli untuk membantu kontrol inventaris.

9.      Hindari menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan.

10.  Simpan racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari berventilasi. Jika bahan kimia tidak memerlukan lemari berventilasi, simpan di dalam lemari yang bisa ditutup atau rak yang memiliki bibir pembatas di bagian depan.

11.  Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar yang disetujui.

12.  Jangan memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinar matahari langsung.

13.  Simpan bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara terpisah yang disortir berdasarkan abjad. Lihat Gambar di bawah ini untuk mendapatkan gambaran metode pengodean warna untuk penyusunan bahan kimia.

14.  Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai.

15.  Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan dan tanggung jawab lainnya di atas kepada satu penanggung jawab utama dan satu orang cadangan. Kaji tanggung jawab ini minimal setiap tahun

Wadah dan Peralatan

Ikuti panduan khusus di bawah ini tentang wadah dan peralatan yang digunakan untuk menyimpan bahan kimia.

1.      Gunakan perangkat pengaman sekunder, seperti wadah pengaman (overpack), untuk menampung bahan jika wadah utama pecah atau bocor.

2.      Gunakan baki penyimpanan yang tahan korosi sebagai perangkat pengaman sekunder untuk tumpahan, kebocoran, tetesan, atau cucuran. Wadah polipropilena sesuai untuk sebagian besar tujuan penyimpanan.

3.      Sediakan lemari berventilasi di bawah tudung asap kimia untuk menyimpan bahan berbahaya.

4.      Segel wadah untuk meminimalkan terlepasnya uap yang korosif, mudah terbakar, atau beracun.

Penyimpanan Dingin

Penyimpanan bahan kimia, biologis dan radioaktif yang aman di dalam
lemari es, ruangan yang dingin, atau freezer memerlukan pelabelan dan penataan yang
baik. Manajer laboratorium menugaskan tanggung jawab untuk menjaga unit-unit ini
agar aman, bersih, dan tertata, serta mengawasi pengoperasiannya yang benar. Ikuti
panduan penyimpanan dingin ini:

1.      Gunakan lemari penyimpanan bahan kimia hanya untuk menyimpan bahan kimia. Gunakan pita dan penanda tahan air untuk memberi label lemari es dan freezer laboratorium. Lihat Tanda pada Toolkit yang disertakan untuk mengetahui contoh label penyimpanan dingin.

2.      Jangan menyimpan bahan kimia yang mudah terbakar dalam lemari es, kecuali penyimpanan bahan tersebut disetujui. Jika penyimpanan dalam lemari es diperlukan di dalam ruang penyimpanan bahan yang mudah terbakar, pilih lemari es tahan-ledakan. Jangan menyimpan oksidator atau bahan yang sangat reaktif dalam unit yang sama dengan bahan yang mudah terbakar.

3.      Semua wadah harus tertutup dan stabil. Perangkat pengaman sekunder, seperti baki plastik, penting untuk labu laboratorium kimia dan disarankan untuk semua wadah.

4.      Labeli semua bahan dalam lemari es dengan isi, pemilik, tanggal perolehan atau penyiapan, dan sifat potensi bahayanya.

5.      Tata isi berdasarkan pemilik, namun pisahkan bahan yang tidak sesuai. Tata isi dengan memberi label pada rak dan tempelkan skema penataan di luar unit.

6.      Setiap tahun, kaji semua isi dari masing-masing unit penyimpanan dingin. Buang semua bahan tidak berlabel, tidak diketahui, atau tidak diinginkan, termasuk bahan yang dimiliki oleh pegawai yang telah meninggalkan laboratorium.

Penyimpanan Cairan yang Mudah Terbakar dan Gampang Menyala

Cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala di laboratorium hanya
boleh tersedia dalam jumlah terbatas. Jumlah yang diperbolehkan tergantung pada
sejumlah faktor, termasuk:

a.       konstruksi laboratorium;

b.      jumlah zona api dalam gedung;

c.       tingkat lantai tempat laboratorium berlokasi;

d.      sistem pelindungan api yang dibangun dalam laboratorium;

e.       adanya lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar atau kaleng keselamatan; dan jenis laboratorium (yaitu, pendidikan atau penelitian dan pengembangan).

Ikuti panduan ini untuk menyimpan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala:

1.      Jika tempatnya memungkinkan, simpan cairan yang gampang menyala dalam lemari penyimpanan bahan yang mudah terbakar.

2.      Simpan cairan gampang menyala di dalam wadah aslinya (atau wadah lain yang disetujui) atau dalam kaleng keselamatan. Jika memungkinkan, simpan cairan yang mudah terbakar yang berjumlah lebih dari 1 L dalam kaleng keselamatan.

3.      Simpan 55 galon (~208-L) drum cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dalam ruang penyimpanan khusus untuk cairan yang mudah terbakar.

4.      Jauhkan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dari bahan oksidasi kuat, seperti asam nitrat atau kromat, permanganat, klorat, perklorat, dan peroksida.

5.      Jauhkan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dari sumber penyulutan. Ingat bahwa banyak uap yang mudah terbakar lebih berat dibandingkan udara dan dapat menuju ke sumber penyulutan.

Penyimpanan Zat yang Sangat Reaktif

Periksa undang-undang gedung dan kebakaran internasional, regional, atau
lokal untuk menentukan jumlah maksimal bahan kimia yang sangat reaktif yang dapat
disimpan di dalam laboratorium. Ikuti panduan umum di bawah ini saat menyimpan zat
yang sangat reaktif.

1.      Pertimbangkan persyaratan penyimpanan setiap bahan kimia yang sangat reaktif sebelum membawanya ke dalam laboratorium.

2.      Baca MSDS atau literatur lainnya dalam mengambil keputusan tentang penyimpanan bahan kimia yang sangat reaktif.

3.      Bawa bahan sejumlah yang diperlukan ke dalam laboratorium untuk tujuan jangka pendek (hingga persediaan 6 bulan, tergantung pada bahannya).

4.      Pastikan memberi label, tanggal, dan mencatat dalam inventaris semua bahan yang sangat reaktif segera setelah bahan diterima. Lihat Tanda pada Toolkit yang disertakan untuk mengetahui contoh label untuk zat yang sangat reaktif.

5.      Jangan membuka wadah bahan yang sangat reaktif yang telah melebihi tanggal kedaluwarsanya. Hubungi koordinator limbah berbahaya di lembaga Anda untuk mendapatkan instruksi khusus.

6.      Jangan membuka peroksida organik cair atau pembentuk peroksida jika ada kristal atau endapan. Hubungi CSSO Anda untuk mendapatkan instruksi khusus.

7.      Untuk masing-masing bahan kimia yang sangat reaktif, tentukan tanggal pengkajian untuk mengevaluasi kembali kebutuhan dan kondisi dan untuk membuang (atau mendaur ulang) bahan yang terurai dari waktu ke waktu.

8.      Pisahkan bahan berikut:

  agen pengoksidasi dengan agen pereduksi dan bahan mudah terbakar;

  bahan reduksi kuat dengan substrat yang mudah direduksi;

  senyawa piroforik dengan bahan yang mudah terbakar; dan

   asam perklorik dengan bahan reduksi.

9.      Simpan cairan yang sangat reaktif di baki yang cukup besar untuk menampung isi botol.

10.  Simpan botol asam perklorik dalam baki kaca atau keramik.

11.  Jauhkan bahan yang dapat diubah menjadi peroksida dari panas dan cahaya.

12.  Simpan bahan yang bereaksi aktif dengan air sejauh mungkin dari kemungkinan kontak dengan air.

13.  Simpan bahan yang tidak stabil karena panas dalam lemari es. Gunakan lemari es dengan fitur keselamatan ini:

a.       semua kontrol yang menghasilkan percikan di bagian luar;

b.      pintu terkunci magnetik;

c.       alarm yang memperingatkan jika suhu terlalu tinggi; dan

d.      suplai daya cadangan.

14.  Simpan peroksida organik cair pada suhu terendah yang mungkin sesuai dengan daya larut atau titik beku. Peroksida cair sangat sensitif selama perubahan fase. Ikuti panduan pabrik untuk penyimpanan bahan yang sangat berbahaya ini.

15.  Lakukan inspeksi dan uji bahan kimia pembentuk peroksida secara periodik dan beri bahan label akuisisi dan tanggal kedaluwarsa. Buang bahan kimia yang kedaluwarsa.

16.  Simpan bahan yang sangat sensitif atau simpan lebih banyak bahan eksplosif dalam kotak anti ledakan.

17.  Batasi akses ke fasilitas penyimpanan.

Penyimpanan Bahan yang Sangat Beracun

Lakukan tindakan pencegahan berikut saat menyimpan karsinogen, toksin reproduktif, dan bahan kimia dengan tingkat toksisitas akut tinggi.

1.      Simpan bahan kimia yang diketahui sangat beracun dalam penyimpanan berventilasi dalam perangkat pengaman sekunder yang resisten secara kimia dan anti pecah.

2.      Jaga jumlah bahan pada tingkat kerja minimal.

3.      Beri label area penyimpanan dengan tanda peringatan yang sesuai.

4.       Batasi akses ke area penyimpanan.

5.      Pelihara inventaris untuk semua bahan kimia yang sangat beracun

C.    MANAJEMEN BAHAN KIMIA DAN PENYIMPANANNYA DI GUDANG LABORATORIUM

Untuk memenuhi kriteria laboratorium yang sehat maka pengelolaan inventori bahan kimia diupaykan senantiasa terkendali dalam aspek kualitas yaitu mutu bahan kimia harus memenuhi spesifikasi standard yang diperlukan, aspek kuantitas yaitu jumlah yang akan dibeli harus sesuai dengan kebutuhan dan dengan mempertimbangkan bahwa kepemilikan dalam jumlah besar juga memiliki konsekwensi menanggung biaya kelola potensi timbulan limbah apabila bahan kimia tersebut terkontaminasi atau mengalami degradasi mutu sehingga tidak dapat dipergunakan.

Bahan kimia yang baik harus memenuhi beberapa ketentuan umum yaitu :

a.       Mudah diperoleh yaitu proses pengadaan bahan kimia tidak berbelit serta waktu kedatangan atau tiba di gudang dalam waktu singkat.

b.      Konsep siap saji (just in time) merupakan pedoman yang menjadi kebutuhan terhadap pengadaan bahan kimia saat ini dimana selang waktu yang terlampau lama menyebabkan terjadinya permasalahan terhadap waktu pakai (expire date) dari beberapa bahan kimia tertentu.

c.       Mudah untuk disubsitusi yaitu bahan kimia yang dibeli memiliki beberapa alternatif nama dagang sehingga bukan merupakan monopoli dari pabrik tertentu.

d.       Aman terhadap proses penanganan (handling)

e.       Memiliki label atau identifikasi yang jelas tentang sifat dan karakteristik bahan kimia.

f.       Kemasan mampu untuk melindungi kualitas bahan terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga apabila terjadi variasi perubahan suhu tidak berpengaruh terhadap komposisi bahan kimia.

g.      Suhu penyimpanan yang dipersyaratkan mendekati suhu kamar (ambien) di Indonesia. Apabila merupakan bahan kimia Berbahaya dan Beracun (B3) maka identifikasi MSDS harus senantiasa diikutsertakan disertai sertifikat keaslian produk dari pabrik pembuat. Penyimpanan bahan kimia juga memiliki beberapa aturan dasar yang menjadi pedoman bagi laboratorium untuk memelihara aspek safety dalam hal penyimpanan bahan kimia di gudang melalui segregasi, yaitu :

a)      Bahan kimia bersifat korosif (asam kuat atau basa kuat);

b)       Bahan kimia bersifat mudah terbakar (flamable);

c)      Bahan kimia mudah bereaksi (reactive)

d)     Bahan kimia racun (toxic).

Penyimpanan bahan kimia di gudang adalah pengetahuan tentang ketidaksesuaian (incompatible) antara bahan kimia yang satu dengan yang lain. Tabel berikut menyatakan ketidaksesuaian antara bahan kimia yang satu dengan yang lain dan dipergunakan sebagai dasar pengaturan penyimpanan bahan kimia di gudang.

Bahan padatan lebih sulit bereaksi dibandingan dengan cairan karena kecepatan reaksi dengan bahan lain rendah (dalam kondisi kering) oleh karena itu dapat disusun

a. Sulfida harus dipisahkan jauh dengan asam

b. Senyawa sianida harus dipisahkan terhadap asam, terutama bentuk larutan asam

c. Bentuk kristal penol harus dipisahkan terhadap oksidator.

Sedangkan cairan lebih mudah bereaksi dengan bahan lain, oleh karena itu cairan harus disimpan di rak dengan maksimum ketinggian ukuran bahu orang dewasa, untuk larutan asam

a. Pisahkan antara asam organik dengan asam anorganik seperti asam asetat dengan
asam nitrat.

b. Pisahkan secara tersendiri asam perklorat (perchloric acid);

Cairan mudah terbakar, lebih dari 10 gallon cairan harus disimpan didalam lemari        safety atau dalam drum safety.

c. Khusus untuk bahan-bahan yang termasuk Oksidator dilakukan pengelolaanya   sebagai berikut:

1)      Jauhkan dari asam, basa, organik dan logam

2)      Simpan ditempat dingin

Akumulasi penyimpanan limbah dan bahan kimia kadaluarsa dilakukan dengan :

a)      Sedapat mungkin menyimpan cairan limbah bahan kimia dengan tingkat kesesuaiannya (compability).

b)      Jangan menumpuk lebih dari 55 gallon limbah cair bahan kimia  ini,seperempat jumlah dari daftar bahan kimia berbahaya (daftar P)

Bahan yang termasuk katagori Logam, dilakukan sesuai jenisnya :

a)      Logam reaktif (misalnya potasium, sodium) dan semua logam dalam bentuk serbuk harus disimpan didalam lemari khusus anti nyala (flamable cabinet).

b)      Logam air raksa (mercury) harus disimpan di kontainer yang tidak mudah pecah dengan diletakkan didalam almari khusus.

D. BAHAN KIMIA RAMAH LINGKUNGAN UNTUK SETIAP LABORATORIUM

Bahan kimia ramah lingkungan merupakan falsafah perancangan produk dan proses yang mengurangi atau meniadakan penggunaan dan terciptanya bahan berbahaya. Dua belas prinsip bahan kimia ramah lingkungan dalam daftar berikut bisa diterapkan ke semua laboratorium dan digunakan sebagai panduan untuk merancang dan melaksanakan eksperimen yang bijak.

Beberapa dari strategi ini dibahas secara terperinci dalam bagian berikut.

1. Mencegah Limbah

Pengurangan bahan yang digunakan di setiap langkah eksperimen penting untuk pencegahan limbah, serta untuk keselamatan dan keamanan laboratorium. Untuk mencegah limbah, ikuti strategi berikut:

1. Pikirkan cara penggunaan produk reaksi dan buat sejumlah keperluan saja.

2. Pikirkan biaya pembuatan dan penyimpanan bahan yang tidak dibutuhkan.

Dua belas prinsip bahan kimia ramah lingkungan

1. Cegah limbah. Rancang sintesis kimia yang tidak menyisakan limbah apa pun yang harus diolah atau dibersihkan.

2. Rancang bahan kimia dan produk yang lebih aman. Rancang produk kimia yang sangat efektif, namun hanya mengandung sedikit racun atau tidak sama sekali.

3. Rancang sintesis bahan kimia yang tidak terlalu berbahaya. Rancang sintesis untuk menggunakan dan menghasilkan zat dengan toksisitas rendah atau tidak beracun sama sekali bagi manusia dan lingkungan.

4. Gunakan bahan mentah yang dapat diperbarui. Hindari menghabiskan bahan mentah dan bahan mentah untuk industri. Bahan mentah untuk industri yang dapat diperbarui dibuat dari produk pertanian atau limbah dari proses lainnya. Bahan mentah untuk industri yang tidak dapat diperbarui ditambang atau terbuat dari bahan bakar fosil (yaitu, minyak tanah, gas alam, batu bara).

5. Gunakan katalis, bukan reagen stoikiometrik. Katalis digunakan dalam jumlah kecil dan dapat melakukan reaksi tunggal beberapa kali. Katalis tersebut sebaiknya reagen stoikiometrik, yang digunakan dalam jumlah berlebihan dan hanya bekerja sekali.

6. Hindari derivatif kimia. Derivatif menggunakan reagen tambahan dan menghasilkan limbah. Hindari menggunakan kelompok penghambat atau pelindung atau modifi kasi apa pun.

7. Maksimalkan ekonomi atom. Rancang sintesis sehingga produk akhir mengandung proporsi maksimal bahan awal. Hanya boleh ada sedikit, jika ada, atom yang terbuang.

8. Gunakan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman. Hindari menggunakan pelarut, bahan pemisah, atau bahan kimia tambahan lainnya. Jika bahan ini diperlukan, gunakan bahan kimia yang tidak berbahaya.

9. Tingkatkan efi siensi energi. Jalankan reaksi kimia pada suhu ruang dan tekanan bila memungkinkan.

10. Rancang bahan kimia dan produk agar terurai setelah digunakan. Produk kimia yang terurai menjadi zat yang tidak berbahaya setelah digunakan tidak berakumulasi di lingkungan.

11. Analisis langsung (dalam waktu nyata) untuk menghindari polusi. Sertakan pemantauan dan kendali langsung (waktu nyata) dalam proses selama sintesis untuk membatasi atau menghilangkan pembentukan produk sampingan.

12. Batasi potensi terjadinya kecelakaan. Rancang bahan kimia dan bentuknya (padat, cair, atau gas) untuk meminimalkan potensi terjadinya kecelakaan akibat bahan kimia, termasuk ledakan, kebakaran, dan pelepasan ke lingkungan.

2. Menggunakan Pekerjaan Berskala Mikro

Metode pengurangan bahaya yang berhasil adalah melakukan reaksi kimia dan prosedur laboratorium lainnya dalam skala yang lebih kecil, atau berskala mikro. Dalam bahan kimia berskala mikro, jumlah bahan yang digunakan dikurangi menjadi 25 hingga 100 mg untuk zat padat dan 100 hingga 200 μL untuk cairan, dibandingkan jumlah biasa, yaitu 10 hingga 50 g untuk zat padat atau 100 hingga 500 mL untuk cairan. Penggunaan tingkat skala mikro menghemat berton-ton limbah dan jutaan dolar. Di samping itu, pekerjaan berskala mikro mengurangi bahaya kebakaran dan kemungkinan terjadinya kecelakaan serta tingkat keparahan kecelakaan yang memaparkan pegawai pada bahan kimia berbahaya.

3. Menggunakan Pelarut dan Bahan Lainnya yang Lebih Aman

Laboratorium lebih aman dan terjamin jika mereka mengganti dengan bahan
kimia yang tidak berbahaya, atau kurang berbahaya bila memungkinkan. Pertimbangkan
jalur sintetik dan prosedur alternatif untuk melakukan campuran reaksi. Ajukan
pertanyaan berikut saat memilih bahan reagen atau pelarut untuk prosedur eksperimen:

  Bisakah kita mengganti bahan ini dengan bahan lain yang memiliki potensi bahaya lebih kecil bagi pelaku eksperimen dan lainnya?

  Bisakah kita mengganti bahan ini dengan bahan yang mengurangi atau meniadakan limbah berbahaya serta biaya pembuangannya?

  Saat memilih pelarut organik, pertimbangkan beberapa faktor penting:

b.      Hindari pelarut yang terdaftar sebagai toksin produktif, polutan udara berbahaya, atau karsinogen tertentu.

c.       Pilih pelarut dengan nilai ambang batas yang relatif tinggi (TLV).

d.      Pelarut pengganti yang paling baik memenuhi kondisi berikut. Pelarut juga memiliki sifat fi sio-kimia (misalnya, titik didih, titik nyala, konstanta dielektrik) yang mirip dengan pelarut asli. Pertimbangkan manfaatnya bagi keselamatan, kesehatan, dan lingkungan serta biayanya.

