“Allahumma tawwi umurana fi ta’atika wa ta’ati rasulika waj’alna min ibadikas salihina”

PENGUJIAN PANGAN

K3 BEKERJA DALAM LABORATORIUM

K3 BEKERJA DALAM LABORATORIUM

APD dalam dunia industri dikenal dengan istilah personal protective equipment (PPE) merupakan peralatan yang digunakan oleh karyawan atau pekerja untuk melindungi diri dari potensi bahaya kecelakaan kerja. APD merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang sekelilingnya.

Berdasarkan pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengusaha/pengurus perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi oleh pengusaha/pengurus, maka termasuk kedalam pelanggaran undang-undang. Berdasarkan pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah disediakan. APD yang disediakan harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan memiliki sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai APD yang tidak memenuhi syarat.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan pemakaian APD adalah :

  1. Enak dan nyaman dipakai
  2. Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja
  3. Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya atau potensi bahaya
  4. Memenuhi syarat estetika
  5. Memperhatikan efek samping penggunaan APD
  6. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan dan harga terjangkau

Sumber informasi yang digunakan untuk penentuan penggunaan APD yaitu :

  1. Pengalaman berkerja karyawan
  2. Hasil audit atau pemerisksaan K3
  3. Keluhan karyawan
  4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Ketentuan pemerintah
  5. Data keselamatan tentang bahan berbahaya
  6. Hasil rapat keselamatan
  7. Hasil catatan medis

Peralatan Pelindung Diri

Beberapa jenis APD yang disarankan untuk dipakai adalah :

Jas Laboratorium. Jas laboratorium (lab coat) berfungsi sebagai pelindung tubuh dari percikan bahan kimia berbahaya. Terdapat dua jenis jas laboratorium, yaitu jas lab sekali pakai dan jas lab berkali-kali pakai. Jas lab sekali pakai umunya digunakan di laboratorium biologi dan hewan. Sementara jas lab berkali-kali pakai digunakan di laboratorium kimia.

Jas lab kimia dapat berupa :

  1. Flame-resistant lab coat atau jas laboratorium yang bahannya dilapisi material tahan api. Jas lab ini cocok digunakan untuk praktikan yang bekerja dengan peralatan atau bahan yang mengeluarkan panas, seperti peleburan sampel tanah, pembakaran menggunakan tanur bersuhu tinggi dan reaksi kimia yang mengeluarkan panas.
  2. 100% contton lab coat atau jas laboratorium yang biasanya digunakan di laboratorium kimia umum. Jas lab jenis ini dapat dipakai hingga 1-2 tahun. Setelah melewati waktu pakai, jas lab jenis ini rentan rusak karena pengaruh bahan kimia asam.
  3. Synthetic/cotton blends atau jas lab yang 100% terbuat dari polyester atau campuran polyester/cotton. Seperti cotton lab coat, jas lab ini biasa digunakan di laboratorium kimia umum

Kaca mata keselamatan. Mata merupakan bagian tubuh yang cukup vital dan sangat bergharga. Jumlah kecelakaan yang menimpa mata cukup banyak. Akan tetapi fenomena di lapangan, banyak pekerja yang tidak nyaman menggunakan kacamata. Sehingga disiplin terhadap aturan untuk mengenakan APD di industri harus diperhatikan.

Di laboratorium kimia, kaca mata digunakan untuk menjaga mata dari percikan larutan kimia atau panas yang dapat membahayakan. Kaca mata yang digunakan sebaiknya adalah kaca mata yang tahan terhadap potensi bahaya kimia dan panas. Terdapat dua jenis kaca mata keselamatan, yaitu clear safety glasses dan clear safety goggles.

Clear safety glasses merupakan kaca mata keselamatan yang biasa digunakan untuk melindungi mata dari percikan larutan kimia atau debu. Sementara itu, clear safety googles digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia atau reaksi kimia berbahaya. Terdapat tiga tipe peralatan pelindung mata, yaitu :

  1. Direct vented googles. Umumnya digunakan untuk melindungi mata dari debu, namun tidak cocok untuk melindungi mata dari percikan atau uap bahan kimia
  2. Indirect vented googles. Cocok digunakan untuk melindungi mata dari kilauan cahaya dan debu, namun tidak cocok untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia
  3. Non-vented googles. Baik digunakan untuk melindungi mata dari debu, uap, dan percikan bahan kimia. Selain itu, kaca mata ini juga digunakan untuk melindungi mata dari gas berbahaya

Sepatu Pengaman. Sandal atau sepatu sandal dilarang digunakan ketika bekerja di laboratorium karena tidak dapat melindungi kaki ketika larutan atau bahan kimia terjatuh mengenai kaki. Sepatu biasa umumnya sudah cukup untuk digunakan sebagai pelindung. Namun di laboratorium industri, sepatu yang digunakan adalah sepatu keselamatan yang tahan api dan tekanan tertentu. Selain itu terkadang disediakan juga plastik alas sepatu untuk menjaga kebersihan laboratorium apabila digunakan untuk keluar dari laboratorium.

Pelindung Muka. Pelindung muka atau face shield digunakan untuk melindungi wajah dari panas, api, dan percikan material panas. Alat ini biasa digunakan saat mengambil alat laboratorium yang dipanaskan di tanur, dan mengambil alat yang dipanaskan dengan autoclave.

Masker. Masker digunakan untuk melindungi pekerja dari udara kotor yang diakibtakan oleh beberapa hal, yaitu :

  1. Debu-debu kasar dari pengindraan atau operasi-operasi sejenis
  2. Racun dan debu-debu halus yang dihasilkan dari pengecetan atau asap
  3. Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia
  4. CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara

Masker yang biasa digunakan terdapat beberapa jenis, yaitu :

  1. Masker penyaring debu, yaitu masker yang digunakan untuk melindungi pernapasan dari serbuk-serbuk logam dan serbuk kasar lainnya
  2. Masker berhidung, yaitu masker yang digunakan untuk menyaring debu atau benda lain sampai berukuran 0,5 mikron
  3. Masker bertabung, yaitu masker yang digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas-gas berbahaya. Masker bertabung memiliki filter yang baik dari masker berhidung.

Pekerjaan di laboratorium kimia memiliki potensi bahaya yang berasal dari bahan atau reaksi kimia karena dapat mengeluarkan gas berbahaya. Sehingga penggunaan masker gas cocok untuk antisipasi terhirupnya gas berbahaya. Masker gas dapat berupa masker biasa berbahan kain dan masker khusus yang dilengkapi material penghisap gas. Masker gas umumnya digunakan untuk keperluan umum, seperti larutan standar. Sedangkan masker gas khusus digunakan saat menggunakan larutan atau bahan kimia yang mengandung gas berbahaya seperti asam klorida, asam sulfat dan asam sulfida.

Sarung Tangan. Sarung tangan harus diberikan pada pekerja yang berpotensi mengalami beberapa hal, yaitu :

  1. Tusukan
  2. Sayatan
  3. Terkena benda panas
  4. Terkena bahan kimia
  5. Terkena aliran listrik
  6. Terkena radiasi

Sarung tangan (glove) melindungi tangan dari ceceran larutan kimia yang bisa membuat kulit gatal atau melepuh. Macam-macam sarung tangan yang digunakan di laboratorium biasanya terbuat dari  karet alam, nitril dan neoprene. Sarung tangan yang terbuat dari karet alam, ada yang dilengkapi dengan serbuk khusus dan tanpa serbuk. Serbuk tersebut umumnya terbuat dari tepung kanji yang berfungsi untuk melumasi sarung tangan supaya mudah digunakan.

Pelindung Telinga. Pelindung telinga berguna untuk melindungi pekerja dari loncatan api, percikan logam, atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan dari kebisingan dilakukan dengan penyumbat telinga. Pelindung telingan (hear protector) yang lazim digunakan di laboratorium untuk melindungi telinga dari bising yang dikeluarkan oleh alat tertentu seperti autoclavecrusher, sonikator, dan pencuci alat gelas yang menggunakan ultrasonik. Setiap orang yang terpapar kebisingan, dibatasi waktu dan tingkat kebisingan. Batas kebisingan menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah sebagai berikut :

 

Waktu Tingkat kebisingan (dB)
8 jam 90
6 jam 92
4 jam 95
2 jam 100
1 jam 105
30 menit 110
15 menit 115

 APD yang dibutuhkan berdasarkan faktor bahaya, diantaranya :

Faktor Bahaya APD yang dibutuhkan
Debu Mata : Googles, kaca mata sisi kanan dan tertutup sebelah kiri
Muka : Penutup muka dari plastik
Alat pernapasan : Masker khusus untuk debu
Percikan api atau logam Kepala : Topi plastik berlapis asbes
Mata : Googles
Muka : Penutup muka dari plastik
Jari, lengan, tangan : Sarung tangan asbes berlengan panjang
Betis, tungkai : Sepatu kulit
Mata kaki, jari kaki : Sepatu kulit
Tubuh : Jaket asbes
Gas, asap, fumes Mata : Googles
Muka : Penutup muka khusus
Alat pernapasan : Masker dengan filter untuk gas
Tubuh : Pakaian karet atau bahan lain yang tahan kimiawi
Jari tangan, lengan : Sarung plastik, karet berlengan panjang
Betis tungkai, mata kaki : Sepatu yang konduktif
Cairan dan bahan kimia Kepala : Topi plastik/ karet
Mata : Googles
Muka : Penutup dari plastik
Alat pernapasan : Respirator khusus
Jari, tangan, lengan : Sarung plastik
Tubuh : Pakaian plastik/ karet
Betis, tungkai : Pelindung khusus dari plastik/ karet
Mata kaki, kaki : Sepatu karet
Penyinaran radioaktif Jari, tangan, lengan : Sarung tangan karet dilapisi timah hitam
Tubuh : Jaket karet/ kulit dilapisi timah hitam
Penyinaran sedang/ kuat Kepala : Topi
Mata dan muka : Googles dengan filter (dari logam atau plastik), pelindung muka

Label Simbol Bahaya

Pemberian label dimaksudkan untuk mengenal dengan cepat sifat bahaya suatu bahan kimia, di samping dengan mudah mengetahui kadar bahan tersebut. Pengenalan bahan kimia penting dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan bahan-bahan karena cara penyimpanan memerlukan dasar pengetahuan terhadap sifat bahaya bahan serta kemungkinan interaksi antar bahn serta kondisi yang mempengaruhi selama penyimpanan.

Berikut label yang menyimbolkan bahaya dari beberapa bahan kimia dan cara penangannya, yaitu :

Simbol Bahaya dan Keamanannnya
Explosive Bahan yang mudah meledak apabila terkena panas, api dan sensitive terhadap gesekan atau goncangan
Bahaya : Eksplosif pada kondisi tertentu
Contoh : Ammonium nitrat, nitroselulosa
Keamanan : Hindari benturan, gesekan, loncatan bunga api dari panas
Oxidizing Agent Bahan yang dapat menghasilkan panas apabila bersentuhan dengan bahan lain terutama bahan-bahan yang mudah terbakar
Bahaya : Oksidator, dapat membakar bahan lain,penyebab timbulnya api, penyebab kesulitan dalam pemadaman api
Contoh : Hydrogen peroksida, kalium perklorat
Keamanan : Hindarkan panas serta bahan mudah terbakar dan reduktor
Flammable Bahan yang mudah terbakar
Bahaya : Mudah terbakar, meliputi :1.      Zat terbakar langsung

2.      Gas sangat mudah terbakar

3.      Zat sensitif terhadap air yaitu zat yang membentuk gas mudah terbakar bila terkena air atau uap

4.      Cairan mudah terbakar yaitu cairan dengan flash point dibawah 21oC

Contoh : Alumunium alkil fosforButane, propana

Aseton, benzene

Keamanan : Hidarkan campuran dengan udaraHindari campuran dengan udara dan hindari sumber api

Jeuhkan dari api terbuka, sumber apidan loncatan bunga api

Toxic Sedikit saja masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan kematian atau sakit keras
Bahaya : Toksik dan berbahaya bagi kesehatan bila terhiru, tertelan atau kontak dengan kulit dan mematikan
Contoh : Arsen triklorida, merkuri kloida
Keamanan : Hindarkan kontakatau masuk  ke dalam tubuh, segera ke  dokter apabila kemungkinan terjadi keracunan
Harmful
Bahaya : Menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh
Contoh : Piridin
Keamanan : Hindari kontak dengan tubuh atau hindari menghirup uapnya, segera berobat apaabila terkenan bahan
Corrosive

 

Bahan yang dapat merusak jaringan hidup
Bahaya : Korosif atau merusak jaringan tubuh
Contoh : Belerang dioksida, klorin
Keamanan : Hindari kontaminasi pernafasan, dan kontak dengan kulit juga mata
Irritant Sedikit saja masuk ke dalam tubuh, dapat membakar kulit, selaput lender dan system pernapasan
Bahaya : iritasi pada kulit, mata dan alat pernafasan
Contoh : Ammonia, benzyl klorida
Kemanan : Hindari kontaminasi udara pernapasan, dan kontak dengan mata
Poison Bahan- bahan yang bersifat racun
Radioactive Bahan-bahan yang bersifat radioaktif
High voltage Peringatan tegangan tinggi
No smoking

 

Area dilarang merokok
  Area dilarang menyalakan api

P3K Saat Bekerja di Laboratorium

Ketelitian dan kewaspadaan yang tinggi dibutuhkan saat bekerja di laboratorium mengingat peralatan dan bahan yang digunakan mengandung potensi bahaya. Kecelakaan dapat terjadi kapan saja dengan berbagai akibat yang membahayakan kesehatan bahkan keselamatan pengguna laboratorium. P3K merupakan pertolongan yang diberikan segera setelah kecelakaan dengan memberikan pengobatan dan perawatan darurat bagi korban sebelum pertolongan yang lebih akurat oleh dokter ahli. Pertolongan yang diberikan bersifat sederhana dengan peralatan dasar sederhana yang langsung diberikan di tempat kejadian yaitu di laboratorium.

P3K bersifat darurat namun menuntut kecepatan dan ketepatan agar dapat menyelamatkan penderita. Selain itu, P3K berfungsi untuk mencegah bertambah parahnya luka serta komplikasi seperti kecacatan atau infeksi akibat kecelakaan. P3K juga bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan cemas serta menjaga ketenangan fisik dan mental penderita, sehingga akhirnya menunjang upaya penyembuhan.

Kasus Kecelakaan Laboratorium dan Tindakan Pertolongannya

  1. Pingsan (sinkop). Pingsan adalah keadaan kehilangan kesadaran sementara karena berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga tidak mendapatkan cukup glukosa dan oksigen. Kejadiannya dapat berlangsung mendadak, cepat atau sebelumnya korban sudah merasakan akan pingsan. Agar tubuh tetap sadar, bagian otak yang dikenal dengan sistem pengaktif retikuler yang terletak di batang otak harus mendapat cukup aliran darah dan setidaknya  satu belahan otak harus berfungsi. Pada kondisi pingsan, aliran darah mengumpul dibawah tubuh sehingga hanya sedikit yang didistribusikan ke otak. Faktor-faktor yang menyebabkan pingsan antara lain adalah :
  • Over stimulus sistem saraf vagus yaitu nyeri, ketakutan, emosi kemarahan, panik, stres, dan rasa sakit yang kuat
  • Perubahan tekanan darah yang disebabkan karena terlalu lama berdiri atau aktivitas fisik yang berlebihan dan kurang istirahat
  • Anemia disebabkan karena kurangnya asupan zat besi, penyakit atau pendarahan
  • Dehidrasi disebabkan karena muntah berlebih, diare, kurang minum, keringat berlebihan dan luka bakar
  • Obat-obatan tertentu
  • Hipoglikemia disebabkan karena tidak sarapan, atau terlambat makan
  • Ketidakseimbangan elektrolit

Pertolongan yang dilakukan pada keadaan pingsan bertujuan untuk memperbaiki darah ke otak, menenangkan dan menyamankan penderita setelah sadar. Adapun tindakan yang dilakukan pada kondisi ini adalah sebagai berikut :