4. Inventaris dan Pelacakan Bahan Kimia

Semua laboratorium harus mencatat semua inventaris bahan kimia yang
dimilikinya secara akurat. Inventaris adalah catatan, biasanya dalam bentuk basis-data,
bahan kimia dalam laboratorium dan informasi penting tentang pengelolaannya yang
tepat. Inventaris yang dikelola dengan baik meliputi bahan kimia yang didapat dari
sumber komersial dan yang dibuat di laboratorium, juga lokasi penyimpanan untuk
setiap wadah masing-masing bahan kimia. Inventaris membantu dalam pemesanan,
penyimpanan, penanganan, dan pembuangan bahan kimia, juga perencanaan darurat.

PENUTUP

Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para penggunanya. Dalam hal ini seorang laboran memegang peranan penting dalam menciptakan suatu laboratorium yang aman. Dengan pengetahuan yang cukup tentang sifat-sifat bahan kimia yang ada di laboratorium seorang laboran dapat mengetahui bagaimana cara menangani bahan kimia tersebut, termasuk bagaimana cara menyimpan dengan baik dan aman. Memang bukan hanya faktor bahan kimia yang menyebabkan keadaan tidak aman, factor lain seperti ventilasi ruangan, almari asam, atau sistem pengaman gas tidak bekerja dengan baik keadaan akan menjadi lebih tidak aman. Pengetahuan tentang kegunaan alat, perawatan dan pemeliharaan alat juga penting untuk menjaga keawetan alat. Memang diperlukan suatu kerjasama dari berbagai pihak, baik dari para (maha)siswa, guru, dosen sebagai pengawas.

Dalam melakukan praktikum (maha)siswa juga dituntut untuk berhati-hati, tidak menganggap remeh setiap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan. Peran guru/dosen sebagai pengawas juga penting. Prosedur dan cara kerja perlu diberikan secara jelas dan sempurna sebelum dikerjakan oleh para (maha)siswa dan laboran. Dengan kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak maka akan tercipta laboratorium kimia yang aman dan nyaman bagi semua orang yang menggunakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil, dkk. (1996). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.

Djupri Padmawinata, Habiburrahman, Rangke L. Tobing, arosa Purwadi, S. Dirjosoemarto,

Iswojo PIA. 1983. Pengelolaan Laboratorium IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.

Management Of Hazardous Waste In Your Area, akses
internet pada 6 Agustus 2006 : http://ehs.uky.edu/hmm/outline.htm

Soemanto Imamkhasani. 1990. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia


PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI ES KRIM FUNGSIONAL SEBAGAI SUMBER GIZI ALTERNATIF

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI ES KRIM FUNGSIONAL SEBAGAI SUMBER GIZI ALTERNATIF

(BY RIZKY KURNIA. W ITP-UB)

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Pisang merupakan tanaman buah tropis yang berasal dari Asia Tenggara, Brazil, dan India. Pisang menjadi buah yang penting di masyarakat Indonesia, karena pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi dibandingkan dengan buah yang lain dan dikonsumsi tanpa memperhatikan tingkat sosial.

Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar keenam di dunia. Bahkan di Asia, Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar, karena hampir 50 % produksi pisang di Asia, dihasilkan oleh Indonesia, dan setiap tahun produksinya terus meningkat.
Pisang juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, dan memiliki tingkat antioksidan yang cukup tinggi.

Di kabupaten Malang, Jawa Timur sendiri, didapatkan data bahwa peoduksi pisang, dengan jumlah tanaman yang menghasilkan 298.193 pohon, produksi pertahun sebesar 184.074 ton. Ini merupakan hasil produksi holtikultura tertinggi dibandingkan dengan jenis holtikultura lainnya.

Bukan hanya buah pisang saja yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, namun bagian lain dari pohon pisang. Kulit pisang misalnya. Kulit pisang merupakan limbah pertanian yang cukup banyak ditemukan dimana-mana, sehingga dalam hal ini kulit pisang dapat dimanfaatkan menjadi suatu bahan/produk makanan oleh industri. Kali ini penulis mencoba mengungkapkan tentang manfaat tentang kulit pisang yang ternyata memiliki kandungan gizi yang tidak kalah banyaknya dari buah pisang. Tim Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan, Taiwan membuktikan kulit pisang yang diambil ekstraknya bermanfaat mengurangi gejala depresi. Hal ini disebabkan adanya kandungan serotonin pada kulit buah pisang. Tidak itu saja, hasil penelitian menyebutkan ekstrak kulit buah pisang bermanfaat untuk menjaga kesehatan retina mata. Buah ini mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan berbagai mineral yang penting untuk tubuh. Bahkan buah pisang cocok untuk segala usia dari bayi sampai orang tua. Itu karena teksturnya yang lembut dan rasanya yang manis. Siapa sangka, kulit buah pisang ternyata dapat dimanfaatkan. Kandungan gizi kulit pisang masih cukup tinggi. Berdasarkan sejumlah penelitian terungkap bahwa kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, karbohidrat dan serat yang baik untuk tubuh.

Es krim adalah salah satu camilan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia untuk berbagai usia dan kelas ekonomi. Tingkat konsumsi camilan berbahan baku es dalam lima tahun terakhir di Indonesia, tingkat pertumbuhan pasarnya sedikitnya 20% setiap tahun. Tahun 2011, umpamanya, total pasar es krim sudah mendekati angka 100 juta liter dengan nilai absolut di atas US$221 juta.

Maka dari itu penulis sangat mengharapkan dengan adanya hasil karya ini, dapat memberikan motivasi lebih untuk masyarakat agar memanfaatkan kulit pisang, dan tidak membuang sembarangan sehingga mengakibatkan suatu hal yang mubazir dan dapat mencelakakan orang lain, juga supaya dapat menjadi jalan keluar untuk peristiwa kekurangan gizi yang masih melanda sebagian besar penduduk Indonesia, dikarenan harga kebutuhan pokok, dan makanan bergizi yang harganya seakan semakin melambung tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya ilmiah ini meliputi:

  1. Bagaimanakah kandungan gizi kulit pisang?
  2. Bagaimanakah pengolahan es krim kulit pisang?
  3. Bagaimana potensi kulit pisang sebagai sumber gizi manusia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

  • Mengembangkan kulit pisang supaya tidak hanya menjadi limbah, dimana jika dibuang sembarangan akan membahayakan.
  • Mengetahui teknik pengolahanes krim kulit pisang.
  • Mengembangkan suatu sumber gizi baru yang murah, halal,bergizi, bermanfaat, dan ramah lingkungan, serta nikmat dilidah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.1 Pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman pisang mempunyai nama latin musa para disiaca nama ini telah diproklamirkan sejak sebelum masehi. Nama musa diambil dari nama seorang dokter Kaisar Romawi Octavianus Augustus (63 SM-14 M) yang bernama Antonius Musa. Pada zaman Octavianus Augustus, Antonius Musa selalu menganjurkan pada kaisarnya untuk makan pisang setiap harinya agar tetap kuat, sehat, dan segar. Tanaman pisang berasal dari daerah tropis yang beriklim basah. “Tanaman pisang dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi 1.000-3.000 mm pertahun. Tanaman pisang lebih senang tumbuh di daerah yang subur dengan pH tanah 4,5-7,5 (Sumarjono, 1997). Sedangkan menurut Nuryani (1996: 7) “Tanaman pisang dapat tumbuh baik di tanah yang kaya humus, tetapi dapat juga hidup di tanah kapur dengan iklim lembab banyak sinar matahari.” Akar pisang tidak tahan kekeringan atau air yang berlebihan. Tanah yang sedikit sinar matahari pertumbuhan pisang menjadi lambat. Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Keluarga : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa spp.

Menurut Munadjim (1988), Sejak mulai ditanam sampai berbuah dan dipetik, tanaman pisang memerlukan waktu kira-kira satu tahun. Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 5-10 kg buah.” Setelah pohon induk berbuah dan dipetik, anak pohon pisang mulai berbunga. Setelah 3-4 bulan baru pemetikan besar kecilnya buah pisang tergantung dari banyak faktor, diantaranya jenis pisang, kesuburan tanah, kecepatan tumbuh, iklim saat berbunga dan lain-lain. banyaknya buah tiap-tiap sisir tergantung daripada letak sisirnya.

Secara umum, kandungan gizi ang terdapat dalam setiap buah pisang matang adalah sebagai berikut: kalori 99 kalori, protein 1,2 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 25,8 miligram (mg), serat 0,7 gram, kalsium 8 mg, fosfor 28 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 44 RE, Vitamin B 0,08 mg, vitamin C 3 mg dan air 72 gram. Kandungan buah pisang sangat banyak, terdiri atas mineral, vitamin, karbohidrat, serat, protein, lemak dan lain-lain, sehingga apabila orang hanya mengonsumsi buah pisang saja, sudah tercukupi secara minimal gizinya.

2.2 Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan salah satu satu bagian dari tanaman pisang yang selama ini keberadaannya terabaikan. Menurut Munadjin (1998) Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kulit pisang adalah produk dari limbah industri pangan yang dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia

Tabel 2.1 Komposisi Zar Gizi Kulit Pisang

Unsur

Jumlah

Air (%)

68,90

Karbohidrat (%)

18,50

Lemak (%)

2,11

Protein (%)

0,32

Kalsium (mg/100 gr)

715

Fosfor (mg/100 gr)

117

Besi (mg/100 gr)

166

Vitamin B (mg/100 gr)

0,12

Vitamin C (mg/100 gr)

17,5

Sumber : Munadjin (1988:63)

Berdasarkan tabel 2.1 di atas maka komposisi kimia terbanyak kulit pisang, di samping air adalah karbohidrat, yaitu sebesar 18,50%. Karbohidrat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan alkohol yang berguna sebagai bahan bakar, bahan industri kimia bahan kecantikan dan kedokteran. Manfaat lain kulit pisang yaitu sebagai bahan baku minuman beralkohol (anggur) dan makanan ternak, seperti kambing, sapi, kelinci dan lain-lain. Hal ini disebabkan nilai gizi kulit pisang cukup baik.

Kulit pisang mengandung serat yang cukup tinggi, vitamin C, B, kalsium, protein, dan karbohidrat. Hasil penelitian tim Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan, Taiwan, memperlihatkan bahwa ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi mengurangi gejala depresi dan menjaga kesehatan retina mata. Selain kaya vitamin B6, kulit pisang juga ternyata banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk menyeimbangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk menjaga retina dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina.6


2.3 Es Krim

Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Di pasaran, es krim digolongkan atas kategori economy, good
average, dan deluxe.

Es krim dapat didefinisikan sebagai bagian buih yang membeku dengan kandungan udara 40-50% dari volume. Fase kontinyu buih mengandung padatan terlarut dan koloid seperti gula, protein, stabilizer dan kandungan lemak dalam bentuk emulsi (Frieberg, 1997). Es krim yang sebagian atau seluruh lemaknya diganti dengan lemak nabati disebut es krim imitasi atau es krim melorin (Campbell, 1975).

Dewanti (1997), menyatakan bahwa bahan-bahan pembuat es krim merupakan bahan makanan yang bernilai protein tinggi (susu dan telur) maka es krim juga mempunyai nilai protein tinggi, selain vitamin mineral. Sedangkan kandungan kalori es krim juga tinggi hal ini karena adanya penambahan gula.

Menurut Marshall et al (2003) es krim merupakan sumber energi makanan yang sangat baik. Kandungan lemak yang ada pada es krim adalah tiga sampai empat kali susu dan sepenuhnya 50% dari total padatan es krim adalah gula, termasuk laktosa, sukrosa, dan padatan-padatan sirup jagung.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Es Krim Berdasarkan SNI

No.

Kriteria Uji

Persyaratan

1

 

 

 

2

3

4

5

6

 

 

 

7

 

 

8

9

Keadaan:

– Penampakan

– Bau

– Rasa

Lemak (% b/b)

Gula (% b/b)

Protein (% b/b)

Jumlah Padatan Non Lemak (% b/b)

Bahan Tambahan Makanan:

– Pewarna tambahan

– Pemanis buatan

– Pemantap dan pengemulsi

Cemaran Logam:

– Timbal (Pb) (mg/kg)

– Tembaga (Cu) (mg/kg)

Cemaran Arsen (As) (mg/kg)

Cemaran Mikroba:

– Angka Lempeng Total (koloni/gr)

– MPN Coliform (APM/gr)

– Salmonella (koloni/25gr)

– Listeria spp (koloni/25gr)

 

Normal

Normal

Normal

Minimal 5,0

Minimal 8,0

Minimal 2,7

Minimal 34

 

Sesuai SNI 01-0222-1995

Negatif

Sesuai SNI 01-0222-1995

 

Maksimal 1,0

Maksimal 20,0

Maksimal 0,5

 

Maksimal 30.000


Negatif

Negatif

Sumber: Standar Nasional Indonesia 01-0317-1995 (1995)    

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Cara Pembuatan Es Krim Kulit Pisang

Dalam karya tulis ilmiah kali ini, penulis ingin mewujudkan kulit pisang dalam bentuk olahan makanan yang berupa jajanan sehat es krim kulit pisang. Penulis merasa lebih tepat jika diolah menjadi es krim karena telah menjadi makanan yang umum sekali disantap waktu lenggang dan santai, terlebih lagi pengolahannya sangat mudah dan sederhana.

Berikut resep pembuatan selai dari kulit pisang:

Bahan yang digunakan:

  • kulit pisang
  • daging buah pisang
  • gula pasir
  • air bersih
  • susu skim
  • lesitin kedelai
  • cmc
  • whipping cream

Pengolahan :

  • Kulit pisang disortasi dan dicuci kemudian dipotong kecil-kecil
  • Dihancurkan potongan kulit pisang bersama daging buah pisang dan air dengan perbandingan 2:1:2 menggunakan blender selama 10 menit.
  • Ditambahkan susu skim 11% (b/b), whipping cream 12% (b/b), gula 15%(b/b), lesitin kedelai 0,25%(b/b), penstabil cmc 0,25%(b/b).
  • Dilakukan homogenisasi dengan mixer selama 2-3 menit.
  • Dilakukan aging pada suhu 4oC selama 6 jam.
  • Di ice cream maker suhu -5oC selama 30 menit.
  • Dikemas dalam cup dan diberi label.
  • Disimpan dalam freezer dan kemudian siap didistribusikan dengan cool box

3.2 Kandungan Gizi Es Krim Kulit Pisang

Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %. Kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup (Sulffahri.2008). Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang berfungsi sebagai asupan energi utama, dimana tiap gramnya menghasilkan 4 kalolori (17 kilojoule) energi pangan per gram.

Dilihat dari kandungan mineralnya kulit pisang mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu sebesar 715 mg/100 g. Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua. Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan usia. (Wida, 2007). Pada usia anak-anak hingga remaja merupakan usia penting untuk menabung kalsium dalam tulang. Pada usia remaja 75-85 persen massa tulang yang akan dimiliki pada saat dewasa telah terbentuk. Proses pembentukan dan penimbunan massa tulang mencapai kepadatan maksimal pada usia 35 tahun. Semakin bertambah usia semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat dan semakin banyak jaringan tulang yang dirombak sesudah usia 35 tahun, setiap tahunnya akan terjadi kehilangan massa tulang sebesar 0,5% dan setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak 30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya mengalami masalah kekurangan kalsium. Berdasarkan Recommended Daily Allowance (RDA) USA, kebutuhan kalsium rata-rata per hari yaitu: anak-anak 800 mg, remaja 1200 mg, dewasa 1000 mg, ibu hamil dan menyusui 1200 mg, usia lanjut dan menopause 1200 mg.

    Vinson et al. (2001) menganalisis kuantitas dan kualitas antioksidan fenolik dari beberapa jenis buah, diantaranya buah pisang. Kadar total fenol pada pisang berdasarkan ekuivalen katekin sekitar 42,30 mikromol/g berat kering atau sekitar 11,2 mikromol/ g berat basah. Kadar total fenol pada kkulit pisang adalah sekitar 387,34 mg/g berat basah atau 3,61 mg/g berat kering. Senyawa fenol teruji positif dalam kulit buah pisang adalah polifenol dan flavonoid. Flavonoid dan polifenol telah digolongkan sebagai antioksidan tingkat tinggi beradasarkan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas dan jenis oksigen aktif seperti oksigen dalam bentuk singlet, radikal bebas superoksida dan radikal hidroksil. Hal ini tentu saja menunjukkan potensi tingganya kadar antioksidan dalam buah maupun kulit pisang yang dapat dimanfaat oleh tubuh.

Kulit pisang memiliki potensi besar sebagai sumber gizi yang baru, yang jauh lebih ekonomis, mudah, dan ramah lingkungan. Karena akan mengurangi limbah rumah tangga, produksi makanan, dsb. Dengan kandungan gizi yang dipaparkan pada subbab sebelum, tentunya sudah saatnya kita mulai melirik manfaat kulit pisang ini, terutama bagi kesehatan. Ditamabah lagi kulit pisang dapat diolah dengan berbagai menu makanan yang tidak kalah lezat rasanya dibandingkan hasil olahan pisang dan buah lainnya. Selain mendapat pasokan gizi yang baik bagi tubuh kita, lidah kita juga dimanjakan dengan rasa dari hasil olahan kulit pisang tersebut. Juga menurut dari data pada bab sebelumnya, dimana hasil holtikultura terbesar di Indonesia adalah pisang, tentunya sangat murah bagi kita untuk mendapat kulit pisang ini, bukan buahnya. Jadi, potensi sebagai sumber gizi yang hemat, efisien, dan efektif dari kulit pisang untuk manusia sangat besar.

3.3 Keamanan dan Kehalalan Es Krim Kulit Pisang

Dari segi proses pembuatannya, tak ada yang kritis terhadap kehalalan es krim, yang perlu dicurigai komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Produk Es krim kulit pisang menggunakan bahan baku yang memiliki sertifikat halal.

Produk es krim kulit pisang menggunakan bahan tambahan whipped cream. Lemak pada whipped cream ini biasanya berasal dari partially hidrogenated coconut oil dan palm oil Oleh karena itu dari segi lemak tidak ada hal yang rawan dari segi kehalalannya karena terbuat dari lemak nabati.

Padatan susu bukan lemak yang berstatus syubhat adalah whey karena whey diperoleh dari hasil samping penggumpalan susu pada tahap pembuatan keju atau kasein dimana proses penggumpalan tersebut biasanya menggunakan enzim yang dapat berasal dari hewan (sapi, babi) atau mikroorganisme disamping penggumpalan juga dapat dilakukan dengan menggunakan asam. Sedangkan padatan susu bukan lemak yang digunakan dalam pembuatan es krim kulit pisang adalah susu skim “tortura” yang telah memiliki sertifikat halal MUI. Es krim kulit pisang tidak menggunakan whey protein yang memiliki kerawanan halal, melainkan menggunakan susu skim yang telah tersertifikasi halal sehingga dijamin kemanan dan kehalalannya.

Pemanis yang digunakan dalam pembuatan es krim kulit pisang adalah gula “gulaku” yang telah terjamin kehalalannya karena telah tersertifikasi halal MUI, proses produksi gula “gulaku” juga sama sekali tidak menggunakan penggunaan bahan rawan halal. Es krim kulit pisang tidak menggunakan bahan rawan halal seperti sirup pemanis seperti sirup jagung yang memiliki rawan bahaya halal. Pembuatan sirup jagung diatas dapat dilakukan dengan dua metode utama yaitu hidrolisis (pemecahan molekul-molekul dengan bantuan air) asam dan hidrolisis enzimatik (menggunakan enzim). Hasil proses hidrolisis enzimatik berwarna jernih dan tidak menghasilkan senyawa pahit. Itu sebabnya banyak sirup ini diperoleh dengan menggunakan enzim dimana salah satu enzim yang diperlukan dengan yaitu enzim a-amilase, sayangnya enzim ini disamping dapat diperoleh dari mikroorganisme juga dapat diperoleh dari hewan. Status sirup gula jagung jadinya syubhat. Es krim kulit pisang menggunakan gula pasir “gulaku” dan tidak menggunakan sirup gula sehingga kehalalan dalam pemanis dapat dipertanggungjawabkan.

Es krim kulit pisang tidak menggunakan pewarna ataupun perisa buatan yang biasanya menggunakan gliserol dan etanol sebagai pelarut proses pembuatannya. Es krim kulit pisang hanya memanfaatkan flavor yang secara alami terdapat pada buah pisang itu sendiri tanpa melakukan penambahan perisa buatan untuk menjaga status kehalalan produk.

Emulsifier yang digunakan dalam pembuatan es krim kulit pisang adalah lesitin yang terbuat dari kedelai. Lesitin kedelai merupakan bahan nabati sehingga dari segi kehalalan pangan tidak mempunya titik rawan.

Stabilizer yang digunakan adalah CMC. Diantara penstabil yang dapat digunakan pada pembuatan es krim, ada dua yang berstatus syubhat yaitu gelatin dan gum xanthan, sedangkan lainnya tidak masalah karena berasal dari tanaman (berbagai jenis gum), rumput laut (karagenan, alginat, agar-agar) dan turunan selulosa (CMC dan mikrokristalin; selulosa sendiri berasal dari tanaman). Gelatin dapat diperoleh dari babi, sapi atau ikan, sedangkan xanthan gum adalah hasil fermentasi sehingga kehalalannya tergantung kepada media yang digunakan pada waktu pembuatan xanthan gum. Oleh karena es krim kulit pisang menggunakan stabilizer CMC dan tidak menggunakan xanthan gum ataupun gelatin maka dapat dipastikan kehalalannya.

Berdasarkan keseluruhan bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim kulit pisang, tidak ada satupun bahan yang haram ataupun memiliki sifat rawan halal yang bernilai syubhat. Oleh karena itu es krim kulit pisang dapat dikatakan sebagai produk yang halal dan aman dikonsumsi.

BAB IV

PENUTUP

 

4.1 Kesimpulan

Es krim kulit pisang benar-benar dapat dijadikan alternatif gizi yang juga tepat bagi manusia. Kulit pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi dan tidak kalah dengan kandungan gizi yang dimiliki buah pisang.

4.2 Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dalam kesempatan ini akan diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi perhatian khusus bagi para pembaca sebagai berikut:

  1. Terciptanya produk makanan yang berasal dari limbah kulit pisang menjadi keripik dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam berwirausaha.
  2. Dilakukan sosialisasi menyeluruh dalam masyarakat tentang pengolahan limbah kulit pisang, sehingga sesuatu yang masih sangat bermanfaat tidak terbuang percuma, malah menjadi limbah yang mengganggu.
  3. Pengolahan seperti ini diharapkan tidak hanya pada limbah kulit pisang, namun juga kepada hal-hal lain yang dianggap kurang berguna oleh masyarakat, namun sebenarnya sangat bermanfaat.

Manfaat Limbah Pisang

Manfaat Limbah dari Pisang


Pisang
bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, terbukti dari seringnya pohon pisang digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat. Pohon pisang selalu melakukan regenerasi sebelum berbuah dan mati, yaitu melalui tunas-tunas yang tumbuh pada bonggolnya. Dengan cara itulah pohon pisang mempertahankan eksistensinya untuk memberikan manfaatkan kepada manusia. Filosofi tersebutlah yang mendasari penggunaan pohon pisang sebagai simbol niat luhur pada upacara pernikahan.

Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang.

Pisang mempunyai banyak manfaat yaitu dari mulai mengatasi masalah kecanduan rokok sampai untuk masalah kecantikan seperti masker wajah, mengatasi rambut yang rusak dan menghaluskan tangan.

Selain buahnya pisang jarang dimanfaatkan, seperti batang, bonggol, kulit dan jantungnya. Tetapi seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka banyak yang bisa dimanfaatkan dari limbah-limbah yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas dari limbah tersebut dan menambah nilai ekonomi dari limbah tersebut.

Reuse

Contoh penanganan limbah pisang dengan cara guna ulang (Reuse) ialah

a. Kulit Pisang Ambon Bisa Digunakan Untuk Pengobatan. `

Pisang ambon sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Selain mengandung vitamin C, pisang ambon juga mengandung serat tinggi yang berfungsi melancarkan saluran pencernaaan, sehingga buang air besar pun jadi lancar. Ternyata, selain buahnya, kulit pisang ambon pun berguna untuk mengobati bercak-bercak hitam agak kasar ( misalnya bekas cacar) pada kulit. Caranya, gosokkan kulit pisang ambon bagian dalam pada kulit yang terdapat bekas cacar. Biarkan beberapa saat, setelah itu cuci dengan air hangat. Lakukan cara ini secara rutin dan penuh kesabaran. Hasilnya, kulit akan kembali mulus seperti sediakala

b. Bonggol pisang untuk obat dan makanan

Air bonggol pisang kepok dan klutuk juga diketahui dapat dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki pertumbuhan dan menghitamkan rambut. Sedangkan untuk makanan, bonggol pisang dapat diolah menjadi penganan, seperti urap dan lalapan

c. Batang Pisang yang dijadikan pakan ternak

Batang pisang yang tidak dipakai biasanya langsung dibuang atau untuk menahan laju air tapi selain itu batang pisang juga bisa digunakan untuk pakan ternak karena kandungan yang terkandung di dalam batang pisang dapat meningkatkan gizi pada ternak tersebut sehingga akan meningkatkan kualitas dari ternak tersebut

Recycle

Contoh penanganan limbah pisang dengan cara daur ulang (recycle) ialah

a. Cuka Kulit Pisang

Mula-mula kumpulkan kulit pisang sebanyak 100 kg dan lakukan proses produksi selama 4-5 minggu. Kebutuhan bahan-bahan lain mencakup: 20 kg gula pasir, 120 gr ammonium sulfit (NH4)2S03, 0,5 kg ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan 25 liter induk cuka (Acetobacter aceti).

Cara rnembuatnya, kulit pisang dipotong-potong atau dicacah, lalu direbus dengan air sebanyak 150 liter. Saring dengan kain dalam stoples. Berdasarkan uji lapangan, bahan awal kulit pisang yang direbus itu akan menghasilkan cairan kulit pisang kira-kira 135 liter, bagian yang hilang 7,5 kg, dan sisa bahan padat sekitar 112,5 kg. Setelah disaring ke stoples, cairan kulit pisang ini perlu ditambah ammonium sulfit dan gula pasir.

Langkah berikut, didinginkan dan tambahkan ragi roti. Biarkan fermentasi berlangsung satu minggu. Hasilnya disaring lagi. Dari 135 liter cairan kulit pisang setelah difermentasi dan disaring menjadi 130 liter larutan beralkohol, dan lima liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan beralkohol itu ditambahkan induk cuka, dan biarkan fermentasi berlangsung selama tiga minggu.

Selanjutnya, hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan. Nah, dalam kondisi masih panas, cuka pisang dimasukkan ke dalam botol plastik. Lalu segera ditutup dan disimpan dalam temperatur kamar. Biasanya pemasaran cuka pisang dikemas dalam plastik berukuran 40 ml, 60 ml, atau 80 ml. Jika dihitung, dari 100 kg kulit pisang akan diperoleh sekitar 120 liter cuka pisang.

b. Nata dari Kulit Pisang

Potensi buah-buahan lokal Nusantara untuk dikembangkan sebagai bahan makanan sudah terbukti. Salah satu buah tersebut yakni pisang. Buah ini selain bisa dimakan saat segar juga bisa dibuat berbagai jenis makanan, seperti ceriping, dan sale.

Sebuah penelitian terhadap buah pisang dilakukan tiga dosen Universitas Negeri Yogyakarta. Sekali lagi untuk menjadikan pisang sebagai produk olahan yang disukai masyarakat dengan tetap memiliki kandungan gizi.

Yang menarik, penelitian yang dilakukan Das Salirawati MSi, Eddy Sulistyowati Apt MS, dan Retno Arianingrum MSi yang semuanya adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam adalah bukan dilakukan pada buahnya, tetapi pada kulitnya. Penelitian ini sukses menjadikan kulit pisang-yang selama ini lebih banyak dibuang-menjadi nata.

Nata adalah serat yang berbentuk seperti gel yang dibuat dengan memanfaatkan kerja bakteri Acetobacter xylinum. “Selama ini masyarakat telah mengenal produk nata de coco atau nata yang dibuat dari air kelapa. Nata dari kulit pisang sebenarnya sama dengan nata de coco, bedanya nata pisang dibuat dari bahan dasar kulit pisang,” katanya, Rabu (8/3).

Ide membuat nata dari kulit pisang, karena terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang bisa membuat nata dari buah pisang. “Kenapa kemudian memilih kulit pisang karena selama ini kulit pisang tidak termanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja. Padahal kulit pisang ini banyak ditemui di sekitar kita, antara lain di tempat-tempat orang jual gorengan,” ucapnya.

Proses pembuatan nata kulit pisang yang pertama adalah mengerok kulit bagian dalam buah pisang. Hasil kerokan itu kemudian diblender dan dicampur air bersih dengan perbandingan 1 : 2, lalu disaring guna mendapatkan air perasan. Setelah itu ditambahkan asam cuka biasa dengan ukuran 4-5 persen dari volume air perasan. Jika menggunakan asam cuka absolut maka cukup 0,8 persen. Ditambahkan juga pupuk ZA sebanyak 0,8 persen dari larutan, dan gula pasir sebanyak 10 persen. Bahan-bahan tersebut dicampurkan untuk kemudian dipanaskan sampai mendidih.

“Asam cuka dan pupuk ZA berfungsi untuk media hidup bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini membutuhkan nitrogen dari pupuk ZA dan keasaman dari cuka. Acetobacter xylinum inilah yang nanti akan membentuk nata,” ujar Das.

Setelah mendidih lalu dituangkan dalam cetakan-cetakan. Dengan ketinggian cairan adonan lebih kurang 2-3 cm di setiap cetakan. Setelah dingin, dimasukkan bakteri Acetobacter xylinum-yang bisa dibeli dalam bentuk cairan-sebanyak 10 persen dari campuran. Sebelum memasukkan bakteri, adonan harus benar-benar dingin, sebab kalau masih panas bakteri akan mati. Setelah itu, cetakan ditutup dengan kertas koran. Ini supaya udara tetap bisa masuk melalui pori-pori kertas. Setelah dua minggu, cetakan baru boleh dibuka. Adonan pun akan berubah menjadi berbentuk gel.

Nata lalu diiris-iris, dicuci, dan diperas sampai kering. Untuk selanjutnya direbus lagi dengan air lebih kurang dua kali rebusan. Ini berfungsi untuk menghilangkan aroma asam cuka. Setelah selesai, nata bisa dicampur dengan sirop atau gula sesuai selera. Campuran rasa diperlukan karena nata berasa tawar. Nata dari kulit pisang pun siap disajikan untuk minuman, maupun makanan kecil lain. Diketahui dari 100 gram nata kulit pisang mengandung protein sebanyak 12 mg. Das Salirawati mengungkapkan, penelitian itu akan dilanjutkan untuk mencari ketebalan nata yang paling optimal. Dari percobaan awal, diketahui dari ketebalan cairan adonan dua cm diperoleh nata lebih kurang 1,5 cm. Masyarakat dipersilakan jika ingin mencoba membuat nata dari kulit pisang. “Ini bisa untuk usaha alternatif skala kecil,” tuturnya. (RWN)

c. Roti dari Kulit Pisang

Kulit pisang kerap dibuang begitu saja di sembarang tempat. Jika dibuang sembarangan, kulit pisang bisa membuat orang tergelincir. Namun, tiga mahasiswa Biologi ITS, tak pernah menganggap remeh kulit pisang. Karena setelah diteliti terbukti kulit pisang memang tak bisa dianggap barang remeh.

“Kulit pisang yang sering dianggap barang tak berharga itu, ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup,” kata Sulfahri, salah satu dari 3 peneliti itu. Melihat kandungannya yang cukup tinggi, ia bersama dua rekan mencoba membuat penganan dari bahan kulit pisang itu.

“Semula, kami hanya memproduksi keripik kulit pisang, namun lama-kelamaan timbul ide untuk membuat tepung dari kulit pisang,” katanya. Mahasiswa angkatan 2007 itu mengatakan tepung pisang itu akhirnya digunakan sebagai bahan baku kue bolu. Meski berkali-kali gagal, namun akhirnya mereka menemukan formula yang pas untuk membuat bolu dari kulit pisang.

“Kalau dihitung lebih dari 50 kali, namun kami sekarang sudah puas dengan resep bolu yang kami miliki,” katanya. Kulit pisang yang cocok dibuat tepung adalah jenis pisang raja, karena kulit pisang raja lebih tebal dibandingkan jenis pisang lainnya.

Karya Sulfahri dan dua rekannya itu merupakan salah satu karya inovatif yang terpilih dalam penyaringan untuk “Biological Opus Fair” yang digelar di Plaza dr Angka ITS Surabaya pada 17 dan 18 April 2008.

Delapan produk inovatif yang dipamerkan adalah karya bertajuk “Pemanfaatan Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca sapientum) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kue Bolu” (karya Sulfahri dari Jurusan Biologi ITS Surabaya), dan “Water Electric Light Trap (WEL-T) sebagai Pengganti Pestisida dalam Upaya Peningatan Produksi Pangan yang Ramah Lingkungan” (karya Resti Afiandinie dari Jurusan Teknik Kimia ITS).

Karya lain adalah “Pendayagunaan Talok (Muntingia calabura Linn) sebagai Salah Satu Sumber Alternatif Baru dalam Dunia Pangan” (Fitri Linda Sari dari Universitas Muhammadiyah Malang), kemudian “Potensi Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl.) sebagai Alternatif Bahan Pangan (Upaya Menggali Potensi Pangan Lokal)” (Riana Dyah Suryaningrum dari Universitas Muhammadiyah Malang).

Disamping itu terdapat karya lain, seperti “Konversi Limbah Padat Menjadi Produk Ramah Lingkungan” (Sulistiono Ningsih dari Jurusan Biologi di Universitas Jember), “Pemanfaatan Mikroalga (Fitoplankton) sebagai Subtitusi Sumber Bahan Bakar Premium” (Abdul Azis Jaziri dari Jurusan Perikanan di Universitas Brawijaya Malang), “Diversifikasi Dioscorea Flour sebagai Sumber Alternatif Pangan” (Zainal Arifin dari Jurusan Biologi ITS Surabaya), kemudian “Pemanfaatan buah dan daun cersen/talok sebagai keripik dan dodol” (Ria Hayati dari Jurusan Biologi ITS Surabaya).

Tak berbeda dengan Sulfahri, Zaenal Arifin juga mencoba membuat diversifikasi pangan dari bahan umbi uwi. “Umbi yang bernama latin dioscorea alata itu ternyata dapat menjadi bahan pangan yang aman bagi penderita diabetes. Kadar gula uwi itu rendah, tapi karbohidratnya tinggi,” kata mahasiswa jurusan Biologi ITS itu.

Pengolahan uwi menjadi tepung itu pun tidak memerlukan proses yang rumit, bahkan cukup menggunakan metode tradisional.”Saya buat dari dua macam uwi, uwi putih dan juga uwi ungu yang sama-sama berkadar gula rendah. Uwi diparut kasar, kemudian direndam dengan air kapur untuk memisahkan parutan dengan getahnya. Air getah uwi itu bisa untuk pestisida yang ramah lingkungan,” ucapnya.

Parutan yang sudah dikeringkan, katanya, dapat langsung diolah menjadi tepung. “Tepung dari uwi ini dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam penganan, seperti kue dan mie. Rasa tepungnya sendiri tawar, jadi gampang divariasikan,” katanya.

d. Dendeng Jantung Pisang

Tanaman pisang tumbuh baik dan dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis pohon mudah ditanam dan hampir setiap rumah di pedesaan memiliki pohon pisang ini.

Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, meskipun di antaranya hanya menanam pisang pada pekarangan.

Tak ada ruginya menanam pohon ini. Apalagi, seluruh bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga mulai dari daun, buah, sampai bonggol pohonnya.

Buah dan bagian tanaman pisang pun bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan olahan. Salah satu makanan olahan dari bagian tanaman pisang adalah dendeng jantung pisang.

Untuk membuat dendeng jantung pisang perlu disiapkan sejumlah bahan, meliputi empat buah jantung pisang, satu sendok makan ketumbar, 50 gr ikan teri, 10 siung bawang merah, dan empat siung bawang putih. Sedangkan kebutuhan peralatan terdiri atas pisau, kukusan, penumbuk, dan tampah.

Cara membuatnya, ambil jantung pisang yang masih segar. Buang kelopak bagian luar hingga tampak kelopak dalamnya berwarna putih kemerah-merahan. Jantung pisang tersebut direbus sampai lunak. Lalu ditumbuk sampai halus.

Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk lalu dimasak dalam wajan. Setelah itu, tumbukan jantung pisang dimasukkan ke dalam wajan berisi bumbu. Diaduk-aduk sampai merata, lalu tambahkan gula merah. Jika sudah masak, silakan diangkat dan segera dicetak di atas tampah. Jadilah dendeng jantung pisang yang telah dicetak. Dendeng tersebut dijemur selama 2-3 hari hingga kering. Lantas, digoreng hingga masak, dan akhirnya dikemas dalam kantong plastik.

e. Keripik Bonggol Pisang

Kebutuhan bahan untuk membuat keripik bonggol pisang terdiri atas bonggol pisang, natrium bisulfit, garam, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, merica, dan air. Sedangkan piranti yang mesti disiapkan adalah pisau, baskom, wajan, ember, kompor, talenan, dan alat penunjang lainnya.

Cara membuatnya, ambil bonggol pisang, lalu kupas kulit luarnya, dan dicuci dengan air bersih. Bonggol diiris menjadi irisan-irisan tipis sekitar 0,5 cm. Irisan bonggol direndam dalam larutan natrium bisulfit satu persen selama 2-3 menit (Pedomannya: 1 gram natrium bisulfit dicairkan ke dalam 1 liter air). Setelah direndam, irisan bonggol ditiriskan.

Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus, lalu dimasukkan ke dalam baskom dan tambahkan sedikit air. Rendam irisan bonggol dalam baskom yang berisi bumbu, lalu diaduk sampai rata, dan biarkan sekitar 5-10 menit agar bumbunya meresap.

Irisan bonggol yang telah dibumbui itu digoreng, sambil dibolak-balik hingga kematangan merata. Angkat dan tiriskan. Akhirnya, jadilah keripik bonggol pisang yang dikemas dalam kantong plastik.

f. Batang Pisang Sebagai Bahan Dasar Kertas Daur Ulang

Batang pisang juga dapat di olah menjadi kertas, yaitu setelah mengalami proses pengeringan dan pengolahan lebih lanjut. proses pembuatan kertas dari bahan batang pisang pertama-tama yang harus dilakukan adalah, batang pisang tadi dipotong kecil-kecil dengan ukuran berkisar 25 cm, lalu di jemur di bawah terik matahari hingga kering. Setelah batang pisang tadi kering proses berikutnya adalah dengan cara direbus sampai menjadi lunak, namun pada saat proses perebusan sebaiknya di tambah dengan formalin atau kostik soda maksudnya adalah di samping untuk mempercepat proses pelunaan juga untuk menghilangkan getah-getah yang masih menempel pada batang pisang tadi, pada proses berikutnya batang pisang yang sudah lunak tadi disaring dan dibersihkan dari zat-zat kimia tadi baru kemudian di buat bubur ( pulp) dengan cara di blender. Baru kemudian dicetak menjadi lembaran-lembaran kertas.

Reduce

a. Kulit Pisang Menyimpan Tegangan Listrik

Siapa yang menyangka kulit pisang bisa dijadikan pengganti batu batterai. Cara pembuatannya pertama kulit pisang dan jeruk di buat jus, apabila tidak ada alat jus atau blender maka cukup dihancurkan atau di aduk hingga halus kemudian dicampur dengan air secukupnya. Setelah itu di buat sel elektrokimia dengan mengambil gelas kimia lalu larutan jus tadi ditaruh didalam gelas tersebut. Kemudian dibuat elektroda-elektroda yang terbuat dari Cu dan Zn. Tembaga dan seng disambung dengan kabel kemudian dibantu dengan tutup dari gabus dibuat variasi biar kelihatan menarik.