  • Pencegahan. Dudukan di lantai  apabila merasa akan pingsan yaitu pusing berputar, mual, keringat dingin, penglihatan kabur, dan telinga berdering. Mintalah untuk meletakan kepala diantara lutut dan menarik napas panjang (membungkuk). Apabila terdapat cedera leher, cedera kepala yang serius, cedera syaraf spinal, gangguan pernapasan, riwayat penyakit jantung, tindakan ini tidak boleh dilakukan. Apabila sudah membaik, berdiri dilakukan perlahan-lahan
  • Pertolongan. Lindungi dari bahaya dan cedera, pastikan mendapat udara segar dengan membaringkannya di tempat yang aman, teduh, dan diatas alas yang datar. Rangsang kesadaran dengan memberi wangi-wangian atau minyak gosok di depan hidung. Baringkan dengan kondisi kaki ditinggikan dan ditopang. Buka baju terutama bagian atas, kendorkan pakaian bawah, pakaian dalam yang ketat, ikat pinggang dan segala sesuatu yang menekan leher. Lap dahi dan wajah dengan air panas-dingin bergantian. Apabila muntah, miringkan kepala korban agar muntahan tidak tersedak masuk ke paru-paru. Setelah pulih, tenangkan dan beri dukungan emosional. Dudukan secara bertahap, namun sebaiknya diberikan minum setelah benar-benar sadar untuk menghindari masuknya minuman ke saluran pernapasan
  • Segera mencari pertolongan medis. Apabila mengalami pingsan berulang, hilang kesadaran ketika duduk atau berbaring,  muntah untuk alasan yang tidak jelas, tidak segera bangun jika dirangsang dengan bau-bauan dalam waktu > 5 menit, maka segera rujuk ke saran kesehatan terdekat.
  1. Pendarahan. Pendarahan merupakan hilang darah dari pembuluh darah. Pendarahan lokal  perlu segera diatasi agar tidak terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang banyak yang berujung pada syok dan terjadi kematian. Jenis pendarahan ada dua, yaitu pendarahan keluar dan pendarahan ke dalam tubuh, seperti dalam rongga dada, rongga perut, dan otak. Secara umum, pertolongan yang diberikan adalah :
  • Apabila luka tertutup pakaian, lepaskan pakaian atau digunting
  • Baringkan
  • Bagian tubuh yang berdarah ditinggikan
  • Tekan bagian yang berdarah dengan kassa steril, gunakan jari atau telapak tangan, dapat pula dua jari tangan jika luka cukup lebar
  • Pembuluh nadi yang terletak antara tempat pendarahan dengan jantung ditekan
  • Luka dibersihkan, dibalut jangan terlalu keras, supaya tidak menghambat sirkulasi
  • Korban dibawa kerumah sakit
  1. Luka.  Luka merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan dalam kontinuitas kulit dan jaringan bawah kulit (terbuka) atau apabila terputusnya kontinuitas kulit dibawah kulit saja, kulit tetap utuh/intak dinamakan luka tertutup. Berikut jenis luka dan perawatannya :
  • Luka lecet. Pertolongan yang diberikan adalah dengan membersihkan luka menggunakan air dingin atau air hangat, mengalir dan tidak dicelupkan. Penambahan antiseptik dapat membantu membersihkan luka. Luka yang sudah dibersihkan diberi betadin, kemudian ditutup dengan kasa steril dan diplester atau dibalut. Apabila luka cukup lebar dan terbuka, lakukan disinfeksi dengan meletakkan kasa steril di tengah luka sebelum luka dibasuh dengan air sabun dan dicuci dengan antiseptik. Setelah kasa diambil, luka disiram kembali dengan air bersih dan kotoran yang masih tertinggal diambil dengan pinset steril. Luka kemudian ditutup dengan kain steril yang sudah diberi salep antibiotik (sofratulle) kemudian diatasnya diberi kasa steril tebal dan dibalutkan
  • Luka iris. Luka iris diakibatkan karena benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka iris yang pendek dan dangkal, dibersihkan dengan air matang bersih, diberi antiseptik, dirapatkan dan dibalut atau ditutup dengan plester atau kain kasa yang bersih. Luka iris yang dalam dan panjang, dibersihkan dan ditutup dengan kain kasa steril, korban dibawa ke puskesmas atau rumah sakit
  • Luka tusuk. Luka tusuk disebabkan oleh benda berujung runcing sperti paku, jarum atau tertikam. Luka dibersihkan, ditutup kemudian dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan suntikan anti tetanus
  • Luka memar. Luka memar merupakan luka tertutup dimana terjadi kerusakan jaringan dibawah kulit disertai pendarahan yang tampak kebiruan dari luar. Penanganannya dengan kompres air hangat-dingin bergantian, dan meninggikan bagian yang luka. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir luka yang disebabkan karena terbentur atau tertumbuk adalah dengan meletakan alat yang membahayakan pada tempat yang aman, kemudian jelaskan K3 meliputi potensi bahaya dan cara penanggulangannya oleh laboran.
  • Luka Bakar. Luka bakar dapat disebabkan karena api, uap panas, dan benda panas baik berupa cairan, padatan, sengatan listrik dan bahan kimia. Pertolongan yang diberikan untuk mengatasi luka bakar haruslah tepat. Berikut tingkatan luka bakar : Luka bakar ringan, yaitu luka bakar yang hanya mengenai lapisan luar kulit kurang dari 20% luas permukaan tubuh. Tanda luka bakar ringan adalah kulit memerah, sedikit bengkak-lunak, nyeri tekan dan sakit. Luka bakar sedang, yaitu luka bakar yang merusak setengah ketebalan kulit dan kurang dari 50% luas permukaan tubuh. Tanda luka bakar sedang yaitu kulit berwarna merah, melepuh dan bengkak berisi cairan serta kulitnya kasar dan nyeri hebat. Luka bakar berat, yaitu luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit termasuk lapisan germinal di bawah kulit, serta mengenai syaraf, otot dan lemak. Kulit tampak pucat seperti lilin atau terkadang hangus, tidak akan terasa nyeri karena syaraf sudah rusak. Penanganan terhadap luka bakar  yang harus dilakukan adalah :
    • Luka bakar ringan, dinginkan bagian tubuh yang terkena dengan menyiram menggunakan air bersih dingin dan mengalir (bukan air es) hingga berkurang rasa sakitnya
    • Luka bakar sedang, lepuh tidak boleh dipecahkan, jika pecah bersihkan dan tutup dengan salep luka bakar. Luka ditutup dengan kain kasa steril.
    • Luka bakar berat, luka ditutup dengan kasa steril dan akan dibawa ke puskesmas atau rumah sakit. Dalam penanganan luka bakar, penolong sebaiknya tidak mencoba melepaskan apapun yang melekat pada luka karena bisa terjadi kerusakan lebih parah dan menyebabkan infeksi, jangan menyentuh atau mengusik luka, jangan menggunakan pasta gigi, krim atau minyak apapun pada kulit yang terbakar, jangan memecahkan lepuh (gelembung) jika tidak memiliki alat steril, dan jangan menggunakan bahan berbulu atau plester pada luka bakar.
    • Luka bakar yang disebabkan oleh bahan kimia biasanya ditandai dengan adanya nyeri hebat yang menyengat, melepuh dan kulit terkelupas. Pertolongannya segera sirami luka dengan air mengalir dalam jumlah banyak selama 20 menit dan lindungi bagian yang tidak terkena bahan kimia, lepaskan pakaian yang terkontaminasi (hati-hati jangan sampai penolong ikut terkontaminasi), menutup luka dengan kasa steril atau kain bersih dan segera mencari pertolongan medis. Jangan berusaha melepaskan apapun yang menempel pada kulit.
    • Percikan bahan kimia kuat ke dalam mata dapat menimbulkan trauma serius yang dapat menyebabkan perlukaan pada mata berujung kebutaan. Tanda-tandanya antara lain nyeri hebat pada mata, tidak bisa dibuka, merah dan bengak yang dalam dan disekitar mata, banyak mengeluarkan air (nrocos). Pertolongan yang diberikan yaitu segera mengalirkan ai dingin ke mata yang sakit minimalnya selama 10 menit dan air harus mengaliri kedua sisi kelopak mata. Jika mata masih menutup, tarik kelopak mata kebawah dengan hati-hati jangan sampai terjadi pelengketan. Mata kemudian ditutup dengan pembalut steril yang tidak berbulu dan segera cara pertolongan medis.

Peralatan P3K

Berikut peralatan P3K yang umum harus ada di kotak P3K :

  1. Plester
  2. Pembalut berperekat
  3. Pembalut steril (besar, sedang dan kecil)
  4. Perban gulung
  5. Perban segitiga
  6. Kain kasa
  7. Pinset
  8. Gunting
  9. Peniti, dan lain-lain

Sumber :

Anizar. 2009. Teknik keselamatan dan kesehatan kerja di industry. Yogyakarta : Graha Ilmu

Daryanto. 2007. Keselamatan dan kesehatan kerja bengkel. Jakarta :Rineka Cipta

Winarno. Kimia Pangan dan Gizi. 2004. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Widodo, Didik Setiyo dan Lusiana, Retno Ariadi. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar Penguasaan Aspek Eksperimental. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anwar, Chairil., dkk. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta : Dikti.

Herudiyanto, Marleen S. 2008. Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan 2, Roti Kue Cokelat dan Kembang Gula. Bandung : Widya Padjajaran

Ibrahim, Sanusi dan Sitorus, Marham. 2013. Teknik Laboratorium Kimia Organik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ahmad, Hiskia. 1994. Penuntun praktikum kimia dasar. Jakarta : Dikti.

Yudiono, Herman. 2017. 15 Alat Keselamatan Kerja di Laboratorium Kimia. [online] diakses di http://www.duniakaryawan.com/alat-keselamatan-kerja-di-laboratorium-kimia/ pada 14 Mei 2017.\

Dasar-Dasar Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Laboratorium. Makalah. Yogyakarta : Jurdik Biologi UNY

 


KADAR AIR DALAM PANGAN DAN ANALISA PENGUJIANNYA

KADAR AIR DALAM PANGAN DAN ANALISA PENGUJIANNYA

Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam bahan pangan terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu :

  1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular serta pori-pori yang terdapat pada bahan
  2. Air terikat secara lemah karena teradsorpsi pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pectin pati,dan selulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat yang ada dalam sel. Air dalam bentuk ini masih memiliki sifat air bebas dan dapat dikristalkan dalam proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen
  3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu air yang membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionic sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air jenis ini tidak membeku meskipun didinginkan pada suhu 0o

Air bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan pangan, seperti proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air dalam bentuk lain tidak membantu terjadinya proses kerusakan pada bahan pangan. Sehingga kadar air bukan parameter absolut untu dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini, digunakan pengertian aktivitas air (Aw) untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan makanan.

Hubungan kadar air dan air bebas atau Aw ditunjukan dengan kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar air semakin tinggi pula nilai Aw. Akan tetapi, hubungan tersebut tidak linier melainkan berbentuk kurva sigmoid. Kadar air dinyatakan dalam prosen (%) dalam skala 0-100, sedangkan nilai Aw dinyatakan dalam angka decimal pada kisaran skala 0-1,0. Kurva hubungan antara kadar air dan Aw bahan disebut juga sebagai kurva Isoterm Sorbsi Lembab (ISL). Contoh kadar air beberapa jenis bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel Kadar Air Beberapa Jenis Bahan Pangan

No. Jenis Bahan Pangan Kadar air (% wb)
1. Daging sapi 66
2. Daging ayam 56
3. Daging kambing 70
4. Dendeng sapi 25
5. Telur ayam 74
6. Telur itik 71
7. Susu (sapi) 88
8. Keju 34
9. Susu bubuk 3-4

wb = wet basis (berdasarkan bobot basah)

Kadar air dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan beberapa cara :

Penentuan Kadar Air dengan Pengeringan (Thermogravimetri)

Prinsip penentuan kadar air dengan pengeringan adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian dilakukan penimbangan terhadap bahan hingga berat konstan yang mengindikasikan bahwa semua air yang terkandung dalam bahan sudah teruapkan semua. Penentuan kadar air dengan cara ini relative mudah, dan ekonomis. Namun terdapat beberapa kelemahan, yaitu :

  1. Bahan lain selain air dapat ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air , seperti alcohol, asam asetat dan minyak atsiri
  2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain, seperti gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dan sebagainya
  3. Bahan yang mengandung bahan yang mengikat air, secara sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan

Bahan yang telah dikeringan, biasanya memiliki sifat higroskopis lebhi tinggi daripada bahan asalnya. Sehingga pendinginan bahan setelah pengeringan sebelum penimbangan perlu dilakukan yaitu pendinginan di desikator yang telah diberi zat penyerap air seperti kapur aktif, asam sulfat, silica gel, alumunium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium oksida.

Silica gel yang digunakan diberi warna guna memudahkan untuk mengidentifikasi kemampuan dalam menyerap air. Silica gel akan berwarna merah muda apabila sudah jenuh, dan apabila dipanaskan menjadi kering akan berwarna biru.

Adapun metode penentuan kadar air dengan pengeringan menurut AOAC (1995) yaitu :

Sampel sebanyak 3-5 gr ditimbang dan dimasukan kedalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan.

Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W        = bobot sampel sebelum dikeringkan (gr)

W1      = bobot sampel dan cawan kering (gr)

W2      = bobot cawan kosong (gr)

Untuk menganalisis masing-masing jenis mineral dapat dilakukan dengan alat Atomic Absoption Spectrophotometer (ASS). Menggunakan ASS kandungan beberapa jenis mineral didalam bahan pangan dapat ditentukan.

Salah satu upaya untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pengeringan dengan suhu rendah dan  tekanan vakum. Pengeringan vakum digunakan pada bahan pangan yang mengandung komponen yang mudah terdekomposisi pada 100oC, atau relative banyak mengandung senyawa volatile. Prinsip metode pengeringan vakum adalah mengeringkan sampel yang mudah terdekomposisi pada 100oC didalam suatu tempat yang dapat dikurangi tekanan udaranya atau divakumkan. Dengan demikian proses pengeringan dapat berlangsung pada suhu dan tekanan rendah.

Prosedur dan perhitungan kadar air metode pengeringan-vakum adalah sama dengan metode pengeringan oven seperti tersebut diatas. Namun demikian penggunaan oven vakum relatif sedikit dibandingkan dengan oven biasa, karena harganya relatif mahal.

Penentuan Kadar Air Cara Destilasi (Thermovolumetri)

Metode destilasi digunakan untuk bahan yang banyak mengandung lemak dan komponene mudah menguap disamping air. Sampel yang diuji menggunakan metode ini memiliki sifat sama dengan sampel yang digunakan pada metode oven-vakum.

Prinsip pengukuran kadar air dengan metode destilasi adalah menguapkan air bahan dengan cara destilasi menggunakan pelarut immicible, kemudian air ditampung dalam tabung yang diketahui volumenya. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih lebih besar dari air, tetapi mempunyai berat jenis (bj) lebih kecil dari air. Contoh senyawa yang dapat dijadikan pelarut yaitu : toluene, xelen dan benzene.

Prosedur metode destilasi adalah diawali dengan memberikan pelarut sebanyak kira-kira 75-100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air 2-5 ml. campuran ini kemudian dipanaskan hingga mendidih. Uap air dan pelarut diembunkan dan ditampung didalam tabung. Air dan pelarut saling terpisah (air dubagian bawah) dan dapat ditentukan volumenya berdasarkan skala pada tabung penampung.  Metode destilasi mempunyai keuntungan, antara lain :

  1. Dapat untuk menentukan kadar air bahan yang memiliki kandungan air relative kecil
  2. Penentuan kadar air memerlukan waktu yang relative singkat, yaitu sekitar 1 jam
  3. Terjadinya oksidasi senyawa lipida dan dekomposisi senyawa gula dapat dihindari, sehingga penentuan kadar air cukup akurat.

Penentuan Kadar Air Metode Kimiawi

Terdapat beberapa cara penentuan kadar air dengan metode kimiawi, yaitu metode titrasi karl Fischer, metode kalsium karbida, metode asetil klorida.

  1. Metode Titrasi Karl Fischer. Metode ini digunakan untuk pengukuran kadar air pada bahan berupa cairan, tepung, madu dan beberapa produk kering. Sesuai dengan namanya, metode ini menggunakan reagensia Karl Fischer yang terdiri dari SO2, piridin dan iodin. Prinsip metode ini adalah melakukan titrasi sampel dengan larutan iodin dalam methanol dan piridin. Apabila masih terdapat air di dalam bahan maka iodin akan bereaksi, tetapi apabila air habis maka iodin akan bebas. Perhitungan kadar air pada metode ini yaitu dengan menggunakan rumus dibawah ini :

Dengan :

W1 = berat sampel (gr)

V1 = volume pereaksi Karl Fischer untuk titrasi sampel (ml)

V2 = volume pereaksi untuk titrasi blanko (ml)

F  = faktor standarisasi pereaksi

0,4 = ekivalen air pereaksi

  1. Metode kalsium klorida. Metode ini didasarkan atas rekasi antara kalsium karbida dengan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini cukup cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain :
  • Selisish bobot campuran bahan sebelum dan sesudah reaksi
  • Menampung dan mengukur volume gas asetilin dalam tabung tertutup
  • Mengukur tekanan gas asetilin apabila reaksi dilakukan pada ruang tertutup
  1. Metode asetil klorida. Metode ini didasarkan atas reaksi antara asetil klorida dengan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi dengan basa. Cara ini dapat digunakan untuk menentukan kadar air bahanberupa minyak, mentega, margarin, rempah-rempah, dan beberapa bahan berkadar air rendah.

Penentuan Kadar Air Metode Fisis

Penentuan kadar air dengan metode fisisi didasarkan pada beberapa cara, yaitu :

  1. Tetapan dielektrikum. Air memiliki tetapan dielektrikum sebesar 80. Zat-zat lain memiliki tetapan tertentu, seperti karbohidrat  dan protein memiliki tetapan dielektrikum lebih kecil dari 10, methanol 33, etanol 24, aseton 214, benzene 2,3, dan heksan 1,9. Kontante dielektrikum dapat dituliskan rumusnya sebagai berikut :

Dengan :

F        = daya tarik menarik antar dua ion yang berlawanan

ee2   = muatan ion-ion

r         = jarak antara dua ion

Untuk mengetahui kadar air bahan diperlukan kurva standar yang melukiskan hubungan antara kadar air dengan tetapan dielektrikum dari bahan yang ingin diketahui kadar airnya. Dengan mengetahui tetapan dielektrikum bahan sejenis akan dapat dihitung kadar air bahan tersebut.

  1. Daya hantar resistansi listrik atau resistensi. Air merupakan penghantar listrik yang baik. Bahan yang memiliki kandungan air tinggi akan mudah menghantarkan listrik atau memiliki resistensi yang relative kecil. Suatu zat yang dilalui aliran listrik, akan diketahui kadar airnya apabila diketahui grafik yang menggambarkan hubungan-hubungan antara kadar air dengan resistensiya. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar air berdasarkan daya hantar listrik adalah resistensi meter atau moisture tester.
  2. Resonansi nuklir magnetic atau nuclear magnetic resonance (NMR). Penentuan kadar air cara ini berdasarkan kepada sifat-sifat magnetic dari inti atom, yang mampu menyerap enersi. Dengan kondisi yang terkendali absorbsi enersi dapar merupakan index zat yang dikandungnya. Enersi yang diserap oleh inti atom hydrogen oleh molekul air dapat merupakan suatu ukuran dari banyaknya air yang dikandungnya oleh bahan tersebut.  Untuk itu diperlukan kurva standar yang menggambarkan antara banyaknya enersi yang diserap dengan kandungan air.

Sumber :

Winarno. Kimia Pangan dan Gizi. 2004. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama


Kadar Abu dan Analisa Pengujiannya

Kadar Abu dan Analisa Pengujiannya

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya pada bahan pangan tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Beberapa contoh kadar abu dalam bahan pangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel : Kadar abu beberapa bahan pangan

Jenis Bahan % Abu
Susu 0,5-1,0
Susu kering tidak berlemak 1,5
Buah-buahan segar 0,2-0,8
Buah-buahan yang dikeringkan 3,5
Biji kacang-kacangan 1,5-2,5
Daging segar 1
Daging yang di keringkan 12
Daging ikan segar 1-2
Gula, madu 0,5
Sayur-sayuran 1

Kadar abu suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Contoh garam organik yaitu asam mallat, asam oksalat, asetat, dan pektat. Sedangkan contoh garam anorganik yaitu garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Selain kedua garam tersebut, mineral dapat juga berbentuk senyawaan komplek yang bersifat organik, sehingga penentuan jumlah mineral dalam bentuk aslinya sulit dilakukan. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral dengan pengabuan.

Penentuan konstituen mineral dalam bahan hasil pertanian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penentuan abu total dan penentuan individu komponen. Tujuan penentuan abu total biasanya digunakan untuk beberapa hal, yaitu :

  1. Menentukan baik tidaknya proses pengolahan
  2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
  3. Menentukan parameter nilai gizi bahan makanan

Penentuan abu total dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu pengabuan langsung/ pengabuan kering dan pengabuan tidak langsung/ pengabuan basah.

 Pengabuan langsung / kering

Prinsip penentuan kadar abu adalah dengan mengkondisikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat hasil pembakaran yang tertinggal ditimbang. Jumlah sampel yang akan diabukan ditimbang sejumlah tertentu tergantung pada macam bahannya. Beberapa contoh bahan dan jumlah berat yang diperlukan dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel Berat bahan untuk pengabuan

Macam bahan Berat bahan (gr)
Ikan dan hasil olahanya, biji-bijian dan makanan ternak 2
Padi-padian, susu dan keju 3-5
Gula, daging dan sayuran 5-10
Agar-agar, sirup, jam dan buah kering 10
Jus, buah segar, buah kalengan 25
Anggur 50

Bahan yang mengandung kadar air lebih tinggi, sebelum pengabuan dilakukan pengeringan pada bahan. Bahan yang mengandung kandugan zat yang mudah menguap dan berlemak, pengabuannya dilakukan dengan suhu rendah pada awal proses sampai hilangnya asam, kemudian suhu dinaikan sesuai yang dikehendaki. Sedangkan bahan yang dapat membentuk buih selama dipanaskan, sebelumnya dilakukan pengeringan dan ditambahkan  zat anti buah seperti olive atau paraffin.

Bahan yang akan diabukan ditempatkan pada wadah khusus yaitu krus yang terbuat dari porselen, silica, quartz, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml). Pemilihan krus ini disesuaikan dengan  bahan yang akan diabukan. Suhu pengabuan untuk setiap bahan berbeda-beda tergantung pada komponen yang terkandung dalam bahan tersebut, mengingat terdapat beberapa komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi juga menguap pada suhu yang tinggi.

Pengabuan dilakukan dengan muffle (tanur) yang dapat diatur suhunya, apabila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Lama pengabuan tiap-tiap bahan berbeda, berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan berwarna putih abu-abu dan memiliki berat konstan. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam suhu dingin, krus yang berisi abu dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC untuk menurunkan suhu krus, kemudian dimasukan ke desikator.

Pengabuan  tidak langsung (pengabuan basah)

Pengabuan basah digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan trace element dan logam-logam beracun. Prinsip pengabuan cara basah adalah dengan menambahkan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Beberapa bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah adalah :

  1. Asam sulfat ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya oksidasi
  2. Campuran asam sulfat dan potasium sulfat digunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel
  3. Campuran asam sulfat dan asam nitrat digunakan unruk mempercepat proses pengabuan
  4. Asam perkholat dan asam nitrat digunakan untuk bahan yang sangat sulit mengalami oksidasi.

Sebagaimana cara kering, setelah pengabuan bahan di muffle, krus dipanaskan dalam oven suhu 105oC, dan selanjutnya dipindahkan ke desikator.

Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah yaitu :

  1. Cara kering digunakan untuk penentuan abu total dalam suatu bahan pangan, sedangkan cara basah digunakan untuk penentuan trace element
  2. Penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam membutuhkan waktu rekalif lama apabila pengabuan dilakukan dengan cara pengabuan kering, sedangkan pengabuan basah relatif lebih cepat.
  3. Cara kering membutuhkan suhu relative tinggi, sedangkan pengabuan basah membutuhkan suhu relatif rendah
  4. Cara kering dapar digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedangkan cara basah sebaiknya sampel yang diuji sedikit dan membutuhkan regensia yang merupakan bahan kimia cukup berbahaya.

Untuk menganalisis masing-masing jenis mineral dapat dilakukan dengan alat Atomic Absoption Spectrophotometer (ASS). Menggunakan ASS kandungan beberapa jenis mineral didalam bahan pangan dapat ditentukan.

Cara perhitungan kadar abu dengan cara pengabuan kering (AOAC, 1995):

Diketahui :

 

Sumber :

Winarno. Kimia Pangan dan Gizi. 2004. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama


PROTEIN DAN ANALISA PENGUJIANNYA

PROTEIN DAN ANALISA PENGUJIANNYA

A. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein dapat mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh, rambut dan kuku adalah suatu protein yang tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi.

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan protein yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.

Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.

B. Struktur Protein

Secara teoritik dari 20 jenis asam amino yang ada di alam dapat dibentuk protein dengan jenis yang tidak terbatas. Struktur protein terbagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener.

  1. Struktur Primer

Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan peptida, maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui. Salah satu contoh struktur primer protein yaitu struktur primer enzim ribonuklease yang berasal dari cairan pankreas.

Gambar 1. Struktur primer ribonuklease
(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

  1. Struktur Sekunder

Bila hanya struktur primer yang ada dalam protein, maka molekul protein tersebut akan merupakan bentuk yang sangat panjang dan tipis. Bentuk tersebut memungkinkan terjadinya banyak sekali reaksi dengan senyawa yang lain, yang kenyataannya hal tersebut tidak terjadi di alam. Dalam kenyataannya struktur protein biasanya merupakan polipeptida yang terlipat-lipat; merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus karboksil dan gugus amino. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus karboksil dengan atom hidrogen dari gugus amino. Apabila ikatan hidrogen ini terbentuk antara gugus-gugus yang terdapat dalam satu rantai polipeptida, akan terbentuk struktur heliks seperti tampak pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur alfa heliks suatu polipeptida

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang berkelok-kelok dan disebut struktur lembaran berlipat (plated sheet structure).

Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptia berikatan berikatn dalam posisi sejajar tetapi berlawan arah. Struktur alfa heliks dan lembaran berlipat merupakan struktur sekunder protein.

Gambar 3. Struktur lembaran berlipat paralel

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Gambar 4. Struktur lembaran berlipat anti paralel

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Contoh bahan yang memiliki struktur ini ialah bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan-lipatan (wiru) pada molekul-molekul sutera, serta bentuk heliks pada kolagen. Dalam bentuk lipatan-lipatan, kerangka peptida protein mempunyai pola zig-zag dengan gugus R mencuat ke atas dan ke bawah. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida.

  1. Struktur Tersier

Artinya adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk lain. Contoh: beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan hydrogen, ikatan garam, ikatan hidrofobik, dan ikatan disulfida. Ikatan disulfida merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur tersier protein. Ikatan hidrofobik terjadi antara ikatan-ikatan nonpolar molekul-molekul, sedang ikatan-ikatan garam ternyata tidak begitu penting peranannya terhadap struktur tersier molekul. Ikatan garam mempunyai kecenderungan bereaksi dengan ion-ion lain di sekitar molekul.

Gambar 5. Beberapa jenis ikatan yang terdapat pada polipeptida

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

  1. Struktur Kuartener

Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein, maka disebut struktur kuartener. Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan.

Gambar 6. Struktur kuartener protein globuler yang kompleks

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Gambar di atas menunjukkan suatu model struktur kuartener yang terdiri atas dua unit protein globular. Sebagai contoh enzim fosforilase terdiri atas dua unit protein yang bila terpisah tidak memperlihatkan aktivitas enzim, tetapi bila bersekutu membentuk enzim yang aktif, karena kedua unit protein ini sama, maka disebut struktur kuartener homogen. Apabila unit-unit itu tidak sama, misalnya virus mozaik tembakau, disebut kuartener heterogen.

C. Klasifikasi Protein

Protein dapat digolongkan berdasarkan struktur susunan molekul, kelarutan, keberadaan senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi, dan fungsinya.

  1. Struktur susunan molekul
    – Protein fibriler/skleroprotein adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan. Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan jaringan. Kadang-kadang protein ini disebut albuminoid dan sklerin. Contoh protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, myosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
    – Protein globuler/sferoprotein yaitu protein yang berbentuk bola. Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah mengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam, dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologisnya seperti yang dialami oleh enzim dan hormon.
  2. Kelarutan
    Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup, yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon dan protamin.
    a. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
    b. Globulin: tidak larut dalam air, terkogulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting out).
    c. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam atau basa encer. Contohnya glutelin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
    d. Prolamin atau gliadin: larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air maupun alkohol absolut. Contohnya gliadin dalam gandum, hordain dalam barley, dan zein pada jagung.
    e. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat mengendap dalam pelarut protein lainnya. Histon yang terkoagulasi karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer. Contohnya globin dalam hemoglobin
    f. Protamin: adalah protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lain. Protein ini larut di dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas. Larutan protamin dapat mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat, dan dengan asam kuat membentuk garam kuat. Contohnya salmin dalam ikan salmon, klupein dalam ikan herring, skombin (scombin) pada ikan mackerel, dan siprinin (cyprinin) pada ikan karper.
  3. Protein Konjugasi
    Protein yang mengandung senyawa lain yang nonprotein disebut protein konjugasi, sedangkan protein yang tidak mengandung senyawa nonprotein disebut protein sederhana. Ada bermacam-macam protein konjugasi, yang perbedaannya terletak pada senyawa nonprotein yang bergabung dengan molekul proteinnya.
    a. Nukleoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan asam nuklet. Protein jenis ini terdapat pada inti sel dan kecambah biji-bijian.
    b. Glikoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan karbohidrat. Protein ini terdapat pada musin pada kelenjar ludah, tendomusin pada tendon dan hati.
    c. Fosfoprotein merupakan jenis protein konjugasi yang tersusun oleh protein dan fosfat yang mengandung lesitin. Protein ini terdapat pada kasein susu dan vitelin atau kuning telur.
    d. Kromoprotein (metalprotein) yaitu jenis protein konjugasi yang terusun oleh protein dan pigmen (ion logam). Protein ini terdapat pada hemoglobin.
    e. Lipoprotein yaitu jenis protein konjugasi yang tersusun atas protein dan lemak. Protein ini terdapat pada serum darah, kuning telur, susu dan darah.

D. Fungsi Protein

Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain.

  1. Sebagai Enzim
    Enzim merupakan biokatalisator yang dapat menurunkan energi aktivasi sehingga dapat mempercepat reaksi. Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim; dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromoson. Hampir semua enzim menunjukkan daya katalitik yang luar biasa dan biasanya dapat mempercepat reaksi sampai beberapa juta kali. Sampai kini lebih dari seribu enzim telah dapat diketahui sifat-sifatnya dan jumlah tersebut masih terus bertambah. Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis.
  1. Alat Pengangkut
    Banyak molekul dengan bobot molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang myoglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferrin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan ferritin, suatu protein yang berbeda denga transferrin.
  1. Pengatur Pergerakan
    Protein merupakan komponen utama daging. Gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran. Pergerakan flagella sperma disebabkan oleh protein.
  1. Penunjang Mekanis
    Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
  1. Pertahanan Tubuh/Imunisasi
    Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteria, dan sel-sel asing lain. Protein ini pandai sekali membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda asing.
  1. Media Perambatan Impuls Syaraf
    Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rhodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor/penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.
  1. Pengendalian Pertumbuhan
    Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter badan.

E. Metode Penetapan Kandungan Protein Dalam Bahan Pangan

  1. Analisis Kualitatif
    a. Reaksi Xantoprotein

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzene yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Jika kulit terkena nitrat berwarna kuning, hal tersebut terjadi karena reaksi xantoprotein.

b. Reaksi Hopkins-Cole

Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Gambar 7. Reaksi Hopkins-Cole

(Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi Hopkins-Cole memberikan hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein.

c. Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif.

d. Reaksi Nitroprusida

Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif. Gugus –s–s– pada sistin apabila direduksi dahulu dapat jugamemberikan hasil positif.

e. Reaksi Sakaguchi

Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberi hasil positif apabila ada gugus guanidine. Jadi arginine atau protein yang mengandung arginine dapat menghasilkan warna merah.

 Analisis Kuantitatif

  1. a. Metode Kjeldahl

Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Metode tersebut dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena kandungan senyawa lain memiliki jumlah yang cenderung sedikit. Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai representasi jumlah protein yang akan dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar protein metode Kjeldahl ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.

Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan:

Jumlah N x 100/16 atau

Jumlah N x 6,25

Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan beberapa jenis protein telah diketahui faktor perkaliannya.

Tabel 1. Faktor Perkalian N Beberapa Bahan

Macam Bahan Faktor Perkalian
Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25
Buah-buahan, teh, anggur, malt 6,25
Makanan ternak 6,25
Beras 5,95
Roti, gandum, makaroni, mie 5,70
Kacang tanah 5,46
Kedelai 5,75
Kenari 5,18
Susu 6,38
Gelatin 5,55

Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.

  1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur C, H, O, N, dan S. Jumlah asam sulfat yang digunakan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat bahan pangan yang dianalisis. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Karena lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih dahulu sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel yang dianalisis sebanyak 0,3 – 3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04 gram.

Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1) dan atau K2SO4 dan CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3oC. Suhu destruksi berkisar antara 370 – 410oC.

Protein yang kaya asam amino histidin dan tryptophan umumnya memerlukan waktu yang lama dan sukar dalam destruksinya. Untuk bahan seperti ini memerlukan katalisator yang relatif lebih banyak.

  1. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam klorida (HCl) atau asam borat (H3BO3) 4%. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka indikator yang digunakan yaitu phenolftalein (PP). Sementara itu, apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka digunakan indikator (BCG + MR). Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai adanya perubahan warna larutan dalam erlenmeyer menjadi hijau muda.

  1. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

%N =  x N NaOH x 14,008 x 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat makan banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

%N =  x N HCl x 14,008 x 100%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada presentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

b. Metode Lowry

Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya digunakn protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah Sapi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1); dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah sebagai berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojog dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojog dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm. Cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret.

c. Metode Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti – CSNH2; – C(NH)NH2; – CH2NH2; – CRHNH2; – CHOHCH2NH2 – CHOHCH2NH2 – CHNH2CH2OH; – CHNH2CHOH.

Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.

Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 8. Reaksi positif adanya protein

(Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007)

Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur OD pada panjang gelombang 560-580 nm. Agar dapat dihitung banyaknya protein dalam bahan maka perlu lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea.

d. Metode Spektrofotometer UV

Reagen yang digunakan pada metode ini yaitu reagen bradford. Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini tertutama oleh adanya asam amino tirosin triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan  tidak merusak bahan. Untuk keperluan perhitungan juga diperlukan kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD.

e. Metode Turbudimetri atau Kekeruhan

Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic Acid (TCA), Kalium Ferri Cianida K4Fe9(CN)atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter. Tabel atau kurva juga harus dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan hubungan antara kekeruhan dengan kadar protein (dapat ditentukan dengan cara Kjeldahl). Cara ini hanya dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya biasanya kurang tepat.

f. Metode Pengecatan

Beberapa bahan pewarna misalnya Orange G, Orange 12 dan Amido Black dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat. Tentunya tabel atau kurva standar perlu dibuat terlebih dahulu untuk keperluan ini.

g. Metode Titrasi Formol

Larutan dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksi) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penetuan protein.

Reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Reaksi Titrasi Formol

(Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007)

 

Referensi:

Poedjiadi dan Supriyanti. (2005). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Sudarmadji, dkk.. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Winarno. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.


LEMAK DAN MINYAK SERTA ANALISA PENGUJIANNYA

  1. Pengertian Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Lemak dan minyak pun merupakan senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.

Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.

  1. Pembentukan Lemak dan Minyak

Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.

Sumber : Pasaribu, Nurhida (2004)

Apabila R1=R2=R3 maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida sederhana. Sebaliknya, apabila berbeda-beda disebut trigliserida campuran.

Apabila satu molekul gliserol hanya mengikat satu molekul asam lemak maka hasilnya disebut monogliserida dan apabila dua asam lemak disebut digliserida. Mono dan digliserida ini di alam hanya terdapat sangat sedikit dalam dunia tanaman.

  1. Penamaan Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya, yaitu dengan cara menggantikan akhiran at pada asam lemak dengan akhiran in, misalnya :

  • Tristearat dari gliserol diberi nama tristearin
  • Tripalmitat dari gliserol diberi nama tripalmitin

Selain itu, lemak dan minyak juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester, misalnya:

  • Triestearat dari gliserol disebut gliseril tristearat
  • Tripalmitat dari gliserol disebut gliseril tripalmitat
  1. Klasifikasi Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan beberapa penggolongan, yaitu:

4.1  Berdasarkan sumbernya

Tabel 4.1 Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan sumbernya

Sumber Keterangan
Berasal dari tanaman (Minyak Nabati)
  • Biji-biji palawija

Contoh: minyak jagung, minyak biji kapas

  • Kulit buah tanaman tahunan

Contoh: minyak zaitun, minyak kelapa sawit

  • Biji-biji tanaman tahunan

Contoh : minyak kelapa, minyak coklat, minyak inti sawit

Berasal dari hewan

(lemak hewani)

 

  • Susu hewan peliharaan,

Contoh: lemak susu sapi

  • Daging hewan peliharaan

Contoh: lemak sapi,oleosterin

  • Hasil laut

Contoh: minyak ikan sardin, minyak ikan paus.

 4.2  Berdasarkan Kejenuhannya

4.2.1        Asam lemak jenuh ( Tidak memiliki ikatan rangkap)

Tabel 1. Contoh-contoh dari asam lemak jenuh

Nama asam Struktur Sumber
ButiratPalmitat

Stearat

CH3(CH2)2CO2OHCH3(CH2)14CO2H

CH3 (CH2)16CO2H

Lemak susuLemak hewan

Lemak hewan

4.2.2        Asam lemak tak jenuh (Memiliki ikatan rangkap)

Tabel 2. Contoh-contoh dari asam lemak tak jenuh

Nama asam Struktur Sumber
Palmitoleat

 

Oleat

 

 

Linoleat

 

 

Linolenat

CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H

 

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H

 

 

CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H

 

 

CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7CO2H

Lemak hewani dan nabatiLemak hewani dan nabati

Minyak nabati

 

Minyak biji rami

4.3  Berdasarkan kegunaannya

Tabel 5. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan kegunaannya

Nama Kegunaan
Minyak mineral (minyak bumi) Sebagai bahan bakar
Minyak nabati/hewani (minyak lemak) Bahan makan bagi manusia
Minyak atsiri(essential oil) Untuk obat-obatan minyak ini mudah menguap pada temperatur kamar, sehingga disebut juga minyak terbang

 Ekstraksi Lemak dan Minyak

5.1  Metode Soxhlet

  • Prinsip Analisis :
  1. Ekstraksi lemak dengan pelarut lemak seperti petroleum eter, petroleum benzena, dietileter, aseton, methanol, dll.
  2. Bobot lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya.
  • Gambar Peralatan Metode Soxhlet
  • Prosedur Kerja Metode Soxhlet. 

 

 

  Lakukan pemanasan kembali kedalam oven selama 1 jam, apabila selisih penimbangan hasil ekstraksi terakhir dengan penimbangan sebelumnya belum mencapai 0,0002 gram

  •  % kadar lemak dihitung dengan rumus:

Keterangan :

W1 = Bobot sampel (g)

W2 = Bobot labu lemak kosong (g)

W3  = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

Sampel yang digunakan adalah sampel yang sudah melalui proses kadar air (sampel kering). Penghalusan sampel dilakukan menggunakan mortar. Penghalusan sampel bertujuan untuk memperluas permukaan sampel agar pelarut mudah berpenetrasi kedalam sampel. Kemudian sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam selongsong yang dibungkus dari kertas saring menjadi bentuk selongsong dengan penyumbat kapas di kedua ujung selongsong tersebut.

Pelarut yang digunakan mencukupi 1½- 2 siklus. Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari bahaya kebakaran atau bila terpaksa menggunakan kompor listrik harus dilengkapi dengan pembungkus labu dari asbes. Lemak akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke dalam labu lemak. Labu lemak yang sudah diekstraksi selama ± 5 jam, kemudian dipisahkan oleh alat rotary evaporator dengan cara diuapkan antara heksan dan lemak yang berada dalam labu lemak tersebut hingga heksan tidak menetes lagi pada labu heksan.

Tahapan selanjutnya dilakukan pemanasan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105°C agar sisa heksan teruapkan. Labu yang berisi ekstrak ditimbang menggunakan neraca analitik. Lakukan pemanasan kembali kedalam oven selama 1 jam, apabila selisih penimbangan hasil ekstraksi terakhir dengan penimbangan sebelumnya belum mencapai 0,0002 gram.

5.2  Metode Babcock

  • Prinsip analisis:

Penentuan volume lemak sampel cair dengan proses pelarutan sampel pada pelarut organik. 

  • Gambar Alat Metode Babcock

                

Sumber :  Maligan, Jaya (2014)

  • Prosedur Kerja Metode Babcock 

 

  • Botol babcock diletakkan pada penangas air T= 55-60°C selama 5 menit sampai batas skala terbatas terendam sehingga lemak dapat mengapung ke atas dan dapat diukur volumenya.
  • % kadar lemak  dihitung dengan rumus:

Keterangan :

Va = Volume susu

Vb= Volume lemak yang terbaca pada botol babcock

Penentuan lemak dengan botol babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam botol Babcock. Pada leher botol babcock ini telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah dengan asam sulfat pekat (95%) untuk merusak emulsi lemak. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka memungkinkan globula lemak lain mengumpul menjadi lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi, lemak akan semakin jelas terpisah dengan komponen yang lain. Agar dapat dibaca banyaknya lemak, maka ke dalam botol ditambahkan aquades panas sampai lemak tepat pada tanda skala bagian atas, dengan demikian banyaknya lemak dapat secara langsung dibaca atau diketahui.

Asam sulfat yang berfungsi untuk merusak emulsi lemak dapat diganti dengan senyawa lain misalnya detergent yang bersifat anion seperti dioktil sodiumfosfat atau memakai detergent yang tidak mengion tetapi bersifat hidrofil seperti poloxiethilen sorbitan monolaurat.

5.3  Metode Mojonnier

  • Prinsip analisis:

Sampel yang dimasukkan kedalam tabung mojonnier dilarutkan dengan etanol dan dihidrolisis dengan ammonium hidroksida membentuk asam lemak bebas yang selanjutnya diekstrak dengan menggunakan pelarut organik dietil eter dan petroleum eter.