Satu sel adalah satu wadah atau satu gelas kimia yang berisi 2 elektroda dan 1 tutup. Kita ukur V dan I nya, V= Voltase, I= Amper setelah itu di aplikasikan atau dihubungkan kabel tersebut dengan benda percobaan. Aplikasi yang paling sederhana dan mudah diamati adalah kalkulator dan jam digital, begitu disambungkan ternyata kalkulator dan jam tersebut bisa hidup normal seperti dihubungkan pakai batu batterai

Dibandingkan dengan membeli batu batere, dengan menggunakan limbah kulit pisang sebagai pengganti batu batere akan mengurangi limbah dari pisang selain itu akan meningkatkan nilai jual dari kulit pisang itu sendiri dan akan mengurangi penggunaan batu batere yang kurang ramahh lingkungan

b. Daun pisang sebagai pembungkus makanan

Daun pisang digunakan untuk membungkus makanan karena dengan membungkus makanan dengan menggunakan daun pisang akan menambah cita rasa dalam makanan tersebut contoh bahan makanan yang sering menggunakan daun pisang sebagai pembungkus adalah tempe. Selain itu daun pisang juga oleh masyarakan (sekitar tahun 1945) biasa digunakan untuk membungkus rokok

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan akan mengurangi penggunaan plastic yang tidak ramah lingkungan karena yang sudah kita ketahui bahwa plastic tidak bisa terurai dan akan berdampak pada pemanasan global.

c. Kulit pisang untuk semir sepatu

Bagian dalam dari kulit pisang mengandung potassium yang merupakan bahan penting yang terdapat dalam semir sepatu yang ada di pasaran. Setelah menggunakan kulit pisang untuk menyemir sepatu, bersihkan sisa kulit buah yang mengandung vitamin C, B komplek dan B6 itu dengan menggunakan lap berbahan halus. Kandungan minyak yang terdapat dalam pisang akan melembutkan serta mengawetkan kulit sepatu

Dengan menggunakan kulit pisang kita dapat mengurangi pemakaian semir sepatu yang bahannya tidak alami yang lama kelamaan akan mengurangi kualitas dari sepatu itu dan selain itu dengan mengguanakan kulit pisang kita bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli semir sepatu.

Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai bahan-bahan yang akan meningkatkan nilai tambah dari limbah tersebut maka kita juga akan mengefisienkan biaya dan energy. Contoh dari pengefisienan biaya adalah dengan menggunakan kulit pisang sebagai semir sepatu. Dengan menggunakan kulit pisang sebagai pemnggati dari semir sepatu kita bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli semir sepatu, dengan membeli pisang kita bisa mendapatkan dua keuntungan yaitu buah pisang yang mengandung banyak vitamin dan kulit pisang yang bisa dibuat semir sepatu. Sedangkan contoh untuk pengefisienan energy adalah dengan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan, dengan menggunakan daun pisang kita bisa menghemat energy yang keluar dari plastic yang sering digunakan karena dengan menggunakan plastic sebagai pembungkus makanan akan mengakibatkan pemanasan global.

Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai produk baru maka akan meningkatkan nilai tambah dari limbah tersebut. Dan akan meningkatkan nilai jual dari limbah yang tadinya tidak berguna jadi berguna.

DAFTAR PUSTAKA

http://bemteunnes.wordpress.com/2008/04/23/variabel/

http://www.coretan-adie.co.cc/2008/06/kulit-pisang-semir-sepatu.html

http://ia26.wordpress.com/2008/01/19/teknology-tepat-guna/

http://www.indospiritual.com/artikel_khasiat-kulit-pisang-untuk-depresi-dan-kesehatan-retina.html

http://js.unikom.ac.id/rb/bab7.html

http://kertas-nyeni.blogspot.com/search/label/Kertas%20Daur%20Ulang

http://tumbuh.wordpress.com/2007/10/30/daun-pisang-klutuk/

http://unnes.ac.id/v6_alpha/1/artikel_280.pdf


PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TAHU UNTUK PRODUK PANGAN

PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TAHU UNTUK PRODUK PANGAN

(Sebelum menjadi pakan, sebaiknya menjadi pangan)

Data Pengelolaan Limbah Usaha Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian besar industri pangan di pulau Jawa seperti industri tahu, tempe, kerupuk, tapioka, dan pengolahan ikan, limbah padat dan cairnya dibuang ke lingkungan, seperti selokan dan sungai. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk memanfaatkan limbah hasil aktivitas masyarakat. Upaya pemanfaatan limbah ini selain merupakan bentuk pengelolaan lingkungan yang inheren dengan kualitas hidup manusia, juga merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang dapat membuka peluang usaha baru.

Pada dasarnya limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Ecolink, 1996). Banyak jenis limbah dapat dimanfaatkan kembali melalui daur ulang ataupun dikonversikan ke produk lain yang berguna, misalnya limbah dari industri pangan. Limbah tersebut biasanya masih mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak, asam organik, dan mineral dan pada dasarnya dapat mengalami perubahan secara biologis sehingga dapat dikonversikan ke produk lain seperti energi, pangan, pakan, pupuk organis dan lain-lain.

Konsep pemanfaatan limbah sebagai upaya untuk membangun usaha kecil dan menengah (UKM), pertama-tama harus diketahui sifat kimia dan fisikanya, sehingga dapat diperkirakan berbagai produk yang mungkin dihasilkan. Kemudian produk yang dipilih dipertimbangkan dengan pasar dan tekno-ekonominya. Sebagai contoh ampas tahu yang memiliki sifat kimiawi yang didominasi oleh protein sehingga dapat diolah menjadi produk yang berfungsi sebagai sumber protein. Misalnya pada tepung ampas tahu yang masih terdapat kandungan gizi.


Potensi ampas tahu di Indonesia cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat.

Saat ini ampas tahu kita ketahui dapat dimanfaatkan sebagai kerupuk ampas tahu, kembang tahu, kecap ampas tahu, stick tahu dan dengan proses fermentasi dihasilkan nata de soya serta sebagai alternatif bahan pakan ternak. Melihat sifat ampas tahu yang memiliki banyak kelebihan seperti mengandung protein yang tinggi, banyak mengandung serat, serta murah dan mudah didapat, maka dapat dikembangkan suatu bentuk usaha baru yang memanfaatkan ampas tahu sebagai bahan dasarnya dengan tujuan selain sebagai salah satu upaya mengurangi pencemaran dari limbah atau ampas tahu khususnya di daerah perairan, tapi juga mampu memberikan alternatif gizi sebagai sumber protein yang bermanfaat bagi tubuh manusia.

Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu.

Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (mudah hancur).


Ada pula beberapa pengusaha tahu yang memproduksi tahu keras, misalnya tahu kediri. Air yang terperangkap di dalam gumpalan protein menyebabkan tahu menjadi mudah dibentuk/dicetak. Untuk membentuk tahu yang keras, cetakan diberi tekanan/beban berat, sehingga dalam waktu singkat air akan keluar dengan sendirinya.

Tabel Perbandingan Gizi yang ada pada Tahu dan Ampas Tahu Kadar/100 g Bahan

 

Unsur Gizi

Kedelai Basah

Tahu

Ampas Tahu

1

Energi (kal)

382

79

393

2

An (g)

20

84,8

4,9

3

Protein (g)

30,2

7,8

17,4

4

Lemak (g)

15,6

4,6

5,9

5

Karbohidrat (g)

30,1

1,6

67,5

6

Mineral (g)

4,1

1,2

4,3

7

Kalsium (mg)

196

124

19

8

Fosfor (mg)

506

63

29

9

Zat besi (mg)

6,9

0,8

4

10

Vitamin A (mcg)

29

0

0

11

Vitamin B (mg)

0.93

0.06

0,2

 

Ampas tahu merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari proses pembuatan tahu kedelai. Ampas ini biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan sebagian lainnya digunakan oleh beberapa masyarakat perdesaan untuk diolah menjadi bahan pembuat tempe gembus.

Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya. Sebagai gagasan yang “beda”, maka ampas tahu dapat dimanfaatkan menjadi kerupuk yang bernilai tambah lebih tinggi.

Ide yang sangat bagus ketika kita merintis usaha dengan mengolah bahan yang tidak bermanfaat bisa menghasilkan produk baru yang belum umum (jarang) di jumpai oleh masyarakat. Pemanfaatan limbah tahu ini tentunya diharapkan biaya produksi yang dikeluarkan dalam usaha pembuatan kerupuk bisa di minimalisir.

Oleh karena itu, pemanfaatan limbah tahu ini merupakan suatu gagasan peluang usaha yang cemerlang untuk merintis sebuah industri kecil (UKM) dengan biaya murah bagi masyarakat. Karena, bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ini adalah ampas tahu yang harganya sangat murah, mudah di dapat dan dapat diperoleh tanpa mengenal musim.

Pembuatan kerupuk ampas tahu mudah dilakukan. Dalam pembuatan kerupuk ampas tahu, bahan pencampur yang digunakan adalah tepung tapioka sebagai pengikat ampas dan bumbu yang di gunakan adalah soda kue, pemutih makanan, garam, penyedap kaldu, monosodium glutamat, bawang putih dan ketumbar.

Untuk lebih lengkapnya berikut ini disampaikan resep pengolahannya:

Alat:

  • Baskom

  • Pengukus
  • Pengaduk
  • Kompor
  • Penggorengan
  • loyang
  • tampah

Bahan :

Bahan A

  • 1500 gr ampas tahu yang sudah dipress
  • 20 gr pemutih makanan
  • 20 gr soda kue
  • 15 gr garam
  • 2 bks penyedap kaldu
  • 5 gr monosodium glutamat
  • 25 gr bawang putih (dihaluskan)
  • 2 sdt ketumbar(dihaluskan)

Bahan B

  • 600 gr tepung tapioka

Cara Membuat :

  • Campurkan Ampas tahu + pemutih makanan.
  • Tambahkan bahan A yang lain.
  • Tambahkan bahan B, campur dan diuleni.
  • Cetak dan padatkan pada loyang.
  • Lepaskan dari loyang, kukus sampai masak (1 – 2 jam).
  • Angin-anginkan sampai keras 3-5 hari dan iris tipis-tipis kemudian dikeringkan.
  • Goreng dalam minyak panas.

Ampas (sisa) padat pengolahan tahu dapat diolah menjadi kecap. Cara pengolahannya sama dengan pengolahan kecap kedelai. Kecap yang dihasilkan dari ampas tahu sulit dibedakan aroma, rasa, dan warnanya dari kecap kedelai. Sehingga usaha ini cocok untuk usaha kecil berskala rumah tangga. Mau tahu cara pembuatan kecap dari ampas tahu? Berikut ini adalah cara pembuatan kecap dari ampas tahu.

Bahan

  • Ampas tahu
  • Garam.
  • Laru tempe.
  • Bumbu-bumbu.
  • Tapioka.

Peralatan

  • Wadah perendam.
  • Pengukus
  • Wadah fermentasi.
  • Tampah
  • Kompor
  • Kain penyaring
  • Botol
  • Alat penutup botol.

Cara Pembuatan

  • Penyiapan ampas tahu. Ampas tahu direndam dengan air bersih selama 12 jam. Setelah itu bahan dipres dengan alat pres sehingga airnya keluar. Ampas yang telah berkurang airnya dikukus selama 60 menit, kemudian didinginkan di atas tampah sampai suam-suam kuku.
  • Fermentasi menjadi tempe gembus. Ampas ditaburi laru tempe (1 gram untuk 1 kg ampas), dan diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas dihamparkan di atas tampah setebal 2 cm dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan diatas para-para yang terhindar dari serangga dan cahaya matahari langsung selama 4-5 hari sampai kapang cukup tebal menutupi tempe gembus.
  • Penjemuran tempe gembus. Tempe gembus dipotong-potong 0,5 x 0,5 x 0,5 cm, kemudian dijemur atau dikeringkandengan alat pengering sampai kering (kadar air dibawah 12 %).
  • Penyiapan larutan garam 20%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan garam 20% dilakukan dengan cara berikut. Garam sebanyak 200 gram ditambah dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai volumenya menjadi 1 liter.
  • Fermentasi garam. Butiran tempe yang telah kering dimasukkan ke dalam larutan garam. Tiap 1 kg butiran tempe kering membutuhkan 3 liter larutan garam. Perendaman dilakukan di dalam wadah perendam selama 10-15 minggu. Pada siang hari manakala langit tidak tertutup awan, atau tidak hujan, wadah dipindahkan ke udara terbuka , dan penutup wadah dibuka.
  • Ekstraksi kecap mentah. Hasil fermentasi disaring dengan kain saring. Ampas diperas dengan kain saring atau dipres dengan mesin pres. Cairan kental hasil penyaringan dan pemerasan/ pres disatukan. Cairan ini disebut dengan kecap mentah. Selanjutnya kecap mentah ditambah dengan air. Tiap 1 liter kecap mentah ditambah dengan 1 liter air.
  • Penyiapan bumbu.
  • Keluwak, dan lengkuas digiling sampai halus,
  • Gula merah disayat, kemudian digiling sampai halus, dan
  • Sereh dipukul-pukul sampai memar.
  • Pembumbuan dan pemasakan kecap manis. Cairan kecap dipindahkan ke panci, kemudian ditambahkan keluwak, lengkuas, sereh, daun salam. Kecap dipanaskan sampai mendidih. Kecap yang masih panas disaring dengan kain saring. Bahan-bahan yang tertinggal di kain saring dibuang. Setelah itu, kecap ditambah dengan gula merah diaduk-aduk sampai seluruh gula larut. Setiap 1 liter kecap ditambh dengan 750 gram gula merah. Kecap ini disaring kembali.
  • Pengentalan. Kecap yang telah dingin ditambah dengan tepung tapioka. Setiap 1 liter kecap ditambah dengan 20 gram tapioka dan diaduk sampai rata. Setelah itu kecap ini dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk- aduk.
  • Penambahan pengawet. Sebelum kecap diangkat dari api, natrium benzoate ditambahkan sebanyak 1 gram untuk setiap 1 liter kecap.
  • Pembotolan. Kecap yang telah dingin dikemas di dalam botol, kemudian ditutup rapat dan diberi label.

 

    


PROSES MIKROBIOLOGI DI DALAM PENGURAIAN LIMBAH SECARA ANAEROB

PROSES MIKROBIOLOGI DI DALAM PENGURAIAN LIMBAH SECARA ANAEROB

Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989):

Senyawa Organik —> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.

Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980),

Kelompok 1: Bakteri Hidrolitik

Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert, 1989; Speece, 1983).

Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif

Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.

Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik

Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.

Dibawah kondisi tekanan H2 parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen. Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.


Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi seperti berikut:

CH3CH2OH + CO2 (Etanol) —> CH3COOH + 2H2 (Asam Asetat)

CH3CH2COOH + 2H2O (Asam Propionat) —> CH3COOH + CO2 + 3H2 (Asam asetat)

CH3CH2CH2COOH + 2H2O (Asam Butirat) —> 2CH3COOH + 2H2 (Asam Asetat)

Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (m mak) mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik 0,04 per jam (Hammer, 1986).

Kelompok 4 : Bakteri Metanogen

Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam melepas 500 – 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.

Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :

Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan.

CO2 + 4H2 —> CH4 + 2H2O (Metan)

Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat (speece, 1983).

Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam asetat menjadi metan dan CO2.

CH3COOH —> CH4 + CO2

Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok, yaitu : Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan Metanotrik (Huser et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina (m mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan oleh Metanotrik (m mak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).

Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984). Diagram neraca masa pada penguraian zat organik komplek menjadi gas methan secara anaerobik.


PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA

NATA DE CASSAVA

Nata de cassava merupakan produk makanan berserat menyerupai nata de coco. Bahan yang digunakan antara lain air limbah pati tapioka dan parutan singkong. Air singkong dapat menjadi bahan alternatif pengganti air kelapa yang sekarang ini jumlahnya terbatas dan belum mampu memenuhi seluruh permintaan pasar nata. Beberapa keunggulan dari nata de cassava antara lain:

  • kandungan seratnya lebih tinggi dari pada nata de coco (dibuktikan dengan uji lab)
  • bahan bakunya air limbah pati tapioka/singkong jumlah melimpah
  • murah, karena bahannya dari air limbah yang bersifat asam maka tidak membutuhkan penambahan asam cuka dan tidak membutuhkan gula pasir seperti dalam pembuatan nata de coco, sehingga biaya produksi dapat ditekan.

Namun kelemahan dari produk ini adalah harus merebus 2x sehingga biaya bahan bakar lebih tinggi, membutuhkan kesabaran dan keuletan untuk mempelajari proses produksi nata de cassava.

PLASTIK BIODEGRADABLE POLIHIDROKSIALKANOAT (plastic PHA)

Salah satu cara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sampah plastik adalah penggunaan plastik biodegradable. Jenis plastik ini mudah diuraikan oleh mikroorganisme sehingga tidak mencemari lingkungan. Polihidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu jenis plastik biodegradable yang memiliki potensi besar untuk menggantikan plastik hidrokarbon yang sekarang banyak digunakan. Lebih dari 40 jenis PHA dan kopolimernya telah ditemukan dan dinyatakan sebagai material yang ramah lingkungan. Polimer-polimer ini terbiodegradasi sempurna menjadi karbondioksida dan air setelah beberapa bulan penguburan dalam tanah. Berbagai mikroorganisme seperti Alcaligenes, Azotobacter, Bacillus, Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium mengakumulasi polihidroksialkanoat sebagai material cadangan energi.

Polihidroksialkanoat diproduksi dengan proses biosintesa menggunakan bahan baku glukosa. Salah satu bahan baku yang dapat digunakan adalah air limbah industri yang mempunyai kandungan organik yang relatif tinggi. Senyawa organik dalam limbah tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk membentuk PHA. Industri tapioka merupakan salah satu industri yang menghasilkan air limbah dengan kandungan senyawa organik yang tinggi. Penggunaan air limbah industri tapioka sebagai bahan baku pengganti glukosa produksi PHA.

Produksi PHA yang telah banyak dilakukan menggunakan mikroorganisme kultur murni. Penggunaan kultur murni memerlukan biaya yang tinggi untuk pembiakan dan sterilisasi substrat sehingga mempertinggi biaya produksi. Penelitian Chua dkk. [1997] menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam lumpur aktif dapat mengakumulasi PHA pada rasio C:N tertentu. Oleh karena itu dikembangkan penggunaan kultur campuran lumpur aktif sebagai pengganti kultur murni untuk memproduksi PHA. Pada kondisi aerobik, mikroorganisme lumpur aktif menggunakan karbon dari air limbah tapioka untuk pembentukan sel baru. Hal ini ditandai dengan penurunan chemical oxygen demand (COD) dalam air limbah. Ketika kondisi lingkungan berubah menjadi anaerobik, mikroorganisme mulai mengakumulasi PHA sebagai cadangan karbon dalam selnya. Penggunaan sequencing batch reactor (SBR) dapat menjamin tercapainya kondisi-kondisi ini, karena pada SBR pengontrolan kondisi operasi dapat dilakukan dengan lebih mudah.


PEMANFAATAN PARUTAN KELAPA

PEMANFAATAN PARUTAN KELAPA

  1. Latar belakang

    Tanaman kelapa telah sejak ratusan tahun di kenal di seluruh kepulauan Nusantara. Kelapa merupakan salah satu penghasil bahan makanan yang sangat penting dalam kehidupan rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa 75% dari minyak nabati dan 8% dari konsumsi protein bersumber dari kelapa. Selain itu tanaman kelapa merupakan tanaman serba guna, yang keseluruhan bagiannya dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia dan menghasilkan keuntungan (Palungkun, 2001; Suhardiyono, 1988). Oleh karena itu kelapa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian di Indonesia.

    Kelapa hasil pertanaman rakyat sering mengalami fluktuasi baik jumlah maupun harganya. Pada saat kelapa melimpah, harganya akan mengalami penurunan sampai rendah sekali. Dalam kondisi seperti ini rakyatlah yang mengalami kerugian, sehingga perlu pemanfaatan yang optimal dari buah kelapa agar dapat meningkatkan nilai jual dari buah kelapa (Awang, 1991). Di samping itu upaya tersebut harus dapat menjamin daya simpan maupun kegunaannya, antara lain adalah diolah menjadi serundeng.