  • Gambar Alat Metode Mojonnier

 

Sumber : Nielsen (1998)

  • Prosedur kerja metode mojonnier

Ø  Ekstraksi 1

Ø  Ekstraksi 2

Ø  Ekstraksi 3

  •  % lemak dihitung dengan rumus:

Penentuan kadar lemak dengan Mojonnier, sampel dimasukkan ke dalam tabung mojonnier dan ditambahkan ethanol, ammonium hidroksida, kemudian diekstraksi menggunakan campuran ethil-ether dan petroleum ether (1:1). Ammonium hidroksida akan menetralkan asam-asam dan menghilangkan mantol/lapisan film, sekeliling globula lemak sehingga lemak mudah terekstraksi. Ethanol merupakan medium yang menyebabkan ether dapat mudah mengadakan kontak dengan lemak secara lebih baik. Dengan demikian adanya ethanol menyebabkan esktraksi lebih cepat. Petroleum ether mempunyai kemampuan mengurangi kelarutan air dalam ethil-ether, dengan demikian adanya petroleum ether ini akan memperkecil adanya zat-zat yang dapat larut dalam air terikut dalam minyak. Dengan kata lain akan diperoleh lemak/minyak yang mencerminkan jumlah sebenarnya.

Hasil ekstraksi kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C sampai diperoleh bobot konstan. Bobot residu dinyatakan sebagai bobot lemak/minyak dalam bahan.

DAFTAR PUSTAKA

Herlina, dkk. 2002. Lemak dan Minyak. Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara : Suamtera Utara

Khoerunnisa. 2017. Pengembangan Laboratorium Virtual Sebagai Media Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pangan. [Skripsi]. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung

Maligan, Jaya. 2014. Analisis Lemak dan Minyak. Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya: Malang

Nielsen. 1998. Food Analysis.  Purdue University West Lafayette. Indiana

Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara.

Sudarmadji, dkk. 2007. Analisa bahan makanan dan pertanian. Liberty Yogyakarta : Yogyakarta


ALAT-ALAT LABORATORIUM ( GLASSWARE)

Widiantoko, R.K

Prinsip kerja dan fungsi alat – alat laboratorium harus diketahui mahasiswa kesehatan agar tidak terjadi kesalahan saat pemakaian alat – alat laboratorium. Selain itu keselamatan dari alat – alat laboratorium harus diperhatikan agar terjaga kualitasnya. Maka dari itu alat – alat laboratorium dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu alat – alat ringan dan alat – alat berat. Alat ringan biasanya terbuat dari kayu, gelas, plastik, karet. Sebagian besar alat – alat Laboratorium terbuat dari gelas.

Alat gelas yang digunakan di laboratorium umumnya merupakan gelas boroksilikat. Gelas ini terbuat dari kuarsa / silikat oksida berkualitastinggi, boron oksida, aluminium oksida, dan natrium oksida. Gelas jenis ini mencair pada suhu agak tinggi dan mempunyai angka mulai yang kecil, oleh karena itu dapat dipanaskan hingga suhu tinggi dan dapat direndam didalam air dingin atatu es tanpa terjadi keretakan atau pecah. Selain itu gelas boroksilikat juga tidak bereaksi dengan bahan kimia sehingga cocok digunakan sebagai alat gela laboratorium. Di dalam perdagangan jenis gelas ini dikenal dengan berbagai merk seperti : Pyrex, Yena, Vycor, Duran, Schott, Assistant dan ssebagainya.

Alat – alat yang sering digunakan di laboratorium :

1. Gelas Kimia (Beaker Glass)

Biasanya terbuat dari tipe boroksilikat. Bentuk beaker glass memiliki beberapa tipe, tinggi dan pendek. Mempunyai kapasitas ukuran volume dari 5 – 6000 mL.

Prinsip kerja : Wadah larutan, skala pada badan gelas digunakan untuk mengukur larutan secara tidak teliti.

Fungsi :

  • Sebagai tempat melarutkan zat.
  • Tempat memanaskan.
  • Menguapkan larutan / air.

K3 :

  • Menggunakan lap halus saat mengangkat beaker gelas dari kompor listrik.
  • Merendam beaker gelas dalam aquadest atau air saat menuangkan larutan asam dengan konsentrasi tinggi.

2. Labu Erlenmeyer (Erlenmeyer Flask)

Terbuat dari jenis gelas boroksilikat, labu erlenmeyer ada yang dilengkapi dengan tutup dan tanpa tutup. Tutup labu dan mulut labur erlenmeyer terbuat dari kaca asah. Labu erlenmeyer mempunyai kapasitas ukuran volume dari 25 – 2000 mL.

Prinsip kerja : labu erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk pencampuran reaksi dengan pengocokkan kuat sedangkan labu erlenmeyer tanpa tutup asah biasanya digunakan untuk mencampurkan reaksi dengan kecepatan lemah.

Fungsi :

  • Labu erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk titrasi dengan pengocokkan kuat, dihubungkan dengan alat ekstraksi, alat destilasi dan sebagainya.
  • Labu erlenmeyer tanpa tutup asah digunakan untuk titrasi dengan pengocokkan lemah hingga sedang.

K3 : Menggunakan lap halus saat mengangkat Erlenmeyer dari kompor listrik.

3. Tabung Reaksi (Test Tube)

Tabung reaksi umumnya terbuat dari berbagai macam jenis gelas antara lain ; Boroksilikat, Soda, Fiolax dan Supermax. Soda Glass tidak tahan pemanasan, Fiolax Glass tidak peka terhadap perubahan panas dan pemanasan setempat. Tabung reaksi yang terbuat dari Fiolax dan Soda glass umumnya berdinding tipis, sedangkan tabung reaksi yang terbuat dari Boroksilikat dan Supermax tahan pemanasan. Ukuran tabung reaksi ditetapkan berdasarkan atas diameter mulut tabung bagian dalam dan panjang tabung, diameter antara 70 – 200 mm.

Prinsip Kerja : Sebagai wadah larutan, beberapa memiliki tutup yang digunakan untuk meletakkan sampel (darah).

Fungsi :

  • Mereaksikan larutan.
  • Untuk memanaskan sampel atau cairan.

K3:

  • Membawa serta dengan rak tabung sesuai dengan ukuran tabungnya agar tidak jatuh.
  • Gunakan penjepit tabung saat akan melakukan pemanasan.

4. Labu Ukur (Volumetrik Flask)

Terbuat dari jenis gelas boroksilikat, mempunyai mulut labu dengan ukuran standar yang dilengkapi dengan tutpnya. Tutup labu dapat terbuat dari gelas asah atau teflon. Labu ukur mempunyai kapasitas volume 5 – 2000 mL.

Prinsip kerja : Labu ukur memiliki ketelitian tinggi sehingga sering digunakan untuk mengukur larutan secara teliti.

Fungsi : Digunakan untuk mencampurkan larutan.

K3 :

  • Tidak boleh dipanaskan.
  • Gunakan kedua tangan saat mencampurkan larutan.

5. Gelas Ukur (Measuring Cylinders)

Gelas ukur berbentuk silinder, terbuat dari jenis gelas boroksilikat. Kapasitas volume gelas ukur 5 – 2000 mL.

Prinsip Kerja : Mengukur cairan secara tidak teliti dan tidak masuk dalam perhitungan.

Fungsi :

  • Dapat digunakan untuk merendam pipet dalam asam pencuci
  • Gelas ukur yang dilengkapi dengan tutup asah digunakan untuk melarutkan zat hingga volume tertentu.

K3 : perhatikan saat menuangkan larutan, jangan sampai larutannya mengalir pada tepi gelas ukur.

6. Buret (Burettes)

Buret berbentuk silinder, terbuat dari jenis gelas soda, boroksilikat, amber. Bentuk buret dibedakan dengan ujung kran lurus (Burettes with straight stopcock) dan buret dengan keran bengkok (Burettes with lateral stopcock). Mempunyai kapasitas 1 – 100 mL dengan pembagian skala 0,01 – 0,2 m.

Prinsip Kerja : Buret harus bersih, kering dan bebas lemak sebelum digunakan. Sebelum titrasi dimulai, pastikan tidak ada gelembung udara di bawah kran karena menyebabkan kesalahan saat melakukan titrasi.

Fungsi : Memberikan secara tetes demi tetes sejumlah volume larutan yang diketahui dengan teliti pada proses titrasi.

K3 :

  • Letakkan pada keranjang plastik.
  • Perhatikkan kran buret, gunakan pelumas untuk memudahkan putaran kran buret dan mencegah kebocoran.

7. Corong (Funnels)

Terbuat dari jenis boroksiliat atau plastic. Corong mempunyai garis tengah 35 – 300 mm dan ada yang mempunyai tangkai corong panjang, sedang dan pendek.

Prinsip Kerja : membantu memasukkan cairan dalam suatu wadah dengan ukuran mulut kecil.

Fungsi : digunakan untuk menyaring zat cair atau sampel padat.

K3 : saat menuangkan larutan, corong sebaiknya tidak bersentuhan dengan mulut wadah usahakan menjauh sedikit.

8. Pipet Volume (Volumentric Pipettes)

Pipet terbuat dari gelas jenis soda jernih, mempunyai kapasitas 0,5 – 100 mL.

Prinsip Kerja :memipet atau memindahkan volume cairan dengan teliti atau seksama.

Fungsi : memipet atau memindahkan volume cairan dengan teliti.

K3 :

  • Tidak menggoyangkan pipet untuk mengeluarkan sisa larutan yang tertinggal pada pipet, tetapi sebaiknya ditiup atau menggoreskan ujung pipet pada dinding dalam dari wadah sebanyak 3x.
  • Menggunakan ball pipet saat memipet larutan berbahaya dan beracun.
  • Penghisapan larutan menggunakan pipet melalui mulut usahakan pipet berada pada dasar wadah, agar tidak ada gelembung yang masuk saat memipet.

9. Pipet Ukur (Graduated Pipettes)

Pipet ukur terbuat dari gelas jenis soda jernih, mempunyai kapasitas 0,01 – 50 mL dilengkapi dengan pembagian skala pada dinding pipet 0,001 – 0,5 mL.

Prinsip Kerja :memipet cairan secara kurang teliti dan tidak masuk dalam perhitungan pada penetapan kadar.

Fungsi : digunakan untuk mengambil, memindahkan atau memipet sejumlah volume secara tidak teliti.

K3 :

  • Tidak menggoyangkan pipet untuk mengeluarkan sisa larutan yang tertinggal pada pipet, tetapi sebaiknya ditiup atau menggoreskan ujung pipet pada dinding dalam dari wadah sebanyak 3x.
  • Menggunakan ball pipet saat memipet larutan berbahaya dan beracun.
  • Penghisapan larutan menggunakan pipet melalui mulut usahakan pipet berada pada dasar wadah, agar tidak ada gelembung yang masuk saat memipet.

10. Desikator (Desiccators)

Desikator terbuat dari gelas jenis semi-boroksilat, plastik atau mika. Tipe gelas jenis atau amber. Di dalam desikator terdapat piringan berpori yang terbuat dari porselin yang digunakan untuk meletakkan alat – alat gelas. Di bawah piringan porselin terdapat bahan pengering yang umumnya terbuat dari ; silikagel, asam sulfat pekat, fofor pentaoksida, kalsium oksida dan sebagainya. Pengering silikagel biasanya diberi indicator warna biru yang keriing dan jika telah mengikat uap air warna akan berubah menjadi merah. Silikagel yang telah jenuh dengan uap air dapat dikeringkan lagi dengan cara dipanaskan dalam oven dengan suhu 100o. Tutup desikator pada bagian permukaan harus diberi bahan pelican missal : silicon grease, agar dapat tertutup lebih rapat.

Prinsip kerja : Mendinginkan, mengeringkan serta menyimpan zat atau bahan.

Fungsi :

  • Digunakan untuk mendinginkan bahan atau alat gelas (misalnya ; krus porselin, botol timbang) setelah dipanaskan dan akan ditimbang.

  • Mengeringkan bahan atau menyimpan zat atau bahan yang harus diliindungi terhadap pengaruh kelembapan udara.

K3 : Gunakan dua buah tangan untuk membawa desikator atau untuk membukanya, tangan pertama digunakan sebagai penahan desikator dan tangan yang lain digunakan untuk mendorong tutup desikator. Jika desikator dihampa udarakan, sebelum dibuka kran harus dibuka terlebih dahulu agar tekanan udara di dalam dan diluar desikator sama hingga akan memudahkan untuk membukanya.

11. Batang Pengaduk (Strirring Rod)

Terbuat dari gelas, polietilen atau logam yang dibungkus dengan polietilen. Batang pengaduuk mempunyai panjang sesuai dengan keperluan. Batang pengaduk umumnya bergaris tengah 2 – 4 mm dan mempunyai panjang yang bervariasi 6 – 30 cm.

Prinsip Kerja : Mengaduk larutan atau suspense dalam wadah.

Fungsi :

  • Digunakan untuk mengaduk larutan atau suspensi yang umumnya berada pada gelas kimia, Erlenmeyer atau tabung reaksi.
  • Digunakan pula sebagai alat bantu untuk memindahkan cairan dari suatu bejana ke bejana lain.

K3 : dalam mengaduk tidak bolek terlalu kuat atau kasar agar larutan tidak terpecik dan wadah tidak pecah.

12. Gelas Arloji (Watch Glasses)

Terbuat dari gelas boroksilat, mempunyai diameter yang bervariasi antara 30 – 200 mm.

Prinsip Kerja : wadah penimbangan zat padat

Fungsi : wadah menimbang zat padat dan untuk menutup labu pada proses pemanasan.

K3 : berhati – hati saat menempatkan wadah

13. Corong Pisah (Separatory Funnels)

Terbuat dari gelas boroksilat, tidak berwarna dan amber. Berbentuk kerucut (buah per) bulaat dan silinder, dilengkapi dengan kran dan tutup yang terbuat dari bahan gelas asah atau teflon. Mempunyai kapasitas 50 – 2000 mL. Corong pisah mempunyai tangkai bermacam – macam ada yang bertangkai pendek, panjang dilengkapi dengan penyambung gelas asah standar, dilengkapi dengan pengatur tetesan.

Prinsip Kerja : mengekstraksi zat cair dengan zat cair.

Fungsi : digunakan untuk ektraksi zat, dapat pula mengatur aliran zat cair pada proses kromatografi kolom dan reaksi kimia lainnya.

K3 :

  • Sebelum menggunakan, lakukan pengecekan tutup dan kran corong pisah sudah tepat dan tidak bocor.
  • Dalam pengocokkan corong pisah dilakukan dengan cara memegang bagian atas berikut tutupnya dengan tangan kanan dan tangan kiri memegang tangkai corong berikut kerannya.

14. Corong Buchner (Buchner Funnels)

Corong Buchner dari porselin atau gelas boroksilikat. Corong penggunaannya dibantu dengan labu hisap yang dihubungkan dengan pompa hisap / vakum. Diameter corong Buchner 26 – 380 mm. Corong mempunyai dasar yang berpori kasar dan jika akan digunakan harus diletakkan kertas saring yang mempunyai diameter sama dengan corong atau lempeng berpori.

Prinsip KerjaMenyaring bahan kasar dengan cairan penyaring atau pelarut.

Fungsi : digunakan untuk menyaring dengan cepat terutama jika digunakan pelarut yang mudah menguap.

K3 :

  • Memperhatikan kedudukan tangkai corong dengan arah hisapan pompa agar diatur sedemikian rupa sehingga cairan yang keluar dari corong tidak terhisap oleh pompa.
  • Saat menghentikan penghisapan, terlebih dahulu lepaskan hubungan alat gelasnya agar tidak berhubungan dengan udara, sehingga tidak terjadi tekanan yang berbalik.

15. Krus (Crucible)

Krus dapat dipanaskan hingga suhu tinggi dalam tanur (Muffle Furnance) 1900o. Krus mempunyai kapasitas 2 – 250 mL. Mempunyai bentuk tinggi atau pendek , krus dilengkapi denan tutup. Krus terbuat bahan Porselin, Platina, tanah liat yang dibakar, campuran Platina-Tembaga, Baja tahan karat, Nikel, Graphite.

Prinsip Kerja : praktikum analisis laboratorium sehari – hari untuk pengabuan zat pada analisis gravimetri.

Fungsi : umumnya digunakan untuk membakar / mengarangkan / mengabungkan zat pada analisis gravimetri.

K3 :

  • Sebelum digunakan, krus di cuci dan di rendam dengan asam pencuci.
  • Untuk mengambil, memasukkan, memindahkan krus dari tanur menggunakan tang krus tangkai panjang dan pendek.

16. Kondensor (Condensers)

Kondensor mempunyai bentuk panjang yang berbeda – beda sesuai dengan kegunaan masing – masing. Kondensor terbuat dari gelas boroksilat , umumnya dapat dirangkai dengan alat gelas lain untuk berbagai keperluan.

Prinsip Kerja :zat dipanaskan, kemudian uap panas akan naik lalu dialirkalah air dinginmelalui selang sehingga uap panas tadi tidak lepas ke udara tetapi kembali mengembun dan jatuh lagi ke bawah. Pada prinsip kerja kondensor, volume dari larutan yang dipanaskan akankonstan karena tidak ada uap yang lepas ke udara.

Fungsi : digunakan intuk menggembungkan atau mendinginkan uap yang terjadi pada proses reaksi, sintesa, atau pada sistem destilasi, ekstraksi, saponifikasi, esterifikasi, metilasi dan sebagainya.

K3 :Pada saat melakukan destilasi, kita harus memperhatikan suhunya. Apabila terlalu tinggi maka akan menyebabkan endapan yang seharusnya didapat akan gosong dantidsak dapat dilanjutkan prosesnya ke rekristalisasi.

17. Cawan Porselin (Dishes Porcelin)

Cawan porselin mempunyai kapasitas 4 – 2900 mL. Sebagian cawan petri tidak tahan pada suhu di atas 300o.

Fungsi : untuk menguapkan cairan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (oven, di atas tangas air, uap, pasir dan sebagainya).

K3 : memperhatikan suhu saat menguapkan cairan.

18. Botol Pereaksi (Reagent Bottles)

Botol pereaksi terbuat dari boroksilikat, atau gelas soda, ada yang jernih-transparan dan amber. Botol mempunyai mulut atau leher lebar dan normal dengan kapasitas 50 – 10.000 mL dilengkapi dengan tutup yang terbuat dari kaca asah.

Fungsi : menyimpan larutan, khusus untuk penyimpanan asam yang berasap botol dilengkapi dengan penutup bahan atau kap asam.

K3 :

  • Khusus untuk larutan asam, botol pereaksi diletakkan pada lemari asam.
  • Pasang tutup botol agar larutan tidak bercampur dengan udara.

19. Botol Penetes (Dropping Bottles)

Terbuat dari gelas boroksilikat , ada yang jernih-transparan dan amber. Kapasitas 30 – 250 mL dilengkapi dengan tutup yang mempunyai tempat mengalirkan cairan / meneteskan cairan atau tutup yang dilengkapi dengan pipet.

Prinsip Kerja : menyimpan dan meneteskan cairan.

Fungsi : digunakan untuk menyimpan cairan indikator, cairan pewarnaan dan sebagainya.

K3 : saat mengangkat pipet dalam botol, harus hati – hati jika tidak maka cairan akan berceceran.

20. Cawan Petri

Cawan Petri atau telepa Petri adalah sebuah wadah yang bentuknya bundar dan terbuat dari plastik atau kaca yang digunakan untuk membiakkan sel. Cawan Petri selalu berpasangan, yang ukurannya agak kecil sebagai wadah dan yang lebih besar merupakan tutupnya.

Fungsi : digunakan sebagai wadah untuk penyelidikan tropi dan juga untuk mengkultur bakteri,khamir, spora, atau biji-bijian. Cawan Petri plastik dapat dimusnahkan setelah sekali pakai untuk kultur bakteri.\

K3 : menutup cawan petri setelah memasukkan biakan bakteri agar tidak terkontaminasi dengan udara.

20. Pipet Tetes (Dropping Pipettes)

Pipet tanpa skala, mempunyai bentuk pendek atau panjang dan dilengkapi dengan karet penghisapnya.

Prinsip Kerja : menambahkan cairan tetes demi tetes hingga volume tepat.

Fungsi : memindahkan larutan dari satu wadah ke wadah lainnya

K3 : setelah memipet miringkan sedikit pipet agar larutan yang dipindahkan tidak menetes dan luruskan kembali pipet saat akan memindahkannya pada wadah lainnya.

21. Botol Timbang (Wlighting Bottles)

Botol timbang terbuat dari jenis gelas boroksilikat, dilengkapi dengan tutup asah. Botol timbang mempunyai tipe bentuk tinggi dan pendek. Kapasitas botol timbang mulai 15 – 80 mL.

Fungsi :

  • Digunakan di dalam menentukan kadar air suatu bahan.
  • Selain itu digunakan untuk menyimpan bahan yang akan ditimbang terutama untuk bahan cair.

22. Labu iodium (Iodium Determination Flask)

Labu iodium atau disebut juga sebagai labu iod merupakan salah satu alat gelas laboratorium yang terbuat dari kuarsa/silikat oksida, boron oksida, aluminium oksida dan natrium oksida. Labu iodium mirip labu Erlenmeyer bertutup asah dan pada mulut labu dilengkapi oleh suatu piringan kaca yang digunakan untuk menempatkan cairan/larutan atau air yang berguna untuk mengikat uap iodium hasil reaksi. Labu iodium mempunyai kapasitas ukuran 100 sampai 500.

Prinsip Kerja : memasukkan sampel dalam labu iodium dan tutup dengan rapat, jangan sampai ada gelembung udara di dalamnya.

Fungsi : adapun kegunaan labu iodium adalah untuk mereaksikan zat yang biasanya menghasilkan iodium.

K3 :

  • Pecahnya labu yang dpat diatasi dengan mengganti yang baru.
  • Retaknya labu yang dapat diperbaiki dengan lem.
  • Apabila tutup labu kurang rapat ketika sedang digunakan dalam mereaksikan, maka aroma iodium yang menyenngat akan terhirup dan akan mengganggu kerja sehingga tutp labu harus ditutup rapat.

23. Labu Kjeldahl (Kjeldahl Flasks)

Terbuat dari gelas boroksilikat, dengan kapasitas 50 – 1000 mL.

Prinsip Kerja : posisi labu harus miring dengan mulut menyandar pada penampung uap asam.

Fungsi : digunakan untuk destruksi atau digesti protein dan dapat pula digunakan sebagai labu destilasi pada hasil destruksi protein.

K3 : saat memasangkan labu pada mulut penampung uap harus rapat agar uap asam tidak menyebar saat melakukan proses destruksi.

24. Bunsen

Pemanas yang bentuknya seperti tabung yang berisi bahan bakar dan memiliki sumbu yang dapat menghasilkan api. Bahan bakarnya macam-macam, ada yang dari alcohol, spiritus, dan minyak gas..

Fungsi : fungsinya untuk menciptakan suasana steril

26. Botol Semprot

Botol semprot atau juga sering disebut botol pencuci adalah berupa botol tinggi bertutup yang terbuat dari plastik. Jadi anda tidak perlu takut menggunakannya karena tidak terbuat dari gelas dan akan terhindar dari pecah atau retakAlat ini sangat diperlukan dilaboraturium manapun. Walaupun alat ini sangat sederhana tapi sangat berguna.

Prinsip Kerja : menekan badan botol sampai airnya keluar.

Fungsi : Berfungsi sebagai tempat menyimpan aquades juga digunakan untuk membersikan dinding bejana dan sisa-sisa endapan, mengeluarkan air atau cairan dalam jumlah terbatas, untuk membilas peralatan kimia lain atau proses pengenceran dalam suatu wadah misal labu ukur, erlenmeyer,dsb.

25. Rak Tabung

alat alat lab kimia rak tabung reaksi

Dari kayu keras , 6 lubang dalam dua baris (total 12 lubang) berdiameter sekitar 18 mm. Pada bagian dasar terdapat lekukan sehingga tabung stabil ditempatkan.

Prinsip Kerja : tabung reaksi dimasukkan dalam lubang tabung sesuai ukurannya.

Fungsi : digunakan untuk menempatkan tabung reaksi sesuai ukuran tabung.

K3 : membawa rak tabung harus hati – hati, apabila jatuh maka tabung yang berada pada rak tabung juga akan jatuh.

26. Penjepit Tabung

alat lab kimia

Penjepit tabung reaksi berbentuk rahang: persegi. Pegas : dipoles nikel dengan diameter: 10 -25 mm

Prinsip Kerja : tekan penekan pada penjepit kemudian jepitkan pada tabung reaksi

Fungsi : Alat Lab ini digunakan untuk menjepit tabung reaksi pada saat dipanaskan.

K3 : apabila alat ini longgar atau penjepit lepasan,segera perbaiki alat ini dan dapat digunakan lagi.

27. Penghisap Pipet (Pipet Filler)

Terbuat dari bola karet kenyal dengan 3 knop. Bola karet tidak mudah lembek.

Fungsi : Untuk menghisap larutan yang akan diukur.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan, 1995.


Arti Cita dan Rasa

Arti Cita dan Rasa

Tentu sulit membayangkan suatu produk pangan tanpa cita-rasa. Pada situasi dimana ketersediaan pangan bukan lagi kendala dan konsumen mempunyai hak penuh untuk memilih, maka cita-rasa pada produk pangan merupakan salah satu penentu yang handal untuk diterima atau tidaknya suatu produk pangan oleh konsumen. Bagi industri pangan, tentu saja parameter yang satu ini harus menjadi perhatian penuh bila menginginkan produknya dapat bersaing di dunia komersial.

Rasa merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita-rasa produk pangan. Rasa memegang peranan sangat penting dalam cita-rasa pangan. Kenikmatan cita-rasa suatu produk pangan tidak mungkin diperoleh tanpa rasa di dalamnya.

Rasa bukanlah cita-rasa, jadi apa keterkaitan keduanya? Sejauh mana peranan rasa pada cita-rasa? Apa keterkaitan rasa dengan aroma? Mengapa suatu senyawa dapat memberikan rasa? Ada berapa jenis rasa?

Bagaimana mekanisme penerimaan sensasi rasa oleh organ tubuh kita? Masih banyak pertanyaan tentang rasa yang tentunya menarik untuk ditelaah lebih lanjut.

Apakah itu rasa?

Menurut definisi yang ada, rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pencecap kita yang berada di rongga mulut. Rasa ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Saat ini ada 5 rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis, pahit, asam, asin dan umami yang terbaru.

Selain itu terdapat kelompok sensasi yang sering juga dikenal sebagai rasa, walau sebetulnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelima rasa dasar. Kelompok sensasi rasa ini sering dikelompokkan sebagai rasa sekunder, antara lain pedas (hot), astringent (sepat), cooling (semriwing), anyir, metallic (rasa logam) atau getir. Saat ini bahkan dikenal juga sensasi getar seperti pada “sechuan pepper” atau andaliman. Kelompok rasa sekunder bukan sensasi diterima oleh pencecap lidah, namun lebih pada sensasi yang diterima oleh indera perasa karena induksi kimiawi yang lebih dikenal dengan sebutan sensasi “trigeminal”. Sensasi trigeminal dapat bersifat volatil dan non volatil. Pada rongga mulut umumnya yang diterima adalah dari senyawa non-volatil. Akhir-akhir ini mulai dikenalkan pula istilah baru dalam tataran sensasi rasa, yaitu “kokumi”. Kokumi dicirikan dengan “mouthfulness” dan umami. Senyawa yang dianggap dapat memberikan sensasi ini diperoleh dari kelompok kacang-kacangan (legumes). Sensasi rasa yang satu ini memang belum sepenuhnya diterima sebagai rasa yang baru.

Rasa pada manusia dan hewan sebetulnya dapat menjadi alat perlindungan diri. Sejak lahir manusia dan hewan telah mempunyai kemampuan untuk membedakan rangsangan rasa yang diterimanya. Oleh karena itu, khususnya hewan, sangat mengandalkan indera pencecapnya untuk dapat menghindari asupan pakan yang beracun. Dilaporkan bahwa umumnya hewan menerima pakan dengan rasa manis dan umami sebagai pakan yang bergizi dan sehat, sedang pakan yang pahit dikonotasikan sebagai racun.

Reseptor pada lidah dan mekanisme pencicipan

Masihkah ada yang ingat pelajaran biologi di sekolah yang mengajarkan adanya pemetaan rasa pada lidah kita? Dikatakan bahwa rasa tertentu akan dikenali pada bagian lidah tertentu, misal pangkal lidah untuk rasa pahit sedang asam pada kedua sisi lidah. Teori tersebut sudah dianggap tidak tepat lagi karena pada kenyataannya semua permukaan yang lidah memiliki taste bud dapat menerima sensasi semua jenis rasa dasar walau mungkin dengan sensitivitas yang sedikit berbeda.

Menurut studi biologis dan elektrofisiologis, sel pencicip menggunakan beberapa mekanisme yang berbeda dalam mentransduksi infomasi kimiawi kepada sel-sel pembawa sinyal. Deteksi rasa asam dan asin dimediasi oleh saluran ion (ion channels), sedangkan untuk manis, pahit dan umami, transduksi rasa mengikutkan membran reseptor protein yang mengkait pada alur signal intraselular. Secara kimiawi, cara pengenalan kedua kelompok rasa ini jelas berbeda.

Ambang batas pengenalan (threshold) senyawa-senyawa pemberi sensasi rasa bervariasi antar senyawa. Kisarannya bisa dari yang agak lemah seperti pada kemanisan sukrosa (3-fold), keasinan garam NaCl yang menengah (80-fold) sampai dengan kepahitan kina yang sangat kuat (200-fold). Sensitivitas lidah dipengaruhi oleh jumlah “taste buds” yang ada. Umumnya sensitivitas alat pencecap semakin berkurang dengan bertambahnya usianya.

Kelainan genetik dapat menyebabkan orang kehilangan sensitivitas pada rasa tertentu. Contoh yang sering dilaporkan adalah ketidakmampuan seseorang mengenali rasa pahit dari phenylthiourea (phenyl thiocarbamide, PTC). Dilaporkan 1 dari 4 orang dengan gen resesif tidak dapat mengenali rasa pahit PTC. Contoh lain dari “kebutaan rasa”(taste blindness) terjadi pada seseorang dengan “congenital idiopathic hypoparathyroidism” dalam mengenali rasa manis, walau yang bersangkutan mampu mengenali rasa pahit, asam dan asin secara normal. Orang dengan keterbatasan ini akan merasakan sukrosa dan fruktosa sebagai rasa asam, sementara galaktosa dan siklamat dirasakan sebagai pahit.

Senyawa pemberi rasa

Berbagai teori tentang mekanisme bagaimana suatu senyawa dapat memberikan sensasi rasa tertentu telah banyak dikupas di berbagai jurnal dan buku. Masing-masing jenis rasa memiliki mekanisme yang khas walau beberapa jenis rasa memiliki kemiripan.

Rasa asin. Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pencecap melalui saluran ion pada mikrovili akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit, seperti halnya NaCl (0.56 nm) asin sedang MgCl2 (0.85 nm) cenderung pahit. Rasa asin yang serupa dengan Na+ adalah lithium. Kalium atau kation monovalen lain juga dapat digunakan untuk menggantikan sodium sebagai pemberi rasa asin, namun sering terkendala adanya rasa samping (aftertaste) pahit. Selain kation, beberapa senyawa peptida juga memiliki rasa asin atau mampu meningkatkan rasa asin seperti garam Orn-Tau.HCl.

Satu hal yang perlu dicermati adalah kation Na+ mempunyai peran lain selain memberi rasa asin yaitu kemampuannya untuk menstimulasi cita-rasa daging atau meaty flavor, serta peran yang tidak bisa dipisahkan dalam membentuk rasa lezat khas pada daging kepiting.

Rasa asam. Pada rasa asam, sensasi asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada saraf pencecap lebih bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Itu sebabnya, tidak semua produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam. Juga asam organik memberikan kesan rasa asam lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama diberikan oleh garam-garam organik tak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat, asam sitrat, dan seterusnya. Perlu dipahami bahwa masing-masing asam tidak murni memberi rasa asam saja, tetapi juga rasa khas pada setiap asamnya seperti asam sitrat memberikan juga rasa kesat (tart) dan sepat (astringent) khas seperti pada tanaman sitrus, sementara asam laktat memberi kesan khas seperti pada yoghurt atau mentega. Oleh karenanya, perlu perhatian dalam memilih jenis pengasam yang akan digunakan.

Rasa manis. Nampaknya lebih banyak studi yang dilakukan pada rasa manis sehingga lebih banyak versi mekanisme yang dilaporkan. Teori tentang senyawa dengan sensasi rasa manis yang banyak diacu adalah Shallenberger-Acree-Kie model yang mendasarkan pada korelasi AH (donor proton)-B (penerima proton) dengan pusat hidrofobik (gamma atau X) yang membentuk segitiga dengan jarak tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimerisasi reseptor penting agar senyawa manis dapat berinteraksi dengan tepat dengan reseptor yang kompleks. Banyak faktor yang berperan dalam stimuli senyawa pemberi rasa manis, namun secara ringkas dapat dikatakan bahwa ukuran, sifat geometri, khiralitas dan karakteristik dari molekul larutan memegang peranan penting dalam mendeteksi sensasi manis ini. Sensasi manis dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompol gula, asam amino-peptida-protein, amida siklis, turunan benzene bahkan kloroform. Tentu saja mutu kemanisan dari senyawa yang berbeda akan berbeda, termasuk keberadaan rasa sekunder seperti alkali, metalik, lalu juga intensitas dan spektrum periode manis yang diberikan. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri dalam menggantikan pemanis gula sukrosa dengan kelompok pemanis yang lain.

Rasa pahit. Sensasi senyawa rasa pahit diperoleh dengan mekanisme yang mirip dengan rasa manis. Hanya saja jarak antar gugus fungsional menjadi penentu. Rasa pahit umumnya diasosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein pada kopi, dan sebagainya. Selain itu peptida dengan berat molekul lebih kecil 6000 atau asam amino hidrofobik dapat juga memberikan rasa pahit. Senyawa pemberi rasa pahit terkini yang dilaporkan memiliki rasa pahit yang sangat intens adalah “quinozolate” dengan ambang batas 0.00025 mmol/kg air (Ottinger dan Hofmann, 2001).

Rasa umami. Pada rasa umami, seperti halnya pada rasa manis dan pahit, senyawa pemberi sensasi ini akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa pesan kedua (second messenger). Senyawa pemberi umami yang paling dikenal dan potensial adalah L-glutamat, asam amino yang terdapat dalam protein hampir semua produk pangan terutama daging, ikan dan kacang-kacangan. Asam glutamat bebas secara alami terdapat dalam sumber pangan hewani, produk laut, sayur dan beberapa buah seperti tomat serta juga pada keju. Fenomena ini dapat menjadi alasan mengapa pada studi sensasi secara genetik terlihat bahwa hewan mampu juga merasakan sensasi ini. Mungkin terkait dengan keberadaan asam glutamat sebagai sumber gizi yang penting.

Garam dari asam glutamat yaitu Mono sodium glutamat (MSG) juga dapat meningkatkan karakteristik khas flavor terutama pada sensasi mouthfullness, thickness dan continuity dari rasa. Itu sebabnya MSG dikenal sebagai flavor enhancer. Seperti diulas sebelumnya, MSG dapat bersifat sinergis dengan garam NaCl sehingga dapat menurunkan jumlah penggunaan keduanya untuk mendapatkan sensasi yang sama. Senyawa pemberi sensasi umami tidak hanya asam glutamat, tetapi juga bisa diperoleh dari kelompok ribonukleat dengan nukleotida-5‘ seperti IMP, GMP dan beberapa peptida seperti ADP. Senyawa penguat sensasi umami terkini diisolasi dari teh hijau yaitu theogallin, L-theanin dan asam suksinat (Kaneko et al, 2006). Penggunaan senyawa-senyawa pemberi rasa umami ini secara kombinasi lebih menguntungkan karena sifat sinergisnya. After taste dari senyawa umami umumnya lebih kuat dari senyawa sensasi lain dikarenakan pada affinitas yang dari senyawa terhadap sel reseptor.

Rasa sekunder

Senyawa pemberi rasa sekunder mempunyai mekanisme yang berbeda dari rasa primer karena sensasi ini lebih banyak bekerja dengan syaraf trigeminal pada wajah (terutama hidung, rongga mulut dan mata). Itu sebabnya bila kita kepedasan, maka seluruh rongga mulut akan terasa panas bahkan seluruh wajah bergetar dan air mata mengalir. Rasa pedas (hot) pada cabe disebabkan oleh kapsaisin dan dihidrokapsaisin berbeda dengan pedas (pungent) merica yang disebabkan oleh piperin, dan tentu saja sangat berbeda dengan “sengatan” menusuk hidung oleh isotiosianat pada mustard atau wasabi. Jadi perlu dibedakan sendiri apakah itu sensasi trigeminal rasa atau aroma (bau).

Demikian juga cooling effect yang merupakan sensasi trigeminal rasa dan minty odor dari mentol yang berupa aroma. Oleh karena efek cooling saja dapat diperoleh dari xilitol tanpa harus ada aroma minty. Efek cooling ini dilaporkan diperoleh dari reaksi endoterm pada saat senyawa terlarut.

Untuk sensasi rasa sekunder seperti sepat (astringent) umumnya disebabkan oleh senyawa polifenolik seperti pada kopi, teh, wine, coklat, dan lainnya. Dilaporkan bahwa senyawa polifenol akan membentuk kompleks dengan protein saliva kaya prolin (PRPs) dan pengendapan protein yang terjadi menghilangkan kelenturan lidah sehingga menimbulkan sensasi astrigent.

Pemodifikasi rasa dan “taste blocker”

Perkembangan pangan fungsional yang cenderung mengundang permasalahan pada cita-rasa produk yang dihasilkan mengundang perhatian peneliti sensasi rasa untuk mencari senyawa pencegah sensasi rasa yang dikenal sebagai “taste blocker”. Pengendalian cita-rasa produk tidak selalu dilakukan dengan menambahkan senyawa cita-rasa akan tetapi dapat juga dengan memblok sensor-sensor tertentu terhadap sensasi tertentu. Hofmann et al. banyak meneliti tentang senyawa “bitter masking” yang dapat memblok sensor sensasi pahit. Banyak senyawa yang dilaporkan dapat berperan sebagai “bitter masking”mulai dari garam sodium yang sudah dikenal sejak dulu, laktitol dan beberapa nukleotida seperti AMP yang dilaporkan belum lama ini, hingga senyawa homoeriodictyol sodium salt (1-Na) yang diperoleh dari ekstrak”herba santa” (Ley at al., 2005). Nampaknya pengembangan “taste blocker” akan menjadi wacana baru dalam dunia rasa.

Satu area yang banyak menarik perhatian dan tidak jauh berbeda dengan “taste blocker”adalah pengembangan pemodifikasi rasa (taste modifier). Penemuan beberapa senyawa seperti miraculin yang dapat mengubah rasa asam menjadi manis atau senyawa ziziphin dari tanaman Ziziphus jujube yang dapat mengubah rasa manis mengundang minat peneliti untuk lebih mendalami bidang rasa yang satu ini. Salah satu penemuan senyawa pemodifikasi rasa yang sudah diterapkan banyak di dunia komersial ialah penggunaan Neohesperidin dihidrochalcone (NHDC) dalam campuran pemanis-pemanis intens seperti sakarin atau siklamat untuk menyamarkan kesan rasa pahit pada campuran, selain memberi rasa manis itu sendiri.