    Serundeng adalah makanan khas Indonesia yang sering digunakan sebagai lauk-pauk nasi. Serundeng dibuat dari parutan kelapa yang digoreng hingga kuning kecoklatan dengan bumbu-bumbu seperti bawang bombay, cabai, bawang putih, bawang merah, ketumbar, kunyit, gula, asam jawa, daun salam, daun jeruk dan lengkuas.

    Serundeng memiliki rasa yang gurih, sehingga sehingga dapat dikombinasikan dengn berbagai jenis sayuran. Serundeng yang berasal dari kelapa, selain memiliki rasa yang enak, memiliki berbagai kandungan yang sangat penting untuk tubuh manusia seperti protein dan lemak. Melihat kebutuhan pasar, maka serundeng kian dikembangkan mulai dari varian bahan pengisi seperti udang dan daging sampai pada pengemasan dengan metode vakum meskipun pada dasarnya serundeng memiliki umur simpan cukup lama.

    Selama ini tidak banyak penelitian yang membahas tentang serundeng kelapa, serundeng merupakan salah satu produk olahan kelapa yang cukup berpotensi dikembangkan sebagai produk pangan yang memiliki daya tahan yang cukup lama tanpa perlu menambahkan pengawet sintetik, daya tahan serundeng bisa mencapai 17 minggu. Daya tahan ini diperoleh dari proses pengolahannya, bahan-bahan yang terlibat serta cara pengemasannya.

2.1. Bahan

a. Kelapa

Kelapa parut kering merupakan produk campuran makanan yang higienis dan praktis. Asam lemak yang terkandung dalam daging buah kelapa mengandung 90% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tak jenuh. Meskipun tergolong minyak jenuh, minyak kelapa dikategorikan sebagai minyak berantai karbon sedang (medium chain fatty acids, MCFA). Keunggulan asam lemak rantai sedang dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang yaitu asam lemak rantai sedang lebih mudah dicerna dan diserap. Asam lemak rantai sedang saat dikonsumsi dapat langsung dicerna di dalam usus tanpa proses hidrolisis dan enzimatis, langsung dipasok ke aliran darah dan diangkut ke hati untuk dimetabolisir menjadi energi. Keunggulan lain dari asam lemak rantai sedang yaitu di dalam tubuh tidak diubah menjadi lemak atau kolestrol serta tidak mempengaruhi kolesterol darah. Daging buah kelapa mengandung 10 jenis asam amino esensial sehingga dapat dikategorikan sebagai bahan makanan dengan protein bermutu tinggi. Protein bermutu tinggi adalah protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia. Umumnya protein yang bermutu tinggi bersumber dari bahan hewani seperti daging, telur, dan susu. Daging kelapa mengandung minyak yang baik. Minyak kelapa penting bagi metabolisme tubuh karena mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta provitamin A (karoten). Di samping itu, minyak kelapa mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh (Anonymous a , 2010).

b. Bawang merah

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Asparagales

Famili: Alliaceae

Genus:    Allium

Spesies: A. ascalonicum

Bawang goreng adalah bawang merah yang diiris tipis dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Pada umumnya, masakan Indonesia berupa serundeng menggunakan bawang goreng sebagai penyedap sewaktu dihidangka.bawang goreng merupakan bumbu yang paling sering di gunakan orang indonesia untuk membuat masakan. Bawang merah dapat menyerap virus, sehingga dapat membantu menjaga kesehatan (Anonymous b , 2010).

c. Bawang putih

Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah penuh dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat bawang putih mentah terasa getir atau angur. Bawang putih mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami di dalam tubuh manusia.

d. Ketumbar

Ketumbar (Coriandrum sativum) adalah tumbuhan rempah-rempah yang populer. Buahnya yang kecil dikeringkan dan diperdagangkan, baik digerus maupun tidak. Bentuk yang tidak digerus mirip dengan lada, seperti biji kecil-kecil berdiameter 1-2 mm. Dalam perdagangan obat ia dinamakan fructus coriandri. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai coriander dan di Amerika dikenal sebagai cilantro. Tumbuhan ini berasal dari Eropa Selatan dan sekitar Laut Kaspia.Berbagai jenis masakan tradisional Indonesia kerap menggunakan bumbu berupa biji berbentuk butiran beraroma keras yang dinamakan ketumbar. Dengan tambahan bumbu tersebut, aroma masakan akan lebih nyata (Anonymous c, 2010).

Dari ensiklopedi Wikipedia disebutkan bahwa khasiatnya tak sebatas pelancar pencernaan saja. Ketumbar juga berguna untuk meredakan pusing, muntah-muntah, influenza, wasir, radang lambung dan radang payudara, campak, masuk angin, tekanan darah tinggi, dan lemah syahwat. Penggunaan ketumbar bisa dilakukan dengan berbagai cara ditumbuk halus dan direbus, baik untuk pengobatan luar, maupun dalam (Anonymous d, 2010).

e. Garam

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Unsur sodium ini penting untuk mengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh, selain bertugas dalam transmisi saraf dan kerja otot. Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi. Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi Iodium (Anonymous e, 2010).

f. Lengkuas

Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) adalah rempah-rempah populer dalam tradisi boga dan pengobatan tradisional. Lengkuas mengandung minyak atsiri, antara lain: galangol, galangin, alpine, kamfer, methyl-cinnamate. Lengkuas ini berkhasiat sebagai anti jamur, anti bakteri, menghangatkan tubuh, membersihkan darah, menambah nafsu makan, mempermudah pengeluaran angin dari dalam tubuh, dan mengencerkan dahak (Anhira, 2010)..

g. Gula pasir

Gula merupakan sejenis pemanis yang telah digunakan oleh manusia sejak 2000 tahun dahulu untuk mengubah rasa dan sifat makanan dan minuman. Dalam kegunaan am, orang-orang yang bukan ahli sains menggunakan perkataan “gula” untuk bermaksud sukrosa atau sakarosa yang merupakan disakarida berhablur yang berwarna putih. Gula yang dibuat secara dagangan datang daripada pokok tebu atau pokok bit gula. Dalam senarai ramuan, mana-mana satu perkataan yang berakhir denga “osa” mungkin merupakan gula. Dalam istilah masakan, gula dikenali sebgai makanan yang memberikan rasa manis (Anonymous f, 2010).

h. Cabai merah

Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan (Anonymous g, 2010).

Adapun manfaat cabe yaitu:

  • Daun cabe rawit dapat menurunkan demam yang menyerang kapan saja
  • Di dalam buah cabai rawit terkandung kapssaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid, atsiri, resin, minyak menguap, serta provitamin A dan vitamin C yang lebih banyak daripada yang terdapat di buah jeruk.
  • Sebagai antibiotik
  1. –     Banyaknya kandungan zat antioksidan (seperti vitamin C dan betakaroten), dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan
  2. –     Ekstrak buah cabai rawit mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida  albicans, yaitu jamur pada permukaan kulit.

2.2. Cara Membuat Serundeng

Cara Membuat:
1.Goreng bawang putih , sisihkan
2.Campur kelapa dan bumbu halus sampai rata
3.Sangrai kelapa yang sudah tercampur di penggorengan anti lengket dengan api kecil
4.Harus diaduk2 supaya tidak gosong
5.Sangrai terus sampai menguning/matang
6.Setelah selesai, tembahkan bawang putih goreng

Proses-Proses yang Terjadi Selama Pengolahan Serundeng.

Pengupasan

Kelapa yang telah dikupas langsung dimasukkan didalam air yang mengalir untuk dicuci dengan bersih. Selain itu selama proses pengupasan testa, testa harus benar-benar bersih dan melalui proses pencucian. Pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran pada bahan tersebut. Pencucian ini dilakukan pada air mengalir, karena air mengalir diharapkan tidak terkontaminasi kotoran lainnya (Makfoeld, 1982).

Pengerukan

Perlakuan pengerukan dan tanpa pengerukan permukaan bagian dalam buah kelapa terhadap kadar lemak dan asam lemak bebas (FFA) kelapa parut kering yang dihasilkan tidak memberikan pengaruh yang nyata baik terhadap kadar lemak maupun asam lemak bebas (FFA) kelapa parut kering yang dihasilkan. Kadar lemak dari kelapa parut kering serundeng maksimal adalah 68% (Suhardiyono, 1988). Besarnya kadar lemak akan berpengaruh pada besarnya asam lemak bebas dan angka ketengikan selama proses penyimpanan. Sedangkan batas maksimum asam lemak bebas (FFA) dari kelapa parut kering serundeng adalah 0,3 % terhitung sebagai asam laurat (Grinwoods, 1985). Asam lemak bebas yang terlalu tinggi akan memperpendek umur simpan dari kelapa parut kering itu sendiri.

Pemarutan Kelapa

Pemarutan kelapa bertujuan memberikan karakteristik bentuk dari produk pangan serundeng kelapa. Pemarutan juga berfungsi memaksimalkan proses pengeringan karena dengan adanya pemrutan akan memperluas permukaan yang kontak langsung dengan panas sehingga pelepasan air maksimal. Pemarutan kelapa akan merusak jaringan sel secara mekanis sehingga memungkinkan terjadi reaksi antara protein dengan gula-gula. Reaksi antara asam–asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang dikandungnya (Winarno, dkk., 1980). Dan reaksi tersebut akan menyebabkan perubahan warna. Selain itu pemarutan kelapa dapat memicu oksidasi lemak yang akan berakibat terjadinya ketengikan.

Pengeringan.

Pengeringan pada serundeng dilakukan dengan cara penyangraian, semakin lama waktu pengeringan meyebabkan kadar air kelapa parut kering serundeng menurun serta semakin tinggi suhu pengeringan menyebabkan kadar air kelapa parut kering serundeng semakin kecil. Kadar air yang sesuai dengan standar adalah kadar air pada suhu 700C; 2 jam dan suhu 1000C; 1,5 jam, secara berturut-turut sebesar 2,29 % ± 0,309 dan 1,84 % ± 0,175. Palungkun (1992) menyatakan bahwa kadar air yang terbaik untuk kelapa parut kering adalah 1,8% dan masih bisa ditoleransi ketika kadar air mencapai 3,65 %, lebih dari 3,65 % kondisi kelapa parut kering sudah tidak baik lagi. Menurut Winarno dkk. (1980) dan Taib dkk., (1988) kadar air bahan biasanya dikurangi sampai suatu batas tertentu agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya. Selain itu, perkembangan mikroba dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan dapat terhenti / terhambat. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai daya simpan lama.

Selama proses pengeringan akan terjadi perubahan tekstur, aroma dan terutama warna (Winarno, 1993). Semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin lama pengeringan akan menyebabkan menurunnya derajat putih dari kelapa parut kering. Taib, dkk. (1988) menyatakan bahwa bila pengeringan melewati suhu kritis dari produk yang dikeringkan akan menyebabkan perubahan bau dan warna. Derajat putih tersebut berbanding lurus dengan tingkat kecerahan. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa tingkat kecerahan dari suhu 700 C; 2 jam (86,57 ± 0,174) lebih besar dari tingkat kecerahan suhu 1000 C; 1,5 jam (85,93 ± 0,540). Kondisi ini diduga karena semakin tinggi suhu pengeringan akan dapat mengakibatkan reaksi browning.

Reaksi browning juga disebabkan oleh kandungan Fosfolipida pada kelapa. Fosfolipida atau fosfatida mengandung esterester asam lemak, asam fosfat dan senyawa lain yang mengandung nitrogen (Kirchenbauer, 1960). Proses oksidasi asam lemak tidak jenuh dari fosfolipida akan membentuk peroksida dan akan mudah terdekomposisi menjadi senyawa keton yangberwarna kuning, aldehid dan senyawa-senyawa lainnya. Aldehid yang dihasilkandapat bereaksi dengan gugus amino dari protein membentuk komponen berwarnacoklat (Ketaren, 1986).

Perubahan warna pada serundeng ini juga dipicu oleh kandungan pigmen dari bahan-bahan pendukung lainnya yaitu rempah-rempah dan bumbu lainnya.

Penambahan Rempah

Penambahan rempah dan bumbu lainnya disini selain sebagai pemberi rasa dan aroma juga beperan sebagai zat antimikroba yang memberikan umur simpan yang cukup lama secara alami pada serundeng kelapa.

Pemberi Rasa dan Aroma

Aroma dan rasa pada serundeng disebabkan oleh adanya senyawa volatil pada bahan-bahan bumbu dari berbagai rempah tadi. Bawang putih mengandung senyawa sulfur yang volatil seperti allicin. Allicin merupakan senyawa yang kurang stabil terhadap pengaruh panas, oksigen udara, dan lingkungan basa.

Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar an-tara 0,4-1,1%, minyak ketumbar ter-masuk senyawa hidrokarbon beroksi-gen, komponen utama minyak ketum-bar adalah linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%) kamfor (2-4%) dan mengandung senyawa golong-an hidrokarbon berjumlah sekitar 20% (-pinen, -pinen, dipenten, p-simen, -terpinen dan -terpinen, terpinolen dan fellandren) (Lawrence dan Reynolds, 1988; Guenther, 1990).

Pada lengkuas sebagian komponen minyak atsiri adalah senyawa yang mengadung atom C dan atom H atau atom C, H, dan O yang tidak bersifat aromatik dan secara umum disebut terpenoid. Inilah yang memberi aroma khas pada serundeng.

 

Antimikroba

Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Anonymous h, 2010).

Komponen antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan.  Zat aktif tersebut dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti biji, buah, rimpang, batang, daun, dan umbi (Ultee, 1998).

a. Bawang Merah

Komponen-komponen antimikroba yang terdapat pada bawang merah dapat menghambat spesies kapang diantaranya adalah Aspergillus flavus, A.parasiticus, A. versicolor, A. ochraceus, Candida sp., Crytococcus sp., Rhodotorulla sp., Torulopsis sp., dan Tricosporon sp. Kapang adalah mikroorganisme penyebab kerusakan bahan pangan terutama biji-bijian dan produk tepung-tepungan dengan kadar air rendah.  Beberapa spesies kapang dapat menghasilkan toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.(Ultee, 1998).

b. Bawang Putih

Komponen aktif yang terdapat pada bawang putih mempunyai efek penghambatan terhadap beberapa mikroba patogen seperti Staphylococcus aureusE. coli, dan Bacillus cereus dan menghambat produksi toksin dari Clostridium botulinum tipe A dengan menurunkan produksi toksinnya sebanyak 3 log cycle (Ultee, 1998).

c. Cabai

Peneliti di Amerika Serikat telah menemukan bahwa tanaman-tanaman cabai liar menghasilkan zat-zat kimia yang menimbulkan rasa pedas pada buahnya untuk digunakan merintangi jamur yang menyerang. Cabai pedas mengandung komponen aktif capsaicinoid: senyawa antimikroba yang menimbulkan sensasi pedas karakteristik pada cabai (Anonymous i, 2010).

Suatu kandungan terpenoid pada cabai yang dikenal dengan capsaicin memiliki sejumlah aktivitas biologik pada manusia yang dapat memengaruhi sistem syaraf, cardiovaskuler, dan degestif. Capsaicin bersifat bakterisida terhadap Helicobacter pylori. Terpenoid yang disebut dengan petalostemumol memperlihatkan aktivitas terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, bakteri gram negatif, dan Candida albicans(Anonymous j, 2010).

d. Lengkuas

Peran lengkuas sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba. Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen di dalam rempah-rempah bersifat sebagai antimikroba, sehingga dapat mengawetkan makanan. Komponen rempah-rempah yang mempunyai aktivitas antimikroba terutama adalah bagian minyak atsiri. Senyawa kimia yang terdapat pada lengkuas antara lain mengandung minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol, dan kristal kuning. Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer, dan methyl-cinnamate.

Minyak atsiri memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri (Elistina, 2005). Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi (Robinson, 1991 dalam Soetarno, 1990). Menurut Heyne (1987), senyawa-senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya anti bakteri yang kuat.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB yang dimotori oleh Winiati Pudji Rahayu misalnya telah membuktikan bahwa lengkuas merah yang muda memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, yaitu dengan daya hambat rata-rata 38,3 persen. Lengkuas ini mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan perusak pada pangan khususnya terhadap Bacillus cereus. Penelitian yang dilakukan terhadap ikan kembung terbukti dapat memperpanjang masa simpan ikan kembung pada suhu 40 oC dari 5 hari menjadi 7 hari dengan menggunakan bubuk lengkuas 2,5 persen yang dikombinasikan dengan garam 5 persen (Anonymous k, 2010).

e. Ketumbar

Ketumbar mengandung senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Salmonella.

Minyak volatile Ketumbar kaya akan fitonutrien yang bermanfaat, termasuk carvone, geraniol, limonene, borneol, kamper, elemol, dan linalool. Ketumbar’s flavonoid termasuk quercitin, kaempferol, rhamnetin, dan epigenin. Plus, coridander mengandung senyawa asam fenolat aktif, termasuk dan asam klorogenat caffeic.

f. Garam

Garam menyebabkan destruksi spora anaerob yang banyak pada suhu yang lebih rendah. Yesair dan Cameron (1942) menyimpulkan bahwa penggaraman tidak membantu destruksi termal tetapi menghambat perkembangan.

 

Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba

Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yag ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang digunakan.

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.

1. Menggangu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel.  Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

Beberapa laporan juga meyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif.  Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein.

2. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

3. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).

Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba.

Corner (1995) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0,005 M alisin (senyawa aktif dari bawang putih) dapat menghambat metabolisme enzim sulfhidril. Minyak oleoresin yang dihasilkan dari kayu manis, cengkeh, thyme, dan oregano dapat menghambat produksi ethanol, proses respirasi sel, dan sporulasi khamir dan kapang.

4. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Antimikroba dalam Pengolahan Pangan

Kemampuan senyawa antimikroba untuk menghambat aktivitas pertumbuhan mikroba dalam sistem pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, pH (keasaman), ketersediaan oksigen, dan interaksi/sinergi antara beberapa faktor tersebut.

1. Temperatur

Pengaruh temperatur terhadap aktivitas pertumbuhan mikroba telah diketahui sejak lama, terutama pemakaian pada suhu tinggi (pemanasan) dan suhu rendah (pendinginan dan pembekuan).

Minyak cengkeh dan minyak sage dengan konsentrasi satu persen mampu menurunkan jumlah sel L. monocytogenes sebanyak 2 log pada suhu 4oC selama 14 hari penyimpanan, bila dibanding pada suhu 24 oC selama 24 jam (Ting & Deibel, 1992). Minyak atsiri dari kayu manis, pala, thyme, dan cengkeh mempunyai efek bakteristatik dan bakterisidal terhadap E. coli, S. aureus, L. monocytogenes, Salmonella enteridis, dan C. jejuni lebih baik pada suhu 4oC dibanding suhu 35oC (Palmer et al. 1998).

Aktivitas antimikroba dengan menurunkan suhu mencapai 4oC akan lebih efektif menghambat pertumbuhan beberapa strain bakteri. Mekanisme penghambatan disebabkan oleh terhambatnya aktivitas enzim pada suhu rendah dan penetrasi minyak atsiri lebih efektif pada suhu rendah terhadap membran sel sehingga akan mempengaruhi keseimbangan komposisi sel.

2. Keasaman (pH)

Mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan penurunan pH menunjukkan bahwa bentuk tak terdisosiasi semakin efektif.  Penghambatan yang terjadi melalui difusi yang cepat molekul tak terdisosiasi melalui membran plasma.  Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen antimikroba akan semakin mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel.

Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel. Sehingga proton ini harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel.  Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan gradien konsentrasi sehingga memerlukanenergi. Semakin rendah pH semakin dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi untuk menghilangkan proton tersebut dan lama-kelamaan sel akan mengalami kematian.

3. Interaksi (sinergi)

Kemampuan senyawa antimikroba untuk menghambat pertumbuhan mikroba akan semakin efektif jika dalam suatu pengolahan melibatkan beberapa faktor pengolahan yang saling bersinergi antara satu faktor pengolahan dengan faktor lainnya.

Adanya interaksi sinergi beberapa faktor pengolahan pangan untuk mengawetkan produk olahan pangan telah menciptakan teknologi hurdle (rintangan).  Teknologi ini melibatkan interaksi temperatur, aw (water activity), pH, potensial redok, dan bahan pengawet (senyawa antimikroba) berperan nyata terhadap kestabilan produk pangan (Anonymous l, 2010)..

3.1. Kerusakan Serundeng

Serundeng berbahan dasar kelapa, sehingga dalam waktru tertentu pasti mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi antara lain ketengikan, dan kerusakan karena mikroba. Ketengikan adalah proses kerusakan bahan yang mengandung minyak yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik yang tidak disukai seperti perubahan bau dan flavour (ketengikan) (Hariskal, 2010).

Gambar: Reaksi Oksidasi pada Lemak/Minyak

Mikroba penyebab kerusakan serundeng antara lain jenis kamir, kapang dan bakteri. Untuk mengurangi kerusakan pada produk serundeng sekaligus meningkatkan daya jual, maka perlu dilakukan metode pengemasan yang baik dan aman.

3.2. Bahan Pengemas

3.2.1. Aluminiun foil

Alumunium foil adalah lembaran aluminium tipis yang dapat dipakai untuk berbagai macam aplikasi memasak ataupun lainnya. Salah satu keuntungan dari menggunakan aluminium foil adalah karena sifatnya yang dapat digunakan kembali hingga beberapa kali. Sebenarnya aluminium foil dapat di daur ulang seperti kaleng aluminium yang dapat dilebur dan menjadi bahan aluminium yang dapat digunakan kembali untuk membuat berbagai produk mulai dari kuali, panci, dll. Tetapi bila kaleng aluminium bekas minuman sudah banyak ditampung dan di daur ulang, aluminium foil lebih tidak banyak di daur ulang karena kebanyakan adalah bekas pemakaian dapur sehingga lebih kotor, berminyak, dll walaupun secara bahan dapat diproses. Tetapi sifat aluminium foil sendiri dapat digunakan berkali-kali, tidak seperti pembungkus dari plastik yang lebih cepat dibuang. Bila anda menggunakan aluminium foil untuk menyimpan atau memasak makanan, maka anda dapat cuci aluminium foil tersebut kembali dengan sabun cuci piring/detergent (Tetapi harus diingat untuk tidak menggunakan aluminium foil bekas membungkus daging mentah). Intinya adalah, jangan langsung buang aluminium foil yang anda pakai (Anonymous m, 2010).


Gambar: Aluiminium foil

3.2.2. Kertas Karton

Kemasan karton adalah kemasan kertas tebal yang disebut sebagai paperboard. Kemasan ini relatif tidak sekuat kaleng dan gelas. Ketebalan kemasan karton menjadi kunci kekuatan dari kemasan ini. Kelebihan kemasan ini bisa lebih fleksibel untuk dibentuk sekalipun harus menciptakan bentuk siku di ujung-ujungnya. Produk yang identik dengan kemasan karton adalah produk makanan (Anonymous n, 2010).


Gambar: kemasan karton

3.3. Metode Pengemasan

3.3.1.Kemasan Vacuum

Packing Vacuum atau Pengemasan Hampa Udara adalah metode penyimpanan dan penyajian suatu produk, bisa berupa makanan, yang ditujukan untuk dijual atau untuk penyimpanan dalam waktu yang lebih lama. Tepatnya jenis makanan disimpan dalam lingkungan kering, biasanya dalam kemasan kedap udara atau botol untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Lingkungan yang vacuum atau kedap udara akan menghilangkan oksigen, melindungi makanan dari kerusakan fisik dan rasa dengan membatasi pertumbuhan bakteri aerobik atau jamur , dan mencegah penguapan dari komponen atau unsur yang mudah menguap (volatile). Kemasan vakum biasanya digunakan untuk penyimpanan jangka panjang makanan kering seperti sereal , kacang-kacangan , abon, keju , ikan asap , kopi , dan tidak ketinggalan yaitu serundeng. Kemasan makanan Vacuum dapat memperpanjang masa daluwarsa hingga 2 – 3 kali bila disbanding dengan pengemasan biasa. Pengemasan Vacum / vacuum pada produk yang dikemas dapat mengurangi oksigen dalam kemasan, sehingga reaksi oksidasi lemak dapat dihalangi. Pengemasan Vacum / Vacuum memberikan pengaruh rasa yang lebih disukai oleh konsumen. Rasa akan berubah jika terjadi reaksi oksidasi dan hidrolisa minyak yang menghasilkan rasa dan bau tengik. Pengemasan hampa udara pangan akan memperkecil kerusakan komposisi gizi dan kontaminasi bakteri yang sangat merugikan. Pengemasan hampa udara juga bermanfaat dalam memperpanjang masa simpan bandeng asap dan mencegah oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan (rancidity) pada bandeng asap (Anonymous o, 2010).


Gambar: Mesin vacuum

3.3.2. Active Packaging

Active packaging (AP) merupakan kemasan yang dapat bekerja secara aktif untuk melindungi produk pangan agar tetap segar hingga ke tangan konsumen. AP sering disalah artikan sebagai pengawet, padahal AP bukanlah pengawet. AP bekerja dengan cara memodifikasi kondisi udara di dalam kemasan sehingga tercapai kondisi yang diperlukan bahan pangan untuk tetap awet. Secara umum terdapat dua jenis bahan AP yang sering ditemukan dalam kemasan pangan, yaitu moisture absorber (desiccant) dan oxygen absorber. Moisture absorber/desiccant adalah penyerap kelembaban yang berfungsi untuk mengatasi masalah uap air. Sedangkan oxygen absorber adalah penyerap oksigen yang berfungsi untuk mengatasi masalah dengan oksigen (Anonymous p, 2010)..

Penyerap oksigen adalah paket kecil dari bahan yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan makanan. Mereka digunakan dalam kemasan makanan untuk mencegah perubahan warna makanan, untuk menghentikan minyak dalam makanan dari menjadi tengik , dan juga menghambat pertumbuhan oksigen menggunakan mikroorganisme aerobik seperti jamur. Oksigen mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan perubahan warna dan bau tengik dalam makanan kemasan. Plastik kemasan kurang mampu mengeluarkan oksigen dari makanan kemasan daripada kaca lebih tua dan kontainer logam. peredam Oksigen menyerap oksigen dan efektif mengurangi lingkungan aerobik untuk oksigen 0%. Oleh karena itu bakteri aerobik dan jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan ini. Ini akan memperpanjang masa simpan suatu produk makanan dari 1 minggu sampai beberapa bulan. Kelebihan Tas oksigen versus kemasan vakum adalah bahwa produk makanan tidak dihancurkan atau diperas, karena beberapa produk nilai tinggi dan rapuh, dan kesederhanaan penggunaan. Peredam Oksigen dibuat dalam formulasi yang berbeda untuk menyesuaikan aktivitas air dari makanan mereka melindungi. Beberapa didesain untuk digunakan dalam makanan kering seperti kacang-kacangan dan biji-bijian kering, yang lain dengan makanan lembab seperti roti dan daging olahan , tetapi bahan utamanya adalah besi oksida dan sedikit air di sebagian besar formulasi. Beberapa bahan lain mungkin ditambahkan untuk membuat peredam oksigen bekerja lebih efisien juga (Anonymous q, 2010).


Gambar: Oksigan absorben

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anhira, A. 2010. Khasiat dan Manfaat Lengkuas. http://www.anneahira.com. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous a. 2010. Kandungan Buah Kelapa Dilihat Dari Segi Kesehatan. http://www.smallcrab.com/kesehatan/643-kandungan-buah-kelapa-dilihat-dari-segi-kesehatan. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous b. 2010. Bawang Putih. http://id.wikipedia.org/wiki/Bawang_putih. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous c. 2010. Ketumbar. http://id.wikipedia.org/wiki/Ketumbar. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous d. 2010. Khasiat Ketumbar Pelancar Pencernaan Hingga Obati Lemah Syahwat. http://cintaherbal.wordpress.com/2009/07/25/khasiat-ketumbar-pelancar-pencernaan-hingga-obati-lemah-syahwat/ . Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous e. 2010. Garam Dapur. http://id.wikipedia.org/wiki/Garam_dapur. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous f. 2010. Gula. http://ms.wikipedia.org/wiki/Gula. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous g. 2010. Cabai. http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous h. 2010. Rendang. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_rendang.php. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous i. 2010. Pedas Cabai Untuk Membunuh Jamur. http://mgmpkimiabms.wordpress.com/2009/11/05/pedas-cabai-untuk-membunuh-jamur/. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous j. 2010. Kandungan Tanaman. http://apabaelodimz.blogspot.com/2009/09/kandungan-tanaman.hml. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous k. 2010. Bumbu Sebagai Antimikroba. http://kutankrobek.wordpress.com/2010/08/23/bumbu-sebagai-antimikroba/. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous l. 2010. Antimikroba dari Tumbuhan Bagian Kedua. http://www.kamusilmiah.com/pangan/antimikroba-dari-tumbuhan-bagian-kedua/. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous m. 2010. Reuse Aluminium Foil Anda. http://akuinginhijau.org/2010/08/09/re-use-aluminium-foil-anda/. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous n. 2010. Kemasan. http://awanisti.multiply.com/journal. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous o. 2010. Manfaat Kemasan Vacuum. http://www.restomesin.com/2010/07/manfaat-kemasan-vacuum.html. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous p. 2010. Solusi Masalah Kelembaban dan Oksigen. http://smarters06.blogspot.com/2008/11/solusi-masalah-kelembaban-dan-oksigen.html. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Anonymous q. 2010. Oxygen Absorber. http://en.wikipedia.org/wiki/Oxygen_absorber. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Hariskal. 2010. Kerusakan Minyak Goreng. http://hariskal.wordpress.com/2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/. Diakses tanggal 1 Desember 2010.

Ultee A, Gorris LGM, Smid EJ. 1998. Bacterial activity of carvacrol toward the food-borne pathogen Bacillus cereus. J. Appl. Microbiol: 213-218



Penanganan Limbah Cair pada Proses Pembuatan Tahu dan Pembuatan Nata de Soya

Penanganan Limbah Cair pada Proses Pembuatan Tahu dan Pembuatan Nata de Soya

created by mahasiswa ITP-FTP UB 2006


Selama ini air limbah tahu belum pernah dimanfaatkan sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar khalayak mitra. Air limbah tahu adalah air sisa penggumpalan tahu (whey) yang dihasilkan selama proses pembuatan tahu.

Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimanfaatkan akan menguntungkan pemilik mitra tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri. Menurut Darsono (2007) Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah.

Pemanfaatan air limbah industri tahu untuk produk pangan yang digemari masyarakat merupakan alternatif terbaik yang dapat ditawarkan kepada pengusaha tahu. Selama ini mereka hanya memproses kedelai menjadi tahu dan membuang seluruh limbah pabrik. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa limbah tersebut tidak bernilai ekonomis sama sekali. Padahal pemanfaatan bisa meningkatkan pendapatan dari khalayak  itu sendiri berupa pemanfaatan limbah tahu menjadi Nata de Soya.

Proses Pembuatan Nata De Soya

Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan Nata de Coco, dan yang dari whey tahu disebut dengan Nata de Soya (dapat dilihat pada Gambar 3). Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda (Rizka dan Ninda, 2008).

Menurut hasil analisi gizi, Nata de Soya tergolong produk pangan yang bergizi tinggi terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar. Data tersebut membuktikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum mampu mengubah air limbah tahu yang tidak bernilai menjadi suatu produk bernilai gizi tinggi (Basrah Enie & Supriatna, 1993).

Kandungan Gizi Nata de Soya dan Air Limbah Tahu dalam 100 gr (Basrah Enie & Supriatna, 1993)

Zat Gizi

(satuan)

Nata de Soya Air Limbah

Tahu

Karbohidrat (g) 20 2
Protein (g) 2,35 1,75
Lemak (g) 1,68 1,25
Serat kasar (g) 3,2 0,001
Kalsium (mg) 4,6 4,5

Salah satu produk pangan yang berasal dari air limbah tahu yang mempunyai prospek baik adalah pembuatan nata. Limbah tahu juga memiliki peluang ekonomis dan potensi gizi yang baik bila diolah menjadi produk pangan Nata de Soya. Selama ini yang dikenal masyarakat hanya Nata de Coco tetapi masih belum banyak yang mengetahui tentang produk nata yang berasal dan air limbah tahu yaitu Nata de Soya. Pengembangan model usaha Nata de Soya perlu dilakukan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan pendapatan dari khalayak mitra itu sendiri. Kegiatan ini bertujuan untuk membina pengusaha tahu dalam masyarakat di sekitar industri tahu dalam hubungannya dengan proses produksi, pengemasan, dan pemasaran Nata de Soya.

Proses pembuatan Nata de Soya banyak macamnya ada yang menggunakan bahan kimia murni seperti (NH4)2SO4 (Amonium sulfat); MgSO4 (Magnesium sulfat); K2HPO4 (Kalium dihidrophosphat) dan ada juga yang menggunakan bahan pengganti bahan kimia seperti ZA (Zinc ammonium), NPK ataupun urea. Tujuan bahan pengganti tersebut adalah untuk meminimalkan biaya produksi sehingga harga jual Nata de Soya lebih murah.

Menurut Wahyudi (2003), Keberhasilan dalam pembuatan nata dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan hidup) bakteri, kandungan nutrisi media pertumbuhan dan lingkungannya. Viabilitas bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik dan cepat. Kandungan nutrisi yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon untuk bahan baku pembentukan nata sangat diperlukan. Demikian pula ketersediaan sumber nitrogen dan mineral, walaupun tidak digunakan langsung pembentuk nata, sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

Adapun macam dari proses pembuatan Nata de Soya diantaranya:

A. Proses Pembuatan Nata de Soya Menggunakan Bahan Kimia Murni

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat Nata de Soya yaitu:

–   Limbah cair tahu, untuk media pertumbuhan bakteri A.xylinum.

–   Starter Nata (Kultur A.xylinum), bakteri yang berperan membentuk nata atau bacterial cellulose.

–   Gula pasir, sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut.

–   (NH4)2SO4, sebagai sumber nitrogen (N) akan membantu pertumbuhan bakteri dan merangsang terbentuknya struktur nata yang tebal kompak.

–   MgSO4, sebagai sumber mineral (Mg) yang akan membantu pertumbuhan bakteri dalam membentuk nata.

–   K2HPO4, berfungsi sebagai buffer pada medium, sehingga pH akan konstan yaitu sekitar 3-4.

–   Asam asetat glasial, berfungsi untuk menurunkan pH menjadi 3-4.

–   Kertas koran steril, untuk menutup wadah fermentasi karena bakteri A.xylinum aerob dapat tumbuh baik pada kondisi aerob.

–   Karet, untuk mengikat kertas koran pada wadah fermentasi.

Sedangkan alat yang digunakan adalah baskom plastik, timbangan, kain saring halus, panci perebus, sendok pengaduk, pisau, talenan, pipet volume 10 ml, bola hisap, gelas ukur 1 lt, bak plastik ukuran 23 x 15 cm.

Berikut dijelaskan cara pembuatan Nata De Soya :

  1. Pengambilan limbah cair tahu di area produksi sebanyak 1 Liter. Limbah cair tahu yang diambil sudah mengandung sedikit cuka sisa dari proses pengendapan.
  2. Limbah cair yang telah diambil disaring menggunakan kain saring berukuran sedang yang sudah dipersiapkan dalam keadaan bersih.
  3. Limbah cair yang sudah disaring tadi dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan bahan – bahan tambahan.
  4. Campuran cairan tadi kemudian direbus sampai mendidih, setelah itu didinginkan dan dipindahkan ke dalam wadah plastik kotak dengan ketinggian ± 6 cm.
  5. Setelah dingin, ditambahkan asam cuka glasial sebanyak 25 mL. Fungsi dari cuka glasial disini adalah untuk mengatur pH agar medium ini jadi memiliki pH optimum untuk kultur bermetabolisme. Setelah pH sudah mencapai pH optimum, kultur A.xylinum ditambahkan asebanyak 10% atau sebanyak 100 mL dengan menggunakan pipet volume yang telah di aseptis sebelumnya.
  6. Selanjutnya wadah plastik tadi ditutup dengan menggunakan kertas koran yang telah disterilisasi sebelumnya. Alasan digunakan kertas koran sebagai penutup wadah adalah sifat dari bakteri  A.xylinum yang anaerob fakultatif atau hanya membutuhkan sedikit oksigen untuk bermetabolisme.
  7. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu ruang yaitu sekitar 24-250C selama 12 hari. Kondisi ruang inkubasi tidak boleh lembab karena dikhawatirkan akan terjadi kontaminasi oleh jamur.
  8. Setelah 12 hari, nata dipanen. Nata yang sudah jadi harus direndam dalam air matang selama 3 hari dan air diganti setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma dan rasa asam dari cuka glasial yang digunakan dalam pembuatan.
  9. Nata yang sudah bebas dari aroma asam bisa langsung dipotong berukuran kecil. Kemudian nata tersebut direbus dalam air sirup gula yang ditambah essense untuk memperkuat aroma dan menambah warna.

B. Proses Pembuatan Nata de Soya Menggunakan Bahan Kimia Pengganti

Proses pembuatan Nata de Soya yang menggunakan bahan pengganti tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan Nata de Soya yang menggunakan bahan kimia murni. Perbedaannya hanya pada formula/komposisi bahan yang ditambahkan untuk pertumbuhan bakteri A.xylinum. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Nata de Soya pada formula ini adalah:

–  Limbah cair tahu, untuk media pertumbuhan bakteri A.xylinum

–  Starter Nata (Kultur A.xylinum), bakteri yang berperan membentuk nata atau bacterial cellulose.

–  Gula pasir, sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut.

–  NPK, sebagai bahan pengganti Mg2SO4 dan K2PO4 yang berfungsi sebagai makanan dan membantu pertumbuhan bakteri A.xylinum karena NPK mengandung unsur Nitrogen (N), Phosphate (P), dan Kalium (K).

–  ZA, sebagai bahan pengganti (NH4)2SO4 yaitu sebagai sumber nitrogen (N) akan membantu pertumbuhan bakteri dan merangsang terbentuknya struktur nata yang tebal kompak.

Penggunaan ZA (Zwavelzuur Ammonium) dalam pembuatan nata adalah sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan Acetobakter xylinum. Pemakaian ZA dalam pembuatan nata yaitu 0,3 persen dari volume media. Syarat-syarat ZA dalam pembuatan nata yaitu berbentuk kristal atau butiran, berwarna putih dan bersih dari kotoran. Pemilihan ZA yaitu dipilih ZA yang berbentuk kristal, berwarna putih, dan mudah larut dalam air, bergaris tengah kurang lebih 1 mm, mempunyai kadar nitrogen 45-46 persen (Lingga,1992).

Pupuk ZA dan NPK apabila terkena panas mudah menguap dan cepat larut. Jadi penggunaan pupuk ZA ini tidak berbahaya untuk kesehatan (Saragih, 2004).

–  Asam sitrat, untuk membantu menurunkan pH dan menghambat pertumbuhan kapang.

–  Asam asetat glasial, berfungsi untuk menurunkan pH menjadi 3-4.

–  Kertas koran steril, untuk menutup wadah fermentasi karena bakteri A.xylinum aerob dapat tumbuh baik pada kondisi aerob.

–  Karet, untuk mengikat kertas koran pada wadah fermentasi.

Sedangkan alat yang digunakan adalah baskom plastik, timbangan, kain saring halus, panci perebus, sendok pengaduk, pisau, talenan, pipet volume 10 ml, bola hisap, gelas ukur 1 lt, bak plastik ukuran 23 x 15 cm.

Analisis Kandungan Gizi

Nata dari air rebusan kedelai (Nata de Soya) dan Nata de Coco ternyata memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda. Hasil uji proksimat menunjukkan kandungan utamanya adalah air (98%) dan serat kasar (10%) (dapat dilihat pada Tabel 5). Sebagai makanan, nata memiliki nilai gizi dan nilai kalori yang rendah. Meskipun demikian, sehubungan dengan kandungan seratnya maka nata dapat dijadikan sebagai makanan alternatif untuk penderita masalah gizi lebih, untuk rnencegah terjadinya sembelit atau menghindari konstipasi dan emperlancar pencernaan (Sutriah dan Sjahriza, 2000).