Keterkaitan rasa dan aroma

Rasa merupakan sensasi yang diterima oleh rongga mulut, sedangkan aroma adalah sensasi dari senyawa volatil yang diterima oleh rongga hidung. Namun mengapa seseorang kehilangan kemampuan untuk menerima sensasi aroma atau bau merasa kehilangan rasa pada pangan yang dikonsumsinya? Seperti yang disampaikan oleh Abdi (2002) dan Prescott (1999) persepsi akan aroma dan rasa tidak benar-benar berdiri sendiri-sendiri. Lalu bagaimana keterkaitannya? Dalam konteks ini dikatakan bahwa interaksi antara rasa dan aroma lebih pada memodifikasi intensitas rasa yang diterima dengan keberadaan aroma atau bau tertentu. Sebagai contoh larutan gula akan terasa lebih manis dengan keberadaan vanili walau vanili sendiri tidak memberikan sensasi rasa manis. Penelitian Cliff dan Noble (1990) dengan menggunakan aroma peach bahkan menunjukkan tidak hanya intensitas yang meningkat dengan bertambahnya konsentrasi aroma peach tetapi juga durasi sensasi.

Dari segi cita-rasa, keberadaan rasa merupakan keharusan agar diperoleh flavor produk yang utuh. Flavor yang utuh tidak bisa diperoleh hanya dari top note (komponen volatil) atau middle note saja tetapi perlu base note yang biasanya adalah rasa. Rasa tidak bisa dipisahkan dari cita-rasa, demikian juga aroma tidak bisa dipisahkan dari cita-rasa.

Beberapa faktor fisik seperti temperatur, warna, tekstur, suara dan iritasi juga akan berpengaruh pada interaksi antara rasa dan aroma. Interaksi antara aroma dan rasa dari sisi neuroanatomikal dibahas lebih mendalam oleh Rolls (1999).

Menurut Valentin et al. (2006), salah satu topik penelitian yang menarik untuk dilakukan di masa mendatang ialah pengaruh dari kedalaman pengalaman akan suatu kultur atau budaya dengan kombinasi senyawa pemberi sensasi rasa dan aroma tertentu. Selain itu studi lanjutan tidak saja tentang interaksi aroma-rasa tetapi pengaruh multi interaksi pada penerimaan suatu sensasi rasa dalam hal ini manis misalnya juga perlu dilakukan.

Pentingnya rasa bagi dunia industri

Seperti telah disampaikan pada pembukaan, sulit rasanya bagi industri untuk menembus pasar produk pangan yang ada sekarang tanpa memperhatikan kontribusi rasa pada produknya. Sudah kita lihat betapa suatu produk dengan nilai gizi atau kemampuan fungsional yang sangat baik bertumbangan di pasar karena tidak dapat diterima secara cita-rasa oleh konsumen. Tentu saja, seperti telah dikupas di atas, tanpa rasa tidak mungkin diperoleh cita-rasa yang diinginkan.

Tantangan industri pangan dalam pengembangan rasa produknya memang tidaklah sederhana. Banyak sisi dari rasa yang merupakan tantangan dan sekaligus peluang. Perlu kejelian industri untuk dapat memanfaatkan dan menjadikan rasa sebagai “senjata ampuh” dalam pengembangan produk pangannya.

Prof. C. Hanny Wijaya, Staf Pengajar Departemen ITP Fateta, IPB

Referensi

  • Shallenberger, R.S. 1993. Taste Chemistry. Chapman & Hall, Cambridge, UK.
  • Taylor, A.J. 2002. Food Flavor Technology. Sheffield Academic Press, UK.
  • Kaneko, S., K. Kumazawa, H. Masuda, A. Henze and T. Hofmann. 2006. Molecular and Sensory Studies on the Umami Taste of Japanes Green Tea. J.Agric.Food Chem 54: 2688-2694
  • Valentin, D., C. Chrea and D.H. Nguyen. 2006. Taste-odour interactions in sweet taste perception. In W. J. Spillane (ed). Optimising Sweet Taste in Foods. Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England
  • http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55764

MENGENAL LEBIH DEKAT: DESINFEKTAN KLORIN

MENGENAL LEBIH DEKAT: DESINFEKTAN KLORIN
Posted by Widiantoko, R.K

Hasil gambar untuk bahaya residu klorin

Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai Oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada pengolahan air bersih. Untuk mengoksidasi Fe(II) dan Mn(II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe(III) dan Mn(III).

Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl2 saja akan tetapi termasuk pula asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-), juga beberapa jenis kloramin seperti monokloramin (NH2Cl) dan dikloramin (NHCl2) termasuk di dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl2 atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl)2. Kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara amoniak (NH3) baik anorganik maupun organik aminoak di dalam air dengan klorin.

Bentuk desinfektan yang ditambahkan akan mempengaruhi kualitas yang didesinfeksi. Penambahan klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya pH air, karena terjadi pembentukan asam kuat. Akan tetapi penambahan klorin dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan alkalinitas air tersebut sehingga pH akan lebih besar. Sedangkan kalsium hipoklorit akan menaikkan pH dan kesadahan total air yang didesinfeksi.

Kaporit adalah senyawa kimia ( CaOCl2 ), yg pada kadar tinggi bersifat korosif. Pada prosentase rendah bisa digunakan sebagai penjernih air, pemutih pakaian, membunuh jentik, disinfektan.

Dampak Negatif Klorin Bagi Kesehatan Tubuh

Klorin, khlorin atau chlorine merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses khlorinasi. Sudah umum pula bahwa khlorinasi adalah proses utama dalam proses penghilangan kuman penyakit air ledeng, air bersih atau air minum yang digunakan oleh masyarakat. Proses khlorinasi sangat efektif untuk menghilangkan kuman penyakit terutama dalam penggunaan air ledeng. Tetapi dibalik kefektifannya klorin juga dapat berbahaya bagi kesehatan. Orang yang meminum air yang mengandung klorin memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar. Sedangkan bagi wanita hamil dapat menyebabkan melahirkan bayi cacat dengan kelainan otak atau urat saraf tulang belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur atau bahkan dapat mengalami keguguran kandungan. Selain itu pada hasil studi efek klorin pada binatang ditemukan pula kemungkinan kerusakan ginjal dan hati.

Gas klor yang mudah dikenal karena baunya yang khas itu, bersifat merangsang (iritasi terhadap selaput lender pada mata atau conjunctiva), selaput lender hidung, selaput lender tenggorok, tali suara dan paru-paru. Menghisap gas klor dalam konsentrasi 1000 ppm dapat menyebabkan kematian mendadak di tempat. Orang yang menghirup gas klor akan merasakan sakit atau rasa panas dan pedih pada tenggorokan. Hal ini disebabkan pengaruh rangsangan atau iritasi terhadap selaput lender (mucus membrane) yang menimbulkan bintik-bintik kering (kosong) yang terasa pedih, panas, waktu menarik napas terasa sakit dan sukar bernapas. Waktu bernapas terdengar suara desing seperti penderita asma atau broncristis (Adiwisastra, 1989).

Klorin, baik dalam bentuk gas maupun cairan mampu mengakibatkan luka yang permanen, terutama kematian. Pada umumnya luka permanen terjadi disebakan oleh asap gas klorin. Klorin sangat potensial untuk terjadinya penyakit di kerongkongan, hidung dan tract respiratory (saluran kerongkongan di dekat paru-paru). Klorin juga dapat membahayakan sistem pemafasan terutama bagi anak-anak dan orang dewasa. Dalam wujud gas, klor merusak membran mukus dan dalam wujud cair dapat menghancurkan kulit. Tingkat klorida sering naik turun bersama dengan tingkat natrium. Ini karena natrium klorida, atau garam, adalah bagian utama dalam darah. Ada beberapa jalur pemajanan klorin pada tubuh yang bersifat akut, yaitu (U.S. Department Of Health And Human Services, 2007)

  • Pernafasan

Pemajanan klorin pada konsentrasi rendah (1-10 ppm) dapat menyebabkan iritasi mata dan hidung, sakit tenggorokan dan batuk. Menghirup gas klorin dalam konsentrasi yang lebih tinggi (>15 ppm) dapat dengan cepat membahayakan saluran pernafasan dengan rasa sesak di dada dan terjadinya akumulasi cairan di paru-paru (edema paru-paru).

  • Kardiovaskular

Tachycardia dan pada awalnya hipertensi diikuti dengan hipotensi dapat terjadi. Setelah pemajanan yang berat, maka jantung akan mengalami penyempitan akibat kekurangan oksigen.

  • Metabolisme

Asidosis terjadi akibat kadar oksigen yang tidak mencukupi dalam jaringan. Komplikasi berat akibat menghirup klorin dalam kadar yang besar adalah mengaibatkan terjadinya kelebihan ion klorida di dalam darah, menyebabkan ketidakseimbangan asam. Anak-anak akan lebih mudah diserang oleh zat toksik yang tentunya dapat mengganggu proses metabolisme dalam tubuh.

  • Kulit

Kulit Iritasi klorin pada kulit dapat menyebabkan rasa terbakar, peradangan dan melepuh. Pemajanan cairan klorin dapat menyebabkan peradangan akibat suhu dingin.Paparan klorin menyebabkan cukup respon, yaitu kulit tampak kering dan timbul bercak coklat, akandosis, edema intraepitel, hiper keraosis dan sel- sel epitel atipikal terlihat di epidermis. Nixon et al. (1975) dalam U.S. Department of health and human services melaporkan bahwa bercak pemutih yang mengandung sodium hipoklorit 5,25%, dan pH 10,7 pada kulit manusia selama 4 jam itu dapat menyebabkan gangguan.

  • Mata

Konsentrasi rendah di udara dapat menyebabkan rasa terbakar, mata berkedip tidak teratur atau kelopak mata menutup tanpa sengaja atau di luar kemauan, konjugtivitis. Komea mata terbakar dapat ter adi pada konsentrasi yang tinggi.

  • Jalur pencernaan

Larutan klorin yang dihasilkan dalam bentuk larutan sodium hipoklorit dapat menyebabkan luka yang korosif apabila tertelan. Akibat-akibat akut untuk jangka pendek adalah. (MacDougall, 1994).

Efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya. Kemampuan oksidasi klorin sangat kuat, dimana di dalam air klorin akan melepaskan oksigen dan hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagai altematif, klorin dirubah menjadi asam hipoklorit yang dapat menembus sel dan bereaksi dengan protein sitoplasmik yang dapat merusak struktur sel (U.S. Department Of Health And Human Services, 2007).

Cara penanganan jika terpapar bahaya klorin :

  • Terhirup

Bila aman memasuki area, segera pindahkan dari area pemaparan, Bila perlu gunakan masker berkatup atau pernapasan penyelamatan. Jaga tetap hangat dan tetap beristirahat. Segera bawa kerumah sakit

  • Kontak dengan kulit

Segera tanggalkan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci dengan sabun atau detergen ringan dan air. Dalam jumlah yang banyak sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal (selama 15-20menit). Untuk luka bakar, tutp area yang terbuka dengan kain kassa steril, kering dan longgar.

  • Kontak dengan mata

Segera cuci mata dengan air yang banyak atau dengan larutan garam normal (NaCl 0,9%), selama 30 menit, atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata dan dengan sesekali membuka kelopak mata atas dan bawah sampai dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Tutup dengan perban steril.

  • Tertelan

Jika pasien dapat menelan, segera berikan air untuk diminum untuk mengencerkan isi lambung. Jangan sesekali merangsang muntah atau member minum bagi pasien yang tidak sadar. Bila terjadi muntah, jaga agar kepala lebih rendah daripada punggul untuk mencegah aspirasi. Bila korban pingsang miringkan kepala menghadap kesamping.

  • Jika ada kejang

Jika ada kejang beri diazepam dengan dosis : Dewasa : 10-20 mg dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 ml/30 menit. Jika perlu dosis ini dapat diulang setelah 30-60 menit. Anak-anak : 200-300 µg/kg BB

Fungsi Klorin Sebagai Disinfektan

Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan di dalam air terutama adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, shigella dysentereae penyebab disentri basiler, salmonella typhosa penyebab tifus dan S. Paratyphy penyebab paratifus, virus polio dan hepatitis. Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui air, maka bakteri patogen di dalam air harus dihilangkan dengan proses disinfeksi.

Kegunaan disinfeksi pada air adalah untuk mereduksi konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri patogen. Penghilangan bakteri patogen tersebut terutama harus benar-benar dilakukan untuk air yang akan diminum untuk mencegah timbulnya penyakit. Program disinfeksi ini telah digunakan secara luas sejak awal tahun 1900 untuk menangani air yang akan digunakan secara luas.

Mikroba dalam hal ini bakteri patogen pada umumnya dapat bertahan selama beberapa hari tergantung juga dari kondisi lingkungannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan tersebut antara lain pH, suhu, gizi yang tersedia, kompetisinya dengan mikroba lain, kemampuan membentuk spora dan ketahanannya terhadap senyawa penghambat. Sedangkan kemampuannya untuk menyebabkan penyakit antara lain ditentukan oleh konsentrasi, virulensi dan resistensi.

Lebih dari 50% bakteri patogen didalam air yang akan mati dalam waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Oleh karena itu, waduk-waduk penampang sebenarnya cukup efektif untuk mengendalikan bakteri. Walaupun demikian, beberapa jenis patogen mungkin tetap hidup selama 2 tahun lebih, karena itu dibutuhkan disinfeksi. Klorin teerbukti merupakan disinfektan yang ideal. Bila dimasukkan kedalam air akan mempunyai pengruh yang segera akn membinasakan kebanyakan makhluk mikroskopis.

Penggunaan disinfektan dapat mengatasi mikroba patogen yang spesifik. Metode desinfeksi telah dikenal secara luas. Disinfeksi dapat dilakukan antara lain dengan berbagai metode dan bahan kimia seperti dengan klorin, yodium, ozon, senyawa amonium kuarterner dan lampu ultraviolet. Berdasarkan perhitungan ekonomi, efisiensi dan kemudahan penggunaanya maka penggunaan klorin merupakan metode yang paling umum digunakan.

Klorinasi

Klorinasi merupakan disinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin berisi natrium hipoklorit. Disinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut sebagai klorinasi. Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui germisidal dari klorin terhadap bekteri.

Bermacam-macam zat kimia seprti ozon (O3), klor (Cl2), klordioksida (ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran sinar ultraviolet, pemanasan dan lain-lain, digunakan sebagai disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia diatas , klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya yaitu yang disebut sebagai residu klorin (Alaerts, 1984).

Klor berasal dari gas klor Cl2, NaOCl, Ca(OCl2) (kaporit), atau larutan HOCl (asam hipoklorit).Breakpoint chlorination (klorinasi titik retak) adalah jumlah klor yang dibutuhkan sehingga:

 semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi

 amoniak hilang sebagai gas N2

 masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmi kuman-kuman.

Klorin sering digunakan sebagai disinfektan untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan bagi kepentingan domestik. Beberapa alasan yang menyebabkan klorin sering digunakan sebagai disinfektan adalah sebagai berikut:

1. Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk.

2. Relatif murah.

3. Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi (7000mg/l).

4. Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika terdapat dalam kadar yang tidak berlebihan.

5. Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat aktivitas metabolisme mikroorganisme tersebut.

Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl2) atau kalsium hipoklorit [Ca(OCl2)]. Namun, penambahan klor secara kurang tepat akan menimbulkan bau dan rasa pahit.

Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai disinfektan, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti persamaan reaksi :

H2S + 4 Cl2 + 4 H2O → H2SO4 + 8 HCl

Jika kebutuhan klorin untuk mengoksidasi beberapa senyawa kimia perairan telah terpenuhi, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai disinfektan. Gas klor bereaksi dengan air menurut persamaan:

Jika diperairan tidak terdapat amoniak:

Cl2 + H2O → HCl + HOCl

    V    V

H+ + Cl- H+ +ClO-

(residu bebas)

Jika di perairan terdapat amonia:

NH4+ + HClO → NH2Cl + H2O + H+

Monokloramin

NH2Cl + HClO→ NHCl2 + H2O

Dikloramin

NHCl2 + HClO→ NCl3 + H2O

Nitrogen triklorida

Reaksi kesetimbangan sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH 2, klor berada dalam bentuk klorin (Cl2); pada pH 2-7 , klor kebanyakan terdapat dalam bentuk HOCl; sedangkan pada pH 7,4 klor tidak hanya terdapat dalam bentuk HOCl tetapi juga dalam bentuk ion OCl-. Pada kadar klor kurang dari 1.000 mg/l, semua klor berada dalam bentuk ion klorida (Cl-) dan hipoklorit (HOCl) ,atau terdisosiasi menjadi H+ dan OCl-.

Beberapa kota besar menyadari bahwa lebih ekonomis dan aman untuk mempergunakan kalsium hipoklorit sebagai disinfektan. Bahan kimia ini bereaksi dengan air untuk membebaskan hipoklorit. Jumlah klorin yang dibutuhkan tergantung pada jumlah bahan organik dan anorganik yang berkurang di dalam air. Secara umum kebanyakan air akan mengalami disinfeksi cukup baik bila residu klorin bebas sebanyak 0,2mg/l diperoleh setelah klorinasi selama 10 menit. Residu yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat menghilangkan bakteri pada air. Klorin akan sangat efektif bila pH air rendah, bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa-senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak ke air sebelum klorinasi. Campuran klorin dan amoniak membentuk kloroamin, yang merupakan disinfektan yang relatif baik, walaupun tidak seselektif hipoklorit. Kloramin tidak bereaksi dengan cepat, tetapi bekerja terus untuk waktu yang lama. Karene itu, mutu disinfeksinya dapat berlanjut jauh kedalam jaringan distribusi.

Kebutuhan klorin atau chlorine demand untuk proses disinfeksi tergantung pada beberapa faktor. Klorin adalah adalah oksidator dan akan bereaksi dengan beberapa komponen termasuk komponen organik pada air. Faktor yang mempengaruhi efisiensi disinfeksi atau kebutuhan akan klorin dipengaruhi oleh jumlah dan jenis klorin yang digunakan, waktu kontak, suhu dan jenis serta konsentrasi mikroba.

Kebutuhan klorin untuk air yang relatif jernih dan pada air yang mengandung suspensi padatan yang tidak terlalu tinggi biasanya relatif kecil. Klorin akan bereaksi dengan berbagai jenis komponen yang ada pada air dan komponen-komponen tersebut akan berkompetisi dalam penggunaan klorin sebagai bahan untuk disinfeksi. Sehingga pada air yang relatif kotor, sebagian besar akan bereaksi dengan komponen yang ada dan hanya sebagian kecil saja yang bertindak sebagai disinfektan.

Residu klorin juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan klorin karena kemampuannya sebagai agen penginaktivasi enzim mikroba setelah zat tersebut masuk kedalam sel mikroba. Klorin dapat bertindak sebagai disinfektan baik dalam bentuk klorin bebas maupun klorin terikat pada suatu larutan dapat dijumpai dalam bentuk asam hipoklorit atau ion hipoklorit. Klorin dalam bentuk klorin bebas dan asam hipoklorit merupakan bentuk persenyawaan yang baik untuk tujuan disinfeksi.

Penentuan Kadar Klorin

Untuk setiap unsur klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat memiliki analisa-analisa khusus. Namun, untuk analisa di laboratorium biasanya hanya klor aktif (residu) yang ditentukan melalui suatu analisa. Klor aktif dapat dianalisa melalui titrasi iodometri ataupun melalui metode kolorimetri dengan menggunakan DPD (Dietil-p-fenilendiamin). Analisa iodometris lebih sederhana dan murah tetapi tidak sepeka DPD.

Adapun prinsip kerja dari analisa dengan menggunakan DPD adalah; Bila N,N-dietil-p-fenilendiamin (DPD) sebagai indikator dibubuhkan pada suatu larutan yang mengandung sisa klor aktif, reaksi terjadi seketika dan warna larutan menjadi merah. Sebagai pereaksi digunakan iodida (KI) yang akan memisahkan klor tersedia bebas, monokloramin dan dikloramin, tergantung dari konsentrasi iodida yang dibubuhkan. Reaksi ini membebaskan iodin I2 yang mengoksidasi indikator DPD dan memberi warna yang lebih merah pada larutan bila konsentrasi pereaksi ditambah. Untuk mengetahui jumlah klor bebas dan klor terikat maka larutan dititrasi dengan larutan FAS (Ferro Amonium Sulfat) sampai warna merah hilang. pH larutan harus antara 6,2 sampai 6,5.

Pemeriksaan klorin dalam air dengan metode DPD dianalisa dengan menggunakan alat Komparator. Yaitu berdasarkan pembandingan warna yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tidak diketahui dengan warna yang sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan ditetapkan, dimana kadar klorin akan dibaca berdasarkan warna yang dibentuk oleh pereaksi.

Kolorimetri

Kolorimetri merupakan cara yang didasarkan pada pengukuran fraksi cahaya yang diserap analat. Prinsipnya: seberkas sinar dilewatkan pada analat, setelah melewati analat intensitas cahaya berkurang sebanding dengan banyaknya molekul analat yang menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum dan sesudah melewati bahan diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang bersangkutan.

Kolorimetri berarti pengukuran warna, yang berarti bahwa dalam kolorimeter, sinar yang digunakan adalah sinar daerah tampak (visible spectrum), sebaliknya, spektrofotometri tidak terbatas pada pengunaan sinar dalam daerah tampak, tetapi dapat juga sinar UV dan sinar IM. Maka timbul istilah-istilah spektrofotometri UV, spektrofotometri tampak, dan spektrofotometri IM.

Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar apa yang lazim disebut analisis kolorimetrik oleh ahli kimia. Warna tersebuat biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam penyusun yang diinginkan itu sendiri.

Kolorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan mengukur absorbsi relatif cahaya sehubungan dengan konsentrasi tertentu zat tersebut.

Dalam kolorimetri visual, cahaya putih alamiah ataupun buatan umumnya digunakan sebagai sumber cahaya, dan penetapan biasanya dilakukan dengan suatu instrumen sederhana yang disebut kolorimeter atau pembanding (comparator) warna. Bila mata digantikan oleh sel fotolistrik, instrumen itu disebut kolorimetri fotolistrik. Alat kedua ini biasanya digunakan dengan cahaya putih melalui filter-filter, yakni bahan terbuat dari lempengan berwana terbuat dari kaca, gelatin, dan sebagainya , yang meneruskan hanya daerah spektral terbatas.

 Komparator Lovibond

Komparator Lovibond adalah jenis colorimeter dibuat di Britania oleh The Tintometer Ltd. Hal ini ditemukan pada abad ke-19 oleh Joseph Williams Lovibond dan versi update masih tersedia.

Sampel yang akan diuji dicampur dalam tabung gelas dengan warna reagen.Tabung gelas dimasukkan ke dalam komparator dan dibandingkan dengan serangkaian kaca berwarna sampai pertandingan terdekat mungkin ditemukan. konsentrasi sampel ditunjukkan di sebelah disk yang dipilih. Hasilnya hanya merupakan perkiraan tetapi komparator ini sangat berguna untuk pekerjaan lapangan karena portabel, kasar dan mudah digunakan.

Komparator livibond 1000 juga menggunakan deret standar kaca permanen. Cakram yang mengandung sembilan standar warna kaca itu pas pada komparator, yang dilengkapi dengan 4 ruang untuk dipasangi tabung uji kecil atau sel persegi. Cakram itu dapat berputar dalam komparator, dimana larutan dalam sel dapat diamati. Dengan berputarnya cakram, nilai standar warna yang tampak dalam lubang itu akan kelihatan pada jendela khusus.

Pustaka:

Adiwisastra, A. 1989. Sumber, Bahaya serta Penanggulangan Keracunan. Penerbit Angkasa. Bandung.

Alaerts, G dan Sumestri, S. 1984. Metoda Penelitian Air.Usaha Nasional : Surabaya.

Linsley R.K. dan Franzini J. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga.

MacDougall, J.A. 1994. Ekspose Pencemaran di Sumut. Diakses U.S. Department Of Health and Human Services. 2007. Clorine


Sekilas Mengenal Air Minum Yang Sehat

Sekilas Mengenal Air Minum Yang Sehat
(pengujian air minum yang sehat)

Tubuh manusia sebagian besar(sekitar 70%) terdiri dari zat cair. Air didalam tubuh manusia memiliki peranan sangat penting, diantaranya adalah untuk proses metabolisme tubuh, mempertahankan suhu tubuh yang ideal, melancarkan peredaran darah keseluruh tubuh serta berguna untuk proses detoksifikasi atau pembuangan racun dalam tubuh melalui air kencing & keringat.
Jika tubuh manusia kekurangan cairan maka dampaknya adalah, merasa kehausan, suhu tubuh meningkat, kerja ginjal, empedu, saraf & kantong kemih akan terganggu, distribusi oksigen ke otak akan tidak lancar, tekanan darah tidak stabil,, WoW ngeri juga ya Gan…..
Saat ini banyak sekali / menjamurnya bisnis-bisnis isi ulang air minum, industri air minum dalam kemasan (AMDK) juga menjamur dimana-mana.
Berbagai merk yang dibalut dalam kemasan yang bagus serta iming-iming air minum yang mereka produksi berasal dari sumber mata air pegunungan yang jernih. Kesemuanya itu membuat kita banyak pilihan untuk membeli & mengkonsumsi air galon isi ulang & AMDK tersebut.
Gan, ada  baiknya kalau Agan menguji kualitas air kemasan atau air dari si penjual galon isi ulang tersebut. Pengujian ini dapat berupa pembelian alat yang disebut sebagai katalisator yang banyak dijumpai di toko-toko bangunan. Secara umum cara kerja alat ini adalah dengan memanaskan air menggunakan arus listrik sampai dengan suhu 180 derajat Celcius. Dari proses pemanasan ini mengakibatkan senyawa H2O yang tekandung dalam air akan terlepas & membentuk gumpalan. Naah,, gumpalan inilah Gan yang sebenarnya adalah zat yang tidak dapat terserap oleh tubuh yang dalam jangka panjang akan membahayakan tubuh manusia. Semakin banyak gumpalan yang terbentuk,semakin berbahaya air tersebut untuk dikonsumsi oleh tubuh.
Cara lain yang lebih akurat untuk menguji air berkualitas adalah dengan cara membawa sampel air ke laboratorium untuk diteliti.
Adapun garis besar hasil dari penelitian/pengujian air di laboratorium adalah berupa pengujian-pengujian berikut:

1. Turbidity (kekeruhan)

Tes ini digunakan untuk menyatakan derajat kejernihan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan ini biasanya disebabkan / terdiri dari partikel organik maupun non organik yang pada umumnya tidak terlihat oleh mata telanjang. Pengukuran kekeruhan ini adalah merupakan tes kunci dari suatu pengujian kualitas air. Semakin sedikit partikel-partikel yang ada didalam air, maka air akan terlihat semakin jernih.

2. Conductivity (penghantar)

Conductivity adalah kemampuan menghantarkan panas, listrik serta suara. Semua logam kebanyakan adalah penghantar yang baik, karena terdiri dari elemen-elemen. Air minum yang baik adalah air yang susah dalam hal menghantarkan atau mengalirkan arus listrik, artinya air ini tidak memiliki atau sangat sedikit mengandung logam-logam penghantar arus listrik.

3. Total Iron / Zat Besi

Zat besi tidak dianggap berbahaya bagi kesehatan, karena pada kenyataannya justru zat besi sangat penting bagi kesehatan. Zat besi berfungsi sebagai pengangkut oksigen di dalam darah. Kandungan Zat besi tersebut harus dibatasi dalam kandungan air minum, karena kalau berlebih akan menyebabkan keracunan. Kandungan / kadar zat besi dalam air minum yang disarankan adalah tidak lebih dari 0,3 mg/liter air.

4. Total Free / Residual Chlorine 

Klorin adalah desinfektan yang sangat efektif & dapat dicampurkan/bercampur dengan air minum. Kandungan klorin dalam air bermanfaat untuk membunuh bakteri berbahaya yang hidup dalam air. Namun demikian kandungan klorin didalam air minum harus sesuai dengan batas yang dianjurkan. Air minum membutuhkan 2.0 mg/ltr Klorin untuk merusak semua kuman.

5. Total Hardness / Kekerasan

Kekerasan air adalah air yang memiliki kandungan mineral yang tinggi. Mineral yang  ada di dalam air terdiri dari Kalsim (Ca2+) & kation dari logam Magnesium (Mg2+), serta senyawa-senyawa lainnya yang larut dalam air seperti bikarbonat, sulfat & besi yang sangat tinggi. Kalsium masuk kedalam air bisa sebagai Kalsium Karbonat (CaCO3) dalam bentuk kapur/batu kapur, dapat juga masuk sebagai Kalsium Sulfate (CaSO4) berupa deposit-deposit mineral. Air seperti ini umumnya tidak berbahaya, tapi sangat tidak dianjurkan untuk dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

6. Total Dissolved Oxygen (DO) / kelarutan Oksigen

Keberadaan oksigen dalam air biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut, yaitu jumlah miligram gas oksigen yang terlarut dalam 1 liter air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air, tetapi jika nilai DO berlebih akan tidak baik juga untuk kesehatan karena akan memperberat kerja ginjal & pembuluh darah.


UJI EFEKTIVITAS PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK DITENTUKAN BERDASARKAN METODE INDEKS EFEKTIVITAS(DEGARMO ET AL ., 1984)

UJI EFEKTIVITAS PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK DITENTUKAN BERDASARKAN METODE INDEKS EFEKTIVITAS(DEGARMO ET AL ., 1984)

Metode ini dilakukan berdasarkan prosedur sebagai berikut: Variabeldiurutkan menurut prioritas dan kontribusi terhadap hasil. Memberikan bobot nilai pada masing-masing variabel (BV) sesuai kontribusinya dengan angka relatif 0-1. Bobot ini berbedatergantung dari kepentingan masing-masing variabel yang hasilnya diperoleh sebagai akibatperlakuan. Bobot normal (BN) ditentukan dari masing-masing variabel dengan membagi bobotvariabel (BV) dengan jumlah semua bobot variabel.Mengelompokkan variabel-variabel yang dianalisa dua kelompok yaitu: a) Kelompok A,terdiri dari variabel-variabel yang semakin besar reratanya semakin baik (dikehendaki padaproduk yang diperlakukan), b) Kelompok B adalah kelompok yang makin besar reratanyasemakin jelek (tidak dikehendaki).Ditentukan nilai efektivitas (Ne) masing-masing variabel, dengan rumus:Nilai perlakuan – Nilai terjelek Nilai terbaik – Nilai terjelek Untuk variabel dengan rerata semakin besar semakin baik, maka nilai terendah sebagainilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik. Sebaliknya untuk variabel dengan nilaisemakin kecil semakin baik, maka nilai tertinggi sebagai nilai terjelek dan nilai terendah sebagaiyang terbaik. Menghitung nilai hasil (Nh) masing-masing variabel yang diperoleh dari perkalianbobot normal (BN) dengan nilai efektifitas (Ne). Menjumlahkan nilai hasil dari semua variabel,dan kombinasi terbaik dipilih dari kombinasi perlakuan yang memiliki nilai hasil (Nh) tertinggi.

N EFEKTIVITAS     =     nilai perlakuan – nilai terjelek

                Nilai terbaik – nilai terjelek

Nilai hasil = NE x bobot


Pengenalan Alat Spektrofotometer, Matching Kuvet dan Pembuatan Spektrum Serapan

Pengenalan Alat Spektrofotometer, Matching Kuvet dan Pembuatan Spektrum Serapan

Pengenalan Alat Spektrofotometer, Matching Kuvet dan Pembuatan Spektrum Serapan
Tujuan: Untuk mengetahui komponen utama Alat Spektrofotometer, cara pengoperaian, cara melakukan Cuvet Matching dan membuat Spektrum Serapan
Dasar Teori:
Komponen Utama alat spektrofotometer, pada prinsipnya dapat digambarkan sebagai diagram blok berikut:

Diagram Blok Komponen-komponen Utama Alat Spektrofotometer (click untuk maximize)


Alat akan mengukur nilai intensitas cahaya: P dan Po melalui sistem processor, akan diubah menjadi besaran transmitansi (T), dan absorbsi (A), yang memiliki rumusan sebagai berikut:


Sumber sinar sebagai penyedia radiasi sinar (polikromatis) (biasanya lampu wolfram).
Sistem monokromator: mengubah gelombang cahaya polikromatik menjadi monokromatik.
kuvet: sebagai tempat menaruh larutan sampel dan blanko ke dalam berkas cahaya spektrofotometer.
detektor: mengubah isyarat radiasi menjadi isyarat listrik.
read out: mengubah sinyal-sinyal listrik dari detektor menjadi numerik yang dapat dibaca dalam bentuk &T atau absorbansi.
A = – log T
Sebelum dioperasikan, alat harus dikalibrasi dulu, yaitu dengan menentukan 0% T dan 100% T. Kalibrasi ini berguna agar hasil analisis dari alat tersebut lebih akurat.
Pada pekerjaan analisis yang sesungguhnya, semestinya selalu diawali dengan matching cuvet yang bertujuan untuk mengetahui apakah cuvet yang digunakan mempunyai diameter (nilai b) yang sama. Hal ini perlu dilakukan, karena menurut hukum Lambert-Beer nilai A berbanding lurus dengan nilai b dan C (konsentrasi larutan). Setelah dilakukan matching cuvet, pekerjaan dilanjutkan dengan mengetahui spektrum serapan larutan yang dianalisis. Dari spektrum-spektrum itu, akan dapat diketahui panjang gelombang dimana zat akan melakukan penyerapan maksimum (panjang gelombang = maksimum).
ohya, *)kuvet ada dua yaitu : kuvet permanent (terbuat dari gelas atau leburan silica) dan kuvet disposable (dari plastic atau Teflon).
Kuvet dari leburan silica dapat digunakan = 190-1100 nm
Kuvet dari bahan gelas = 380-1100 nm
Cara Kerja
A. Alat dan Bahan
-seperangkat alat Spektofotometer
-Gelas ukur dan peralatan gelas lainnya.
B. Bahan
– larutan CoCl2 (warna larutan merah jambu)
C. Cara Kerja (saya singkat aja ya, he3x)
kalibrasi alat spektrofotometer (tergantung model alat)
Kalibrasi yang dimaksud ini adalah men-seting blank alat spektrofotometer, sebelum digunakan untuk analisis. Secara umum sbb:
1. Nyalakan alat spektrofotometer
2. Isi kuvet dengan larutan blanko (aquades)
3. Diseting/diatur panjang gelombang untuk kalibrasi.
->keterangan: 0%T itu diukur saat kuvet dalam keadaan kosong. 100%T itu diukur saat kuvet dalam keadaan terisi larutan.
4. Kuvet berisi larutan blanko dimasukkan ke spektrofotometer
5. lalu tekan tombol 0 ABS 100%T, tunggu sampai keluar kondisi setting blank (dalam bentuk teks)
matching cuvet
Sediakan paling tidak 3-5 cuvet.
Disiapkan larutan CoCl2 dan aquades (blanko).
Atur posisi 0%T dan 100%T.
Ukur %T dari larutan CoCl2 dengan menggunakan cuvet-cuvet tadi. Tandai cuvet yang menghasilkan %T yang sangat mendekati sama (lebih baik  “sama” jika memungkinkan). Kuvet yang matching ini akan mempunyai ketebalan sama. Ukur juga ketebalan (diameter) kuvet. Biasanya 1 cm.
Ambil 2 cuvet yang “matching” untuk percobaan, misalnya kuvet I dan kuvet II. Dua kuvet ini akan digunakan selanjutnya.
D. Membuat Spektrum Serapan
– disiapkan 2 cuvet tadi. kuvet I diisi blanko, sedangkan kuvet II untuk diisi larutan CoCl2 untuk dibuat spektrum serapannya.
– diukur %T larutan CoCl2 mulai panjang gelombang 490-520nm (karena secara teori daerah serapan larutan CoCl2 berada di panjang gelombang disekitar 510nm). Pengukurannya dimulai dari panjang gelombang 490-500 dengan interval 5nm, lalu 500-510 dengan interval 1 nm (dibuat kecil karena mendekati teori), lalu 510 – 520 dengan interval 1nm juga.
kemudian dibuat tabel

Contoh tabel pengamatan absorbansi sebagai fungsi gelombang

Contoh hasil Kurva Absorbansi CoCl2



dari Kurva tersebut, dapat diperoleh lamda (panjang gelombang) maksimal dimana larutan CoCl2 mempunyai serapan maksimal (A maks).
Spektrofotometer digunakan di atas cukup dengan S. berkas tunggal. Adapun S. berkas ganda lebih mahal harganya.

Spektrofotometer berkas tunggal Spektrofotometer berkas ganda
Penentuan spektrum serapan secara manual, sehingga boros waktu >>Secara otomatis, sehingga hemat waktu.
Harga lebih murah Lebih mahal
Baik untuk analisa kualitatif Baik untuk analisa kuantitatif, karena lebih akurat.
Alat Spektrofotometer (lebih modern: tinggal tekan tombol aja he3x)
Cuvet berbentuk tabung


beberapa pengenceran larutan untuk kalibrasi dalam gelas ukur ukuran 50 mL

Contoh Gambar Cuvette

Cuvet berbentuk persegi panjang lebar

diameter ± 1 cm

±

**)Spectronic-20 (model lama: masih manual) dan kuvet dari gelas yang berbentuk tabung

Catatan kaki:
*)Macam kuvet ini saya peroleh dari http://himdikafkipuntan.blogspot.com/2008/04/spektrofotometri-serapan-atom.html
**)Gambar dari http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/JUR.%20PEND.%20KIMIA/195807121983032%20-%20ANNA%20PERMANASARI/presentasi%20kuliah/Pengantar%20Kuliah%20spektro.pdf

http://logku.blogspot.com/


Accelerated Shelf-life Testing (ASLT)

Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT)

Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no. 7/1996 serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired date) pada setiap kemasan produk pangan.

Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang dagangannya.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Kendala yang sering dihadapi oleh industri dalam penentuan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal launching suatu produk pangan. Oleh karena itu diperlukan metode pendugaan umur simpan cepat, mudah, murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya.

Metode pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika, kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang baik. Metode ASLT yang sering digunakan adalah dengan model Arrhenius dan model kadar air kritis sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Metode pendugaan umur simpan model Arrhenius

Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).

Karena reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982).


Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat dipengaruhi oleh suhu. Karena secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi, maka konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut:

Rumus (laboratory)

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan dengan menggunakan persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian digunakan perhitungan umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2).

Metode pendugaan umur simpan model Kadar Air Kritis

Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen, dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi air, faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl (1985) menjadi model matematika (persamaan 4) dan digunakan sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air (ISA) berbentuk sigmoid.



Model untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas kemasan dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda.

Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen, umumnya bersifat higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan kadar air produk pangan, maka air semakin mudah bermigrasi.

Kurva ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi lebih sulit ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan penyerapan air berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi kesetimbangan, terutama pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997). Kurva ISA produk pangan yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk sigmoid sehingga kadar air ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan (Adawiyah, 2006). Oleh karena itu, penentuan umur simpan produk pangan yang mengandung kadar gula tinggi tidak dapat menerapkan model persamaan (4). Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi model persamaan (4) dengan mengganti slope kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) dengan perbedaan tekanan (∆P) antara di dalam dan di luar kemasan (Labuza dan Schmidl, 1985). Hal ini didasarkan pada prinsip terjadinya migrasi uap air dari udara ke dalam produk yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara di luar kemasan dan di dalam kemasan

Model matematika tersebut dapat dilihat pada persamaan (5). Untuk menentukan ∆P diperlukan data aktivitas air (aw) produk, dengan asumsi terjadi kesetimbangan antara RH di dalam kemasan dengan aw produk.


Referensi

Adawiyah,D.R. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas dan Mobilitas Air Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk Pada Model Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Guo,W.X. 1997. Influence of Relative Humidity on The Stress Relaxation of Sucrose Compact. Department of Pharmacy University of Toronto, Canada.

Labuza,T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut.

Labuza,T.P. and Schmidl,M.K. 1985. Accelerated shelf life testing of foods. Food Technology, 39 (9), 57-62, 64, 134.

 

INGIN TAHU LEBIH BANYAK, DOWNLOAD SAJA ARTIKEL DI http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/artikel/artikel/heniumursimpan.pdf


Pengujian In Vivo (uji biologi)

Pengujian In Vivo (uji biologi)

    Pengujian secara biologis biasanya menggunakan hewan coba untuk membantu menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalamtubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam tubuh hewan coba tersebut memiliki kesamaan dengan manusia.

    Tikus putih (Rattus Norvegicus) adalah hewan percobaan yang paling banyak digunakan. Terdapat lima macam basic stock tikus putih ( Albino Normay rat, Rattus morvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di laboraturium, yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Shermon, Sporgue Dawley, dan Wistar, beberapa sifat tikus percobaan adalah:

  1. Noctural, berarti aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari.
  2. Tidak mempunyai kantung empedu ( gali blader).
  3. tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah).
  4. tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepataanya menurun setelah berumur 100 hari.

Selain tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan, terdapat hewan-hewan lain yang dapat digunakan untuk evaluasi nilai gizi makanan, antara lain, mencit, (mouse, Mus musculus), marnot (Guinea pig,
Cavia porcellus), kelinci (Oryctolagus cinuculus), hamster: syrian hamster (Mesocricetus auratus), Chinese/ gray hammster (Cricetulus grisuseus), anjing (Canis familiaris), dan monyet (Rhesus monkey, Macaca Mulatta).

Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu:

  1. Karbohidrat, terdiri dari pati, gula, selulosa.
  2. Minyak/ lemak, asam lemak esensial (terutama linoleat dan linolenat, karena karbohidrat dapat disintesis dalam tubuhnya dari linoleat); apabila kekurangan asam lemak essensial kulitnya bersisik, pertumbuhannya terhambat dan pada kasusu berat dapat menimbulkan kematian.
  3. Protein, asam-asam amino esensial bagi tikus ada 410 macam, yaitu lisin, triptofan, histidin, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, dan arginin; arginin sesungguhnya dapat disintesis dalam tubuh tikus, tetapi hanya cukup untuk untuk pemiliharaaan dan tidak cukup untuk pertumbuhan maksimum.
  4. Mineral atau elemen organik, terdiri dari makro elemen: kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium, khlor damn belerang, serta mikro elemen: besi, tembaga, kobalt, mangan, selenium, iod, seng dan molybdenum.
  5. Vitamin- vitamin, terdiri dari vitamin larut lemak ( A, D, E dan K), serta vitamin larut dalam air ( tiamin/ B1, ribovlafin, niasin/ asam nikotina, pridoksin/ B6, asam pantotenat, asam folat, sianokobalamin/ B12, kholin dan biotin.

    Kandang tikus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri atau polutan lanilla. Lantai ruangan harus mudah dibersikan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24 °C dan kelembaban udara 50-60%, dengan ventilasi yang cukup. Tempat makanan harus dibuat cukup besar untuk ad limitum feeding. Demikian tempat minum harus mudah dicapai oleh tikus, botol tempat air minum harus dibersihkan setiap satu minggu sekali. Ransum harus diganti setiap hari dan sisa ransum yang tertinggal jangan digunakan lagi. Tempat ransum harus diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari kontaminasi urin dan feses.

    Umumnya tikus yang digunakan untuk percobaan adalah tikus-tikus yang baru disapih (umur kurang lebih 21 hari). Sebelum percobaan dimulai harus dilakukan masa adaptasi selama 4-5 hari untuk membiaskan tikus pada lingkungan laboratorium. Selain itu pada masa adaptasi ini dapat dilakukan pengamatan apakah tikus dapat terus digunakan dalam percobaan ( tidak sakit). Pada masa adaptasi ini biasanya diberikan ransum semi sinthetik
diet atau ransum yang digunakan sebagai control, yaitu kasein dan laktal bumin sebagai sumber proteinnya, dicampur dengan bahan- bahan lain (karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral). Bahan- bahan makanan tersebut hanya boleh dicampurkan apabila akan digunakan dan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan akibat pengaruh fisik, kimia atau mikrobiologis dan sebaiknya bahan-bahan tersebut disimpan pada suhu 4 °C ( dalam revrigerator).


Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)

Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)

created by Lukman Hakim ITP-FTP UB 2006

ASLT diterapkan untuk produk yang mempunyai umur simpan yang panjang paling sedikit satu tahun. Asumsi dasar penggunaan ASLT adalah prinsip kinetika kimia yang diaplikasikan untuk mengukur efek faktor ekstrinsik sepereti: suhu, kelembapan, gas atmosfer dan cahaya yang dapat mempercepat reaksi kerusakan produk. Faktor ekstrinsik dibuat lebih tinggi dari keadaan normal, sehingga reaksi kerusakan dapat lebih cepat berlangsung dibandingkan pada kondisi normal. Karena pengaruh faktor ekstrinsik dapat dikuantifikasi dan besarnya percepatan dapat dihitung, maka umur simpan dapat ditentukan (Robetson, 1993).

Sedangkan menurut Donohoe and Spiro (1998) Accelerated Shelf Life Testing (ALST) merupakan metode yang dapat digunakan untuk memprediksi umur simpan dan kecepatan reaksi penurunan mutu pada beberapa kisaran suhu. Untuk produk makanan yang penyimpananya dalam suhu normal maka rentang suhu pengamatannaya yaitu 850F sampai 1300F dan minimal harus menggunakan tiga kondisi suhu pengamatan. Semakin tinggi suhu pengamatan semakin pendek selang waktu pengamatannya dan semakin pendek dan semakin rendah suhu pengamatannya maka semakin panjang pula selang waktu pengamatannya, namun demikian paling sedikit harus enam kali titik pengamatan (Kuntz, 1996).

Adapun langkah-langkah metode ASLT menurut Labuza and Riboh (1982), yaitu:

  1. Mengevaluasi komponen penyusun produk
  2. 2. Memilih parameter kunci reaksi penurunan mutu yang akan meyebabkan quality loss dan consumer acceptability dan menentukan test apa (sensorik/ instrument) seharusnya dilakukan pada produk selama pemeriksaan.
  3. 3. Memilih faktor ekstrinsik seperti temperatur atau RH ruangan yang mempercepat reaksi penurunan mutu.
  4. 4. Memilih pengemas yang digunakan, lebih baik memilih pengemas yang biasanya efektif dan dapat memperpanjang umur simpan produk.
  5. 5. Menentukan karakteristik mutu produk pada kondisi kritis dengan cara penyimpanan produk pada suhu yang paling tinggi supaya karakteristik produk tersebut lebih cepat melampaui masa simpannya. Selanjutnya dilakukan uji indera/ uji penerimaan konsumen untuk mengetahui apakah produk tersebut masih diterima secara organoleptik. Pada saat produk tidak disukai/ ditolak oleh konsumen segera dianalisa parameter mutu yang merupakan kunci reaksi penurunan mutu. Nilai ini merupakan nilai parameter mutu pada kondisi kritis atau disebut juga mutu produk akhir.
  6. 6. Laju reaksi penurunan mutu ditentukan dengan membuat plot antara penyimpanan (hari) dengan nilai parameter mutu yang dianalisa. Dari sini diperoleh beberapa persamaan regresi (tergantung berapa jumlah suhu penyimpanan) Y = a + bx, dimana Y = nilai karakter produk, x = waktu penyimpanan (hari), a = nilai karakteristik bahan pada awal penyimpanan, b = laju reaksi penurunan mutu.
  7. 7. Nilai slope b yang merupakan laju reaksi penurunan mutu disebut juga dengan k yaitu konstanta laju reaksi penurunan mutu. Nilai ln k dan 1/T yang merupakan parameter persamaan Arhenius ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan terhadap nilai 1/T (K-1) dan didapatkan nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier ln k = ln k0 – (E/R)(1/T). Dimana ln k0 = intersep, E/R = slope, E = energi aktivasi dan R = konstanta gas ideal = 1,986 kal/mol  K.
  8. 8. Dengan persamaan yang diperoleh pada tahap 7 diperoleh nilai konstanta k yang merupakan faktor pre-eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik bahan (Ea =E). Lebih lanjut ditentukan model persamaan kecepatan reaksi (k) perubahan parameter produk k = k0.eE/RT. Persamaan ini yang disebut sebagai persamaan Arhenius.
  9. 9. Penentuan umur simpan produk dipilih dari parameter yang mempunyai nilai energi aktivasi terendah. Kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan kinetika reaksi ordo nol At = A0 + kt. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data (nilai) parameter mutu awal bahan (kondisi bahan pada waktu t = 0 atau A0) dan nilai parameter mutu akhir bahan (kondisi bahan pada waktu t = t atau At) atau nilai kritis.

Media Uji Pemecahan Komponen Makanan oleh Mikroorganisme

Media Uji Pemecahan Komponen Makanan oleh Mikroorganisme

created by Mahasiswa ITP-FTP UB

1. Tinjauan tentang Media

1.1 Media , Fungsi Media dan Tipe Media

Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen serta unsur – unsur sekelumit (trace element). Dalam bahan dasar medium dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin atau nukleotida (Waluyo, 2004).

Media terbagi menjadi 2 golongan besar (Waluyo, 2004):

1. Media Hidup

Media hidup pada umumnya dipakai dalam Laboratorium Virologi untuk pembiakan berbagai virus, sedangkan dalam Laboratorium Bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu saja, dan terutama pada hewan percobaan. Contoh media hidup adalah: hewan percobaan (termasuk manusia), telur berembrio, biakan jaringan, dan sel – sel biakan bakteri tertentu untuk penelitian bakteriofage (bakteri yang terinfeksi oleh virus).

2. Media Mati

Media mati terbagi menjadi beberapa macam, yakni:

a. Media padat

Media padat diperoleh dengan cara menambahkan agar – agar. Agar berasal dari ganggang/alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat. Alga digunakan karena bahan ini tidak diuraikan oleh mikroorganisme, dan dapat membeku pada suhu di atas 45°C. Media padat terbagi menjadimedia agar miring, dan agar deep.

b. Media Setengah Padat

Media setengah padat dibuat dengan bahan sama dengan media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik.

c. Media Cair

Media cair sering digunakan untuk mempelajari sifat faali dan genetika mikroorganisme. Harganya cukup mahal karena senyawa organik dan anorganik yang ditambahkan harus murni. Contoh media cair: ciran Hanks, Locke, Thyrode, Eagle.

1.1.2     Strach Agar (SA)

Media Starch Agar digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme amilolitik dimana terdiri dari pati 1%. Mikroorganisme amilolitik akan memecah pati maupun glikogen. Pati yang ada pada media SA dipecah oleh amylase yang ditandai dengan perubahan warna yaitu warna coklat jika hidrolisis pati tidak berlangsung sempurna, warna kuning (transparan) jika berlangsung sempurna dan warna biru jika tidak memecah pati (Winarno, 2002).

Starch Agar tersusun atas 0.5 gram KNO3 , 1 gram K2HPO4, 0.2 gram MgSO4 · 7H2O , 0.1 gram CaCl2, FeCl2 dan pati kentang 10 gram. Pati akan dipecah menjadi monosakarida yang kemudian dipakai untuk energi ( Fardiaz, 1992).

Pembuatan Media  SA dilakukan dengan cara melarutkan pati dengan air suling dalam erlenmeyer dan diukur dengan volume yang sesuai, selanjutnya pH (derajat keasaman atau kebasaan) medium fluida ditentukan dan disesuaikan (dengan penambahan larutan basa atau asam) denga nilai yang optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme. Lalu medium tersebut dituang pada wadah yang sesuai seperti labu, tabung atau botol dan ditutup dengan sumbat kapas atau tutp plastik atau logam sebelum disterilisasi dan langkah terakhir adalah mensterilkan medium menggunakan autoklaf yang dilakukan pada suhu di bawah tekanan uap (Pelczar,1986).

1.1.3 Skim Milk Agar

Media Skim Milk Agar (SMA) terdiri dari PCA steril dan susu skim. Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim merupakan susu yang mengandung protein tinggi 3.7 % dan lemak 0.1% ( Jay, 1991).

Susu skim mengandung kasein sebagi protein susu dimana akan dipecah oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga pada koloni dikelilingi area bening. Menunjukkan mikroba tersebut mempunyai aktivitas proteolitik ( Fardiaz,1992).

Media SMA mempunyai komposisi 5 gram kasein, 2.5 gram ekstrak yeast, 1 gram Skim Milk Agar, 1 gram glukosa, dan 10.5 gram agar (Sunardi, 1992 ).

Pembuatan media SMA  diawali dengan penyiapan bahan. Media alamiah seperti susu skim, tidak menimbulkan masalah di dalam penyiapannya sbagai media, hanya semata – mata dituang ke dalam wadah-wadah yang sesuai seperti tabung reaksi atau labu dan disterilkan sebelum digunakan. Selanjutnya dilakukan pengaturan pH yang sesuai dengan pertumbuhan mikroba yang akan dikulturkan. Pengaturan ini bisa dilakukan dengan penambahan asam atau basa. Selanjutnya medium di masukkan dalam wadah yang sesuai dan lalu disterilisasi dengan menggunakan panas di bawah tekanan uap (Pelczar,1986).

1.1.4     Na + 1% Margarin

Nutrient Agar tersusun atas 5 gram peptone, 3 gram beef ekstrak dan 10 gram agar. Media ini dibuat dengan mencampur bahan pada 1 liter aquades, disterilisasi pada autoklaf 121OC selama 15 menit, pH 7±0.2 (Brock,et.al., 1994).

Untuk mengidentifikasi mikroorganisme lipolitik, media NA ditambah dengan 1% margarine (lemak) dan indikator sebagai substrat yang dirombak oleh mikroorganisme lipolitik dan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang tebentuk akan menurunkan pH medium yang akan diindikasikan oleh pembentukan warna merah pada kondisi asam dan pada kondisi netral tidak berwarna. Sedangkan indicator yang digunakan adalah indikator phenol red, dimana indicator ini akan menunjukkan perubahan warna merah menjadi kuning dalam suasana asam dengan range ph 6.9 berwarna kunig dan akan berubah warna menjadi merah apabila pH 8.5 (Fardiaz, 1992).

1.1.5     Nutrient Agar

Nutrient Agar merupakan suatu medium yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup, yaitu 0,3 % ekstrak daging sapi, 0,5 % peptone tetapi tidak mengandung sumber karbohidrat, jadi baik untuk pertumbuhan bakteri, namun kapang dan khamir tidak dapat tumbuh dengan baik (Fardiaz,1993).

Cara pembuatannya adalah larutkan bahan-bahn tersebut dalam air suling sebanyak 1 liter kemudian dipanaskan hingga mendidih dan dituangkan kedalam labu atau tabung dan disterilisasikan selama 15 menit pada suhu 1210C, pH akhirnya 7,4 ±0,2 pada suhu 370C. medium kemudian dibuka dan disimpan pada suhu dibawah 80C dan terlindung dari sinar secara langsung (anonymous,2004).

1.1.6     Plate Count Agar

Komposisi dari media PCA yaitu Tryptone 3, Dekstrose 1 , dan Agar 9 . Media disimpan dibawah suhu 80C dan dilindungi dari cahaya langsung. pH akhir adalah 7 pada suhu 370C. dalam bentuk bubuk, disimpan ditempat kering dan container yang tertutup pada suhu 20-250C. cara pembuatan PCA yaitu dengan mensuspensikan 17,9 gram bubuk PCA dalam 1 liter air terdestilasi. Larutkan dan didihkan sambil terus diaduk, campur dan distribusikan dalam container akhir. Sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Anonymous,1990).

PCA direkomendasikan untuk mengisolasi organisme dalam susu dan diary product lainnya. Tryptone menyediakan substansi asam amino dan nitrogen kompleks yang lain, sedangkan yeast ekstrak menyuplai vitamin b kompleks. Karakterisasi kultur setelah 24 jam pada suhu 35 0C. organisme yang tumbuh yaitu E. coli, B. subtilis, L. lactis, Lysteria monocytogenes, S. aureus, S. agalatus, dan L. achidophilus (Anonymous, 1990).

1.1.7     Salmonella shigella Agar

Salmonella Shigella (SS) agar merupakan media agar diferensial yang digunakan untuk mengisolasi Enterobacteriaceae patogen, khususnya Salmonella spp. dan Shigella spp. dari makanan, alat-alat kesehatan lain, dan bahan percobaan klinik. Aksi penghambatan pada bakteri koliform dan gram-positif dilakukan oleh campuran garam bile dan brilliant green pada medium. Sodium sitrat menghambat bakteri gram-positif. Neutral red merupakan pH indikator bagi bakteri yang memfermentasi laktosa akan menghasilkan koloni berwarna merah jambu. Beberapa Salmonella and Proteus spp. menghasilkan bulatan hitam (presipitat ferri sulfat) di tengah koloni sebagai hasil produksi gas H2S.

Formula SSA per liter air destilat (Anonymous m, 2006)

  • Beef Extract                                               : 5.0 g
  • Pancreatic Digest of Casein                 : 2.5 g
  • Peptic Digest of Animal Tissue           : 2.5 g
  • Lactose                                                        : 10.0 g
  • Bile Salts                                                      : 8.5 g
  • Sodium Citrate                                          : 8.5 g
  • Sodium Thiosulfate                                 : 8.5 g
  • Ferric Citrate                                             : 1.0 g
  • Neutral Red                                                : 0.025 g
  • Agar                                                               : 13.5 g
  • Brilliant Green                                           : 0.330 mg

1.1.8        PDA (Potato Dextrose Agar)

Media PDA (Potato Dextrose Agar) digunakan untuk pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang dan khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya. Karbohidrat dan senyawa yang diambil dari kentang mendukung pertumbuhan khamir dan kapang dan pada kondosi pH yang diturunkan dapat menghambat pertumbuhan kontaminan (bakteri yang ikut). Jika medium ini dipakai untuk perhitungan jamur, pH medium harus diturunkan hingga 3,5 karena jamur akan tumbuh pada medium ini untuk mengembangkan morfologinya (Thatcher and Clark, 1987).

Fungsinya sebagai media selektif untuk pertumbuhan jamur dan yeast hingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast yang dilakukan dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat atau dihitung (Fardiaz, 1993).

1.1.9      VRBA (Violet Red Bile Agar)

Violet Red Bile Agar merupakan media untuk menghitung jumlah bakteri gram negatif dengan menambahkan komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif kedalam medium. Dengan menambahkan garam bile maka VRB digunakan untuk menyeleksi anggota dari famili Enterobactericeae (Fardiaz, 1993).

Komposisi dari media VRBA yaitu ekstrk yeast 3 g.L-1, pepton 1 g.L-1, NaCl 9 g.L-1,   Garam Bile 1,5 g.L-1, laktosa 10 g.L-1, neutral red 0.03 g.L-1, violet kristal 0,002 g.L-1, dan bacteriocal agar 12 g.L-1. pH akhir dari media campuran ini adalah 7,1 ± 0,2 (Anonymous, 1990b).

Mekanisme kerjanya adalah kristal violet dan garam bile menghambat pertumbuhan primer dari bakteri gram positif. Degradasi laktosa menjadi asam diindikasikan oleh pH indikator neutral red yang mengubah warna menjadi merah dan mengendapkan asam bile (Anonymous, 1992).

 


EKSTRAKSI PELARUT

EKSTRAKSI DENGAN PELARUT

(Rizky Kurnia-ITP UB)


    Ekstraksi adala jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan.

    Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:

  • Cara Dingin
    • Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakuakn pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarutsetelah dilakukan ekstraksi maserat pertama dan seterusnya.
    • Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya pada suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus samapai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan
  • Cara Panas
    • Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya selamawaktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik
    • Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.
    • Digesi, adalahmaserasi kinetic