Hasil Uji Proksimat Nata de Soya dan Nata de Coco (Sutriah dan Sjahriza, 2000).

Analisis Nata de Soya Nata de Coco
Kadar Air 97,25 % 98,27 %
Kadar Abu 0,31 % 0,20 %
Kadar Lemak 1,20 % 1,06 %
Serat Kasar 10,60 % 8,51 %
Kadar Protein 0,00 % 1,53 %
Kadar Karbohidrat 0,09 %

0,00 %


PENANGANAN LIMBAH: BIOHIDROGEN

BIO-HIDROGEN

(created by mahasiswa ITP-UB)

Energi sangat penting bagi kemakmuran dunia. Namun, ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama, dapat mendorong timbulnya perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, serta permasalahan kesehatan. Hidrogen (H2) memiliki potensi yang luar biasa sebagai energi (bahan bakar bersih) yang dapat diperbaharui.

Hidrogen memiliki densitas gravimetrik paling tinggi dari bahan bakar lain dan proses pembakarannya untuk konversi energi tidak memproduksi emisi karbon yang berperan menyebabkan polusi lingkungan dan global warming. Hidrogen dapat diproduksi dari sejumlah proses seperti elektrolisis air, reformasi termokatalitik dari komponen organik yang kaya akan hidrogen, dan proses biologi. Sekarang ini, hidrogen diproduksi secara eksklusif dengan elektrolisis air atau reformasi uap/gas metana. Produksi secara biologi (biohidrogen), menggunakan mikroorganisme, merupakan suatu terobosan baru yang menawarkan produksi potensial penggunaan hidrogen dari berbagai sumber energi yang dapat diperbaharui. Sistem biologi menyediakan suatu cakupan yang luas dalam menghasilkan hidrogen, meliputi biophotolisis langsung, biophotolisis tak langsung, fermentasi cahaya, dan fermentasi gelap. Gas Hidrogen secara rutin ditingkatkan oleh material organik yang mengalami pembusukan anaerobik, tetapi sebelum itu dapat lepas dari lingkungan yang anaerobik, gas tersebut ditangkap oleh bakteri pembentuk metana (CH4) dan digunakan untuk membuat CH4.

Ada beberapa metode memproduksi bahan bakar bersih ini. Di antaranya adalah teknik biologi yang merupakan suatu pilihan menjanjikan. Ketika dikombinasikan dengan treatment sampah, teknik ini bisa memecahkan dua permasalahan sekaligus yakni pengurangan polusi dari degradasi sampah tak terkendalikan dan sebagai generasi bahan bakar alternatif bersih.

Secara biologi, hidrogen dapat diproduksi dengan cara :

  1. Fotosintesis
  2. Fermentasi

A. Produksi Hidrogen (H2) Melalui Fotosintesis

* Fotosintesis pada tumbuhan serta alga hijau dan hijau-biru :

6H2O + 6CO2—cahaya— C6H12O6 + 6O2+ cellular energy

* Fotosintesis produksi H2 pada alga hijau dan hijau-biru-biofotolisis

H2O—cahaya—- 0.5O2 + H2

* Produksi H2 pada alga hijau :

2H+ +2 elektron—hidrogenase—H2

Fotosintesis produksi H2 dalam alga hijau-biru dan bakteri nitrogenase :

N2 + 8H+ + 8e- + energy—nitrogenase—2NH3 + H2

* Hidrogenase pada alga hijau :

• Terinduksi sedikit oleh kondisi pre-inkubasi yang gelap dan anaerob

• Berperan mengatur transisi gelap/cahaya

• Sifatnya sensitive terhadap O2, jadi produksi H2 menurun saat ada cahaya

• karenanya diusulkan menggunakan 2 tahap proses.

* Nitrogenase pada alga hijau-biru dan bakteri:

• Produksi lebih banyak H2 bila tidak ada N2

• Terhambat oleh NH3, O2

• Merupakan energi yang sangat dibutuhkan

• Perputarannya 1000x lebih lambat dibanding hidrogenase

* Produksi H2 oleh bakteri fotosintetis

• Membutuhkan komponen organic

• Tidak memproduksi O2

B. Produksi Hidrogen (H2) Melalui Fermentasi

• Memiliki banyak jenis bakteri, terutama Clostridia

• Proses gelap dan anaerobik

• Karbohidrat sebagai substrat penyokong

• Melibatkan hidrogenase

• Hasil/yield H2 maksimum dengan asam asetat sebagai produk fermentasi

Sistem biohidrogen

Terdapat 4 macam system biohidrogen, yaitu:

a. Biophotolisis langsung

Fotosintesis memproduksi hidrogen dari air adalah suatu proses secara biologi yang memanfaatkan cahaya matahari, menghasilkan energi kimia dengan reaksi sebagai berikut :

2H2O—-Energi cahaya—–.2H2 +O2

Alga hijau, di bawah kondisi anaerob, dapat menggunakan H2 sebagai suatu donor elektron di dalam proses fiksasi CO2 atau meningkatkan H2. Produksi hidrogen oleh mikroalga hijau membutuhkan waktu beberapa menit hingga beberapa jam dari inkubasi anaerob dalam kondisi gelap untuk menginduksi pengaktifan dan/atau sintesa enzim yang dilibatkan dalam metabolisme H2, termasuk reversible enzim hidrogenase. Hidrogenase mengkombinasi proton (H+) dalam medium dengan elektron untuk membentuk dan menghasilkan H2. Dengan begitu, mikroalga hijau mampu secara genetik, enzimatik, metabolik, dan transport elektron menuju ke photoproduce gas H2. Sintesis H2 memungkinkan elektron melalui rantai transport elektron, yang mendukung sintesis ATP.

Proses fotosintesis alga mengoksidasi H2O dan meningkatkan O2. Energi cahaya diabsorbsi oleh fotosistem II (PSII) menghasilkan electron yang ditransfer ke ferredoxin, lalu menggunakan energi cahaya diabsorbsi oleh fotosistem I (PSI). Hidrogenase reversible menerima elektron secara langsung dari ferredoxin yang telah dikurangi untuk menghasilkan H2. Karena enzim hidrogenase yang bertanggung jawab pada evolusi molekuler H2 adalah sangat sensitive terhadap O2, produksi fotosintesis dari H2 dan O2 haruslah sementara dan/atau terpisah.

Dalam 2 fase proses, selama fotosintesis normal (fase1),CO2 pertama tercampur dalam substrat yang kaya H2, diikuti dengan generasi cahaya tengah dari molekuler H2 saat mikroalga dierami di bawah kondisi anaerob (fase 2). Fase 2 dari dua tahap proses dapat dicapai dengan inkubasi mikroalga dalam medium yang tidak mengandung sulfur. Contoh kultur alga hijau adalah Chlamydomonas reinhardtii.

b. Biofotolisis tak langsung

Cyanobacteria dapat juga mensintesis dan meningkatkan H2 melalui jalur fotosintesis mengikuti proses sebagai berikut :

12H2O + 6CO2—–Energi cahaya—–.C6H12O6 + 6O2;

C6H12O6 + 12H2O—– Energi cahaya —–.12H2 + 6CO2

Cyanobacteria (disebut juga blue-green algae, cyanophyceae, or cyanophytes) adalah suatu grup besar dari mikroorganisme photoautotrophic. Cyanobacteria mengandung pigmen fotosintesis, seperti klorofil, karotenoid, dan fikobiliprotein, serta dapat menyuguhkan fotosintesis oksigenik. Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme ini cukup sederhana yakni udara (N2 dan O2), air, garam mineral, dan cahaya. Spesies ini memiliki beberapa enzim yang secara langsung meningkatkan metabolisme H2 dan sintesis molekuler H2. Termasuk nitrogenase yang mengkatalis produksi H2 sebagai by-product dari reduksi nitrogen menjadi ammonia, pengambilan hidrogenase yang mengkatalis oksidasi dari sintesis H2 oleh nitrogenase, dan bi-directional hydrogenases yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi dan sintesis H2. Produksi hidrogen dengan Cyanobacteria telah diteliti lebih dari 3 dekade dan terungkap bahwa efisien fotokonversi dari H2O menjadi H2 dipengaruhi oleh banyak faktor.

c. Photo-fermentation (fermentasi cahaya)

Bakteri Purple non-sulfur meningkatkan molekuler H2 dikatalis oleh nitrogenase di bawah kondisi defisiensi nitrogen menggunakan energi cahaya dan asam-asam organic.

C6H12O6 + 12H2O—– Energi cahaya —–.12H2 + 6CO2

Secara umum, kecepatan produksi hidrogen oleh bakteri photoheterotrophic sangat besar ketika sel berhenti di dalam matriks padat dibandingkan ketika sel hidup bebas.

d. Dark-fermentation (fermentasi gelap)

Hidrogen dapat diproduksi pula oleh bakteri anaerob, yang tumbuh di tempat gelap dan kaya akan karbohidrat. Reaksi fermentasi dapat berlangsung pada kondisi mesofilik (25–40.C), thermophilic (40–65.C), extreme thermophilic(65–80.C), or hyperthermophilic (>80.C). Di samping protolisis langsung dan tak langsung yang memproduksi H2 murni, proses ini memproduksi campuran biogas yang mengandung utamanya H2 dan CO2, selain itu juga sedikit metana, CO, dan H2S.

Bakteri yang diketahui memproduksi hidrogen termasuk spesies Enterobacter, Bacillus, and Clostridium. Carbohydratesare

Keuntungan bio-hidrogen adalah sebagai berikut :

  1. Biaya energi lebih rendah
  2. Dapat menyokong energi otonom, pertanian, dan kebijakan keamanan (tidak ada perang minyak)
  3. Perlindungan lengkap pada lingkungan dan iklim ( proteksi ganda dari CO2)
  4. Semua sumber daya energi memiliki akses bagi seluruh pasar (diversifikasi).

Kelemahan bio-hidrogen adalah :

  1. Produksi hydrogen dapat terhambat oleh ammonia
  2. Enzim hidrogenase yang berperan pada produksi hydrogen inactive dengan adanya oksigen
  3. Merupakan sumber energi yang lemah dibanding metana. Jika 12.5 liter gas metana mempunyai 100 kalori energi yang tersedia, sementara dengan volume yang sama gas hidrogen hanya mempunyai 30 kalori energi yang tersedia.

Review Jurnal

Produksi Biohidrogen Secara Fermentatif dari Sampah Biologi Menggunakan Lumpur Sampah Tercerna Sebagai Inokulum (Fermentative Production of Biohydrogen from Biowaste Using Digested Sewage Sludge as Inoculum)

Dalam jurnal ini digunakan inokulum dari lumpur sampah tercerna (digested sewage sludge) untuk menghasilkan H2. Dalam lumpur sampah tercerna (digested sewage sludge) yang telah disentrifugasi terdapat kultur campuran natural anaerob seperti Clostridium yang dapat memproduksi bio-H2 dengan mendegradasi senyawa organik. Digunakan kultur campuran karena jika memakai kultur murni maka perlu teknik aseptis dan mudah terkontaminasi.

Substrat yang digunakana adalah sampah dan bahan organic sebagai sumber karbon. Dalam jurnal ini digunakan 8 macam sumber karbon, yaitu:

  1. Glukosa
  2. Pati jagung
  3. Pati kentang
  4. Gula bit
  5. Fodder beet
  6. Lobak
  7. Kentang
  8. Kulit kentang

Sebelum inkubasi dalam vessel untuk difermentasi, dilakukan heat pre-treatment pada lumpur sampah untuk menghambat bioaktivitas mikroba pengguna H2 (seperti bakteri metanogenik) dan untuk memperbanyak bakteri pembentuk spora yang memproduksi H2. Heat pre-treatment yang bisa disebut juga heat shocking dilakukan dengan menyimpan lumpur sampah dalam waterbath 800 C selama 30 menit.

Selama inkubasi dilakukan sampling dengan cara mengambil sampel gas dalam vessel dengan jarum gelas kemudian dianalisa dengan koromatografi. Sedangkan fase cair akan dianalisa tiap hari untuk mendapatkan nilai pH, VFA (Volatile Fatty Acid), dan asam organic. Pengujian asam organic menggunakan metode HPLC sehingga dapat diketahui konsentrasi asam sitrat, laktat, format, asetat, propionate, i-butirat, n-butirat, i-valerat, n-valerat, dan asam karboksilat.

A. Pengaruh Heat Pre-Treatment Pada Inokulum Terhadap Produksi H2

Dari hasil penelitian diketahui bahwa inokulum yang telah dilakukan pre-treatment menghasilkan lebih banyak H2 daripada yang tidak melalui tahap pre-treatment. Selain itu produksi biogas pada inokulum yang telah dilakukan pre-treatment lebih cepat daripada yang tidak melalui tahap pre-treatment.

Ini karena selama heat pre-treatment bakteri pengguna H2 dihambat pertumbuhannya sedangkan bakteri penghasil H2 diperbanyak dengan cara memberi waktu bakteri untuk membentuk spora.

B. Pengaruh Jenis Pati (Substrat) Terhadap Produksi H2

Dari hasil penelitian diketahui bahwa produksi H2 dengan substrat glukosa paling tinggi daripada pati jagung dan pati kentang, dengan urutan glukosa > pati jagung > pati kentang.

Setelah melewati fase lag, glukosa menghasilkan H2 lebih banyak dan lebih cepat daripada pati jagung dan pati kentang karena glukosa merupakan monosakarida yang dapat dengan mudah didegradasi menjadi H2, CO2, dan asam organik. Sedangkan pati merupakan polisakarida (polimer) dengan ikatan alfa antar monomernya, sehingga bakteri harus memutus ikatan ini terlebih dahulu untuk diubah menjadi glukosa sebelum didegradasi menjadi H2.

C. Produksi H2 dari Limbah Agrikultur

Dari hasil penelitian diketahui bahwa produksi H2 dengan substrat fodder beet sebagai sumber karbon menghasilkan H2 paling tinggi diantara substrat limbah agrikultur yang lain dan yang terendah adalah dengan memakai kulit kentang sebagai sumber karbon. Urutannya adalah fodder beet > kentang > lobak > gula bit >kulit kentang.

Substrat glukosa dan gula bit merupakan substrat yang tinggi kandungan gulanya. Sedangkan fodder beet, lobak, dan kentang mengandung kabon yang berupa pati. Gula lebih mudah dicerna bakteri daripada pati sehingga lebih cepat dalam produksi biogas, asam organik, penurunan pH, dan peningkatan tekanan parsial H2.

D. Hydrogen Yield

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan:

  1. Lumpur sampah yang melalui tahap heat pre-treatment menghasilkan H2 lebih banyak dan lebih cepat daripada yang tidak melalui tahap heat pre-treatment.
  2. Produk agrikultur dan sampah organik sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai substrat dalam fermentasi untuk menghasilkan biohidrogen.

  3. Produksi biohidrogen dengan fermentasi pada suhu termofilik mempunyai potensi tinggi sebagai penghasil energi. Proses termofilik dapat meng-higieniskan sampah organik yang digunakan sebagai substrat.


PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA DALAM RANGKA ZERO EMISSION

RIZKY KURNIA. W

 

 

LIMBAH PABRIK GULA

Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.

LIMBAH BAGASSE

Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah.

Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.

Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50% (Unus, 2002). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.

Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria, actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan aerobik atau anaerobic. Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu.  Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha. Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, amilolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju pengomposan bahan organik . Bibit perombak Katalek® merupakan bioaktivator pembuatan kompos yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan mikrobanya dalam mempercepat perombakan bahan-bahan organik menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah. Bibit perombak Katalek® mengandung 13 macam mikroba (diantaranya Bacillus, Lactobacillus, Pseudomonas, Streptomyces, Clostridium, Aspergillus) yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah oirganik sampai berubah menjadi kompos. Sedangkan penggunaan bibit pengaya Katalek® yang terdiri dari beberapa mikroba diantaranya Azotobacter, Trichoderma, Aspergillus, Pseudomonas) akan menghasilkan kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P dan K) sehingga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman. 

Pengembangan teknologi bioproses etanol dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industry etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan.

Seperti halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada umumnya, bagas tebu mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah. Bagas tebu mempunyai kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46,5% dan 14%. Pendekatan bioproses dalam rumen melalui suplementasi amonium sulfat dan defaunasi yang dilakukan pada kambing yang mendapat ransum berbahan dasar limbah tebu belum berhasil meningkatkan produktivitas kambing. Pendekatan melalui teknik pengolahan pakan sebelum pakan dikonsumsi akan dapat meningkatkan daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan pakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu adalah teknik amoniasi dan fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan lignoselulosa bagas tebu serta fermentasi telah terbukti dapat menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar. Mikroba yang sering digunakan sebagai agen fermentasi limbah yang mengandung serat kasar tinggi adalah kapang Trichoderma viride. Kapang tersebut akan menghasilkan enzim untuk mencerna serat kasar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan.

Teknologi pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3 merupakan komponen teknologi pemanfaatan hasil samping tebu. Kompo-sisi bahan dan teknologi pembuatan papan partikel telah memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) seperti terlihat pada tabel hasil uji coba. Papan partikel dari ampas tebu dibuat dengan cara pengeringan, penggilingan, dan pe-nyaringan ampas, pencampuran ampas dengan perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan dengan tekanan hidrolik pada kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama 15 menit. Perekat terdiri dari urea formaldehide, hardener, ammonia, dan air.

LIMBAH BLOTONG

Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan asal tebu.

Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur mereka,

Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 – 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut, setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan.

Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet

Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganyayang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada kajian apakah briket blotong ini juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak PG.

Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK) disajikan pada Tabel

  • Tabel Hasil Analisis Kimia KAT, Blotong dan KABAK


LIMBAH TETES

Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.

Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes.

  • Komposisi Tetes


Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang sangat tinggi sehingga pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari. Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan kotoran menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena keracunan tetes.

Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %. Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Penelitian Gula. http://www.ipard.com/ penelitian /penelitian_gula.asp#atas. Diakses 9 januari 2010.

Arifin. 2009. Pengaplikasian-Bioaktivator. http://arifinbits.wordpress.com. Diakses 9 januari 2010

Fadjari. 2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula. http://kulinet.com/baca/ memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-gula/536. diakses 9 januari 2010

Mucharomah. 2007. Pemanfaatan Bagasse. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak /mucharomah %20pra. %20100102007.pdf. ddiakses 9 januari 2010

Purwani. 2008. Fermentasi Etanol dari Tetes (molasse). http://bioindustri.blogspot.com/ fermentasi-etanol-dari-tetes-molasse.html. Diakses 9 januari 2010

Riswan. 2009. Blotong Filter Cake. http://www.risvank.com/?p=307. Diakses 9 januari 2010.

Wahyu. 2009. Membuat Bioetanol dari Tetes. http://www.bioethanol. yolasite.com/index/ membuat-bioetanol-dari-tetes-tebu. Diakses 9 januari 2009.


Limbah b3 merkuri

LIMBAH B3 MERCURY

Rizky Kurnia W

 

 

Latar Belakang

Pencemaran lingkungan sering diungkapkan dengan pembicaraan atau pemberitaan melalui media massa. Ungkapan tersebut bermacam ragam popularisasinya dikalangan pendengar atau pembaca, antara lain pernyataan yang menyebutkan : Pencemaran udara oleh gas buang kendaraan bermotor amat terasa dikota-kota besar yang padat lalulintasnya; pencemaran sungai oleh limbah cair industri sangat mengganggu kehidupan di perairan ; limbah pulp (bubur kayu) pabrik kayu mengandung BOD dan COD yang tinggi.; sampah bahan berbahaya beracun mencemari air, dsb.

Pertambangan memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses dipertambangan emas, memerlukan bahan air raksa atau mercury akan menghasilakan limbah logam berat cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Dipinggir teluk Minamata di Jepang bermukim rakyat nelayan. Beberapa industry membuang limbahnya keteluk Minamata. Para ahli kimia pabrik mengatakan bahwa limbah pabrik yang mengandung methylmercury (MeHg) tidak berbahaya karena kenyataannya fitoplankton, zooplankton, dan ikan tetap hidup diteluk itu. Rupanya kebiasaan penduduk nelayan teluk Minamata yang suka makan ikan, telah menyebabkan terakumulasinya kadar methylmercury yang berlipat ganda di dalam tubuh nelayan teluk tersebut. Suatu saat setelah mengakumulasi methylmercury sekitar 10 tahun, tanpa disadari kadar mercury didalam tubuh nelayan telah berlipat ganda ribuan kali disbanding dengan kadar mercury di dalam air limbah dan fitoplankton. Karena methylmercury termasuk B3, maka menimbulkan dampak kesehatan yaitu keturunan dari nelayan yang telah mengkonsumsi ikan dari teluk Minamata mengalami cacat jasmani dan mental. Cacat ini disebut sebagai penyakit Minamata.


Karakteristik Mercury dan Efeknya

Sifat fisik dari Elemen Hg berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (Senyawa Anorganik) dapat mengikat carbon, membentuk senyawa organomercury. Sebagian senyawa mercury yang dilepas ke lingkungan akan mengalami proses methylation menjadi methylmercury (MeHg) oleh microorganisme dalam air dan tanah. MeHg dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan. Kadar mercury dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar air disekitarnya. Kontaminasi mercury dapat melalui secara oral mulut, kulit maupun terhirup oleh hidung.

Merkuri organik (RHg, R2Hg, ArHg) merupakan bentuk senyawa merkuri yang paling berbahaya. Sebagian besar peristiwa keracunan merkuri disebabkan oleh senyawa ini. Merkuri organik digunakan secara luas pada industri pertanian, industri pulp dan kertas, dan dalam bidang kedokteran. Senyawa ini juga dapat terbentuk dari metabolisme merkuri metalik atau dari merkuri anorganik dengan bantuan mikroorganime tertentu baik dalam lingkungan perairan ataupun dalam tubuh manusia.

Merkuri disiano diamida (CH3-Hg-NHCNHNHCN), metil merkuri nitril (CH3-Hg-CN), metil merkuri asetat (CH3-Hg-COOH) dan senyawa etil merkuri klorida (C2H5-Hg-Cl) merupakan senyawa-senyawa merkuri organik yang  digunakan sebagai penghalang pertumbuhan jamur pada produk pertanian. Senyawa-senyawa ini juga digunakan sebagai insektisida dan pemakaiannya dilakukan dengan cara penyemprotan pada areal yang luas, bahkan kadang kala dengan menggunakan pesawat terbang. Penyemprotan pada areal yang luas tersebut dapat membunuh organime lain, karena senyawa-senyawa ini dengan bantuan angin akan  menyebar secara meluas.

Fenil merkuri asetat (FMA) digunakan dalam industri pulp dan kertas. Penggunaan FMA bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur dan anti bakteri/jamur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini sangat berbahaya karena kertas seringkali digunakan sebagai penmbungkus makanan.

Thimerosal mengandung 49.6 % etil merkuri, yang digunakan secara luas sejak tahun 1930-an sebagai antibakteri pada vaksin hepatitis. Pengunaan vaksin hepatitis yang mengandung thimerosal terhadap ibu hamil dan bayi lima tahun (balita) diduga menyebabkan meningkatnya epidemik  autisme, suatu kelainan pada sistem saraf yang ditandai dengan menurunnya kemampuan interaksi sosial

Efek toksisitas mercury terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana mercury terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor serta kehilangan daya ingat. MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terpajan MeHg bisa menderita kerusakan otak, retardasi mental, tuli dan kebutaan. Efek terhadap sistem pernafasan dan pencernaan makanan dapat terjadi pada keracunan akut.Inhalasi dari elemental Mercury dapat mengakibatkan kerusakan berat dari jaringan paru. Sedangkan keracunan makanan yang mengandung Mercury dapat menyebabkan kerusakan liver.

Oleh karena itu, merkuri harus ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak dan wanita yang sedang hamil. Standard yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap 1 juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1 mg (miligram) metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari).


Penanganan Kontaminasi Mercury

Terapi khelasi merupakan suatu metoda yang digunakan dalam mengatasi keracunan logam berat seperti merkuri. Dalam metoda ini digunakan senyawa organik tertentu yang dapat mengikat merkuri dan mengeluarkannya dari dalam tubuh manusia. Senyawa tersebut  memiliki gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut akan digunakan dalam pembentukan ikatan dengan merkuri. Salah satu senyawa organik yang bisa digunakan sebagai khelator adalah dimercaprol, 2,3-dimercaptosuccinic acid (DMSA). 2,3-dimercapto-succinic acid (DMSA) merupakan senyawa organik larut dalam air, yang mengandung dua gugus tiol (-SH). DMSA merupakan khelator yang efektif dan aman digunakan dalam penanganan keracunan logam berat seperti timbal, arsen dan merkuri. Senyawa ini telah digunakan dalam penanganan keracunan merkuri sejak tahun 1950-an di Jepang, Rusia dan Republik Rakyat China, dan sejak tahun 1970-an digunakan di Eropa dan Amerika Serikat. Senyawa organik yang dikenal juga dengan nama dagang chemet ini merupakan khelator yang efektif dalam penanganan keracunan logam berat seperti timbal, arsen dan merkuri. Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa DMSA mampu mengeluarkan 65 % merkuri dari dalam tubuh manusia dalam selang waktu tiga jam. DMSA relatif aman digunakan sebagai khelator. Pada manusia normal, manusia, yang tidak terkontaminasi merkuri, 90 % DMSA yang diabsorbsi tubuh, diekskresikan melalui urin dalam bentuk disulfida dengan gugus thiol sistein. Sedangkan sisanya berada dalam bentuk bebas atau tanpa ikatan dengan gugus lain.

Dalam upaya mempercepat proses pengeluaran merkuri dalam tubuh manusia, DMSA dapat digunakan bersamaan dengan khelator lain seperti ALA (Alpha Lipoic Acid). DMSA juga dapat digunakan  bersamaan  dengan anti oksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, dalam upaya mengurangi gangguan kesehatan sebagai akibat pembentukan radikal bebas oleh merkuri

 

Daftar Pustaka

Irwan, S. 2009. Toksisitas dan Transformasi Merkuri. www.chem-is-try.org. diakses 04 januari 2010.

Kusuma, B. 2009. Merkuri, Bahaya dan Penanganannya. www. sarikata.com. diakses 05 januari 2010.

Wijanto, S. E. 2010. Limbah B3 dan Kesehatan. www.dinkesjatim.go.id. diakses 04 januari 2010.


WASTE TREATMENT

PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOPILE

PENGERTIAN BIOPILE

Biopile adalah teknologi yang meliputi pendegradasian petroleum yang merupakan kontaminan tanah kedalam suatu tumpukan dengan dialiri udara/di aerasi supaya terjadi aktivitas mikrobia. Aktivitas mikrobia dapat dinaikkan dengan penambahan kelembaban dan nutrient seperti nitrogen dan phosphor. Aktivitas mikroba aerob dalam mendegradasi petroleum didasarkan pada kemampuan mengabsopsi partikel dalam tanah sehingga dapat mengurangi konsentrasi dari kontaminan. Biopile dibuat atas dasar untuk mengurangi pelepasan potensial migrasi ke subpermukaan lingkungan. Adanya suatu lubang pipa yang berfungsi sebagai blower untuk aerasi di dalam tumpukan. Tumpukan umumnya dilapisi dengan membran impermeable untuk mencegah adanya kontaminasi dan / atau mencegah kontaminasi dari tanah ke lingkungan dan menjaga tanah dari angin dan hujan. Biopile efektif dioperasikan saat musim panas tetapi dapat juga diopeasikan saat musim dingin dengan adanya aliran udara panas dalam proses aerasi (Anonymous, 1996a).

Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan tanah. Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban (Anonymous, 2009b).

Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang kedua menggunakan blower untuk menginjeksikan udara ke dalam tanah (Anonymous, 2009c).

Sebagai teknik yang lebih inovatif, biopile dengan menggunakan tanaman telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi remediation biopile, yang dikenal sebagai salah satu metode perbaikan tanah yang dicemari oleh hidrokarbon minyak bumi. Biopiling lebih responsif dibandingkan dengan teknologi yang lainnya untuk menyelesaikan masalah resiko remediasi karena terdapat proses pengontrolan dan optimisasi oksigen, nutrien, suhu, dan kebutuhan air selama perawatan. Biopiling juga lebih dapat dikontrol dibandingkan dengan metode yang lainnya seperti landfarming, windrowing atau soil-banking (Hough, et al. 2005).

 

  • Beberapa keuntungan penggunaan biopile adalah:
    • Kontaminasi/ limbah tanah akan terdegradasi sehingga tingkat toksisitas tanah akan berkurang.
    • Lebih sederhana dan mudah dilakukan.
    • Proses remediasinya membutuhkan waktu yang singkat yaitu 3-6 bln.
    • Biopile menawarkan biaya yang murah dibandingkan dengan teknologi penanganan limbah yang lain.
    • Biopile biayanya lebih kompetitif dengan landfilling
    • Biopile sangat efektif untuk kontaminan/ limbah organik yang sulit untuk didesorbsi.

       

  • Beberapa keterbatasan dari biopile adalah :
    • Biopile kurang efektif untuk konsentrasi kontaminan yang tinggi (>50,000 ppm total petroleum hydrocarbons).
    • Memungkinkan adanya konsentrasi logam berat ( >2.500 ppm) yang mungkin dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
    • Membutuhkan area yang luas
    • Peningkatan kecenderungan penguapan senyawa volatile.

       

    KONDISI BIOPILE

    Penggunaan biopile untuk meremediasi kontaminan petroleum hidrokarbon dari tanah umumnya memenuhi kondisi dibawah ini, yaitu :

    • kontaminasi utama pada tanah adalah petroleum hidrokarbon
    • komponen organik seperti klorin jumlahnya sedikit.
    • konsentrasi senyawa toksik metal kurang dari 2,500 mg/kg tanah.
    • total volume tanah yang ditreatment lebih dari 250 yd3.

    Skema biopile adalah sebagai berikut :



     

     

    Efektivitas dari biopile tergantung dari :

    • Karakteristik tanah
    • Karakteristik konstituen (unsur)
    • Kondisi Iklim

     

    Proses yang dilakukan dalam biopile adalah :

    • Persiapan Tempat

    Tempat yang digunakan harus yang memiliki luas area yang cukup untuk proses biopile, memenuhi infrastruktur, dan mendukung pelayanan untuk dilakukannya proses biopile. Lahan yang datar, bebas dari halangan dibutuhkan untuk mengendalikan tanah dan konstruksi tumpukan. Jalan dan jembatan harus mampu menahan beban yang berat, seperti truk dengan muatan 36 – 40 ton. Jarak yang cukup dibutuhkan untuk stockpiling, mixing dan preparasi tanah yang akan dilakukan biopile. Pelayanan listrik yang dibutuhkan untuk mengoperasikan peralatan blower, pompa, AC dan alat-alat yang lain.

    • Persiapan Dasar

    Persiapan dasar terdiri dari 3 fungsi yaitu :

    • Menyediakan fondasi yang stabil untuk mendukung biopile dan operasi penanganan tanah.
    • Menyediakan barrier yang mampu melawan potensi migrasi dari kontaminasi ke dalam dasar tanah
    • Menyediakan 1% grade untuk menghindari genangan leachate pada biopile
    • Leachate Collection

        Sistem ini biasanya termasuk stuktur tumpukan, pipa perforasi di bagian dasar, pompa pennampung dihubungkan dengan saluran pembuangan dan tangki penampung.

    • Aerasi

        Biopile harus punya aerasi yang cukup untuk mendukung efisiensi pendegradasian kontaminan oleh milkroba. Oksigen adalah komponen yang terpenting yang menentukan keberhasilan proses biopile. Sistem pengaliran udara secara aktif dan pasif harus bisa dilakukan dengan baik.

    • Penambahan Kelembaban

    Air harus selalu tersedia dalam biopile, namun jumlahnya tidak boleh terlalu banyak. Mikroorganisme membutuhkan moisture untuk transport nutrien, untuk membawa proses metabolis, dan untuk mempertahankan struktur sel.

    • Penambahan Nutrisi

    Mikroba membutuhkan supply karbon untuk membentuk biomassa. Kontaminan dan senyawa organik alami dalam tanah secara khusus menyediakan jumlah karbon yang cukup, namun ketersediaan nutrisi yang lain seperti nitrogen , phosphor, atau potassium tidak mencukupi seperti halnya jumlah karbon.

    • Penambahan Mikroba

    Organisme secara alami tersedia namun untuk mendapatkan kultur yang spesifik perlu ditambahkan dari luar untuk mengoptimalkan degradasi hidrokarbon

    • Konstruksi

    Konstruksi yang dibuat harus :

    • Mempertahankan moisture
    • Mempertahankan panas
    • Mencegah kelebihan air, dan penambahan air yang tidak diinginkan seperti air hujan
    • Mencegah angin menerbangkan debu yang ada pada tumpukan

     

    APLIKASI

    Contoh aplikasi penggunaan teknik biopile ini yaitu untuk mengurangi cemaran dari produk minyak bumi, terutama dari tangki penyimpanan bawah tanah (Underground Storage Tank (UST)). Produk yang lebih ringan (mudah menguap) dihilangkan dengan cara dievaporasi selama proses, dan untuk cemaran yang lebih luas dengan menggunakan mikroba (Anonymous, 2009). Atau tanah yang tercemar ditumpuk, ditutup, dan diaerasi menggunakan blower setelah tanah diberi nutrien dan air yang cukup. Dengan menerapkan sistem Biopile, diharapkan proses pengolahan tanah yang tercemar minyak bumi dapat ditingkatkan dengan kapasitas pengolahan yang lebih besar dan biaya operasional dan pemeliharaan yang lebih rendah (Anonymous, 2009d).

    Proses penguraian limbah dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan sejumlah mikroorganisme memanfaatkan limbah ini sebagai sumber karbon atau sumber nutrien. Proses penguraian ini sendiri sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikro dan makro dari mikroorganisme. Salah satu teknik yang digunakan adalah bioagumentasi, dengan menggunakan mikroorganisme yang sudah di”pintar”kan di laboratorium. Aplikasi teknik bioaugmentasi menjadi suatu tantangan pada saat mikroorganisme yang telah terkondisikan untuk menguraikan hidrokarbon minyak bumi ini di laboratorium harus “bersaing” dan beradaptasi dengan lingkungan terbuka (Anonymous. 2009e).

    Aplikasi teknik bioaugmentasi dengan instalasi bioremediasi jenis biopile didahului dengan kegiatan karakterisasi tapak dan studi keterolahan. Studi keterolahan terhadap berbagai jenis minyak bumi (light-, medium-, dan heavy-crude) menunjukkan bahwa konsorium mikroba yang tepat dapat menguraikan campuran hidrokarbon dengan konsentrasi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dengan variasi konsentrasi 10 – 15 % ke 0,2-0,8 % dalam rentang waktu 2–6 bulan. Target konsentrasi TPH adalah 1% (Seusai Kepmen LH 128/2003). Keluaran lain dari studi keterolahan adalah laju penggunaan nutrien (N dan P) oleh mikroba dan flutuasi temperatur dan pH selama proses biodegradasi berlangsung. Hasil ini kemudian digunakan sebagai dasar rancangan instalasi bioremediasi. Konsorsium mikroba di perbanyak dan dikemas untuk memudahkan transportasi ke lapangan (Pollard. 2003).

    Keberhasilan aplikasi bioremediasi di lapangan sangat tergantung pada aktifitas mikroorganisme Pemeliharan instalasi akan menciptakan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Sel dijaga pada kelembaban 40 – 60%, penambahan nutrient dilakukan dengan frekuesi 2 mingguan. monitoring yang tepat menjadi sangat penting karena penilaian akan keberhasilan proses ditentukan dari hasil monitoring. Proses biodegradasi dimulai dengan konsentrasi TPH 3 – 5% dengan semua komposisi hidrokarbon dicampurkan untuk mengolah 12.000 m3 tanah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi. Permasalahan yang harus dihadapi di lapangan adalah pencampuran yang tidak akan pernah sempurna, kondisi cuaca (musim hujan dan kemarau yang ekstrim), program monitoring dengan kendala non teknis. Hasil analisis komposisi hidrokarbon dengan GC menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi hidrokarbon disebabkan karena penguraian senyawa-senyawa tunggal di dalam campuran tersebut. Konsentrasi TPH pada akhir proses bioremediasi adalah 0,2 – 0,9% TPH. Proses berlangsung dengan penurunan TPH tercepat adalah 4 bulan dan terlama adalah 10 bulan. Mikroorganisme yang digunakan adalah konsorsium bakteri dan jamur Basidiomycetes (Suhardi, 2009).


    Daftar pustaka:

    Anonymous. 1996a. Biocell
    and Biopile Designs for Small-Scale Petroleum-Contaminated Soil Projects.
    http://www.dec.ny.gov/images/ remediation_hudson_images/stars2x1.gif. Diakses tanggal 29 September 2009

    Anonymous. 2009b. Bioremediasi Tanah. http://74.125.155.132/search?q=cache %3AxZCg5fCiIogJ%3Asumarsih07.files.wordpress.com%2F2008%2F09%2Fx-bioremediasi -tanah.pdf+biopile&hl=id&gl=id. Diakses tanggal 29 September 2009

    Anonymous . 2009c.Bioremediation of former railway yard for a town house development. http://www.remedios.uk.com/pdf/railway-yard.pdf. Diakses tanggal 29 September 2009

    Anonymous. 2009d. Biopiles. http://www.epa.gov/OUST/cat/biopiles.htm. Diakses tanggal 29 September 2009

    Anonymous. 2009e. Biopiles. http://adsabs.harvard.edu/abs/2003EAEJA…..7142C. Diakses tanggal 17 September 2009

    Beattle. 1996. Biopile Design And Construction Manual.
    https://portal.navfac.navy. mil/portal/page/portal/navfac/navfac_ww_pp/navfac_nfesc_pp/environmental/erb/documents-b/tm-2189.pdf . Diakses 29 September 2009

    Consoil . 2005. Proceedings of the 9th international FZK/TNO conference on Soil Water Systems. https://dspace.lib.cranfield.ac.uk/bitstream/1826/261 /1/ConSoil%202005-Weathered%20hydrocarbons.pdfEnvironment Ptrotection Agency (EPA). 1994. http://www.epa.gov/swerust1/pubs /tums.htm. United State. Diakses 29 September 2009

    Environment Ptrotection Agency (EPA). 2008. How to Evaluate Alternative Cleanup Technologies for Underground Storage Tank Sites: A Guide for Corrective Action Plan Reviewers. http://www.epa.gov/swerust1/cat/ biopiles.htm. United States. Diakses 29 September 2009

    Hough, Rupert,et al. 2005. Optimising The Biopiling Of Weathered Hydrocarbons Within A Risk Management Framework. https://dspace.lib.cranfield.ac.uk/bit- stream/1826/2615/1/ConSoil%202005-Weathered%20hydrocarbons.pdf. Diakses tanggal 4 Oktober 2009

    Pollard, S.J.T. 2003. Heavy Oil Wastes
    at
    Contaminated Sites: a summary of implications for decisionmakers. In: ConSoil 2003, Proceedings 8th International FZK/TNO Conference
    on Contaminated Land, 12 – 16 May 2003, Ghent, Belgium, Theme B: 1079-1085.

    Suhardi, Sri Harjati. 2009. Mengajak Mikroorganisme Bertarung Di Lingkungan Terbuka (Aplikasi teknik Biopile di ConocoPhillips Indonesia, SumateraOperation). http://74.125.155.132/search? q=cache%3A2dLNQKtkhUJ%3Aww.sith.itb.ac.id%2FAbstrakSeminarDosen2FMengajak_ Mikroorganisme_bertarung_di_Lingk_Terbuka_Dr.Sri_ Harjati.pdf+biopile&hl=id&gl=id. Diakses tanggal 29 September 2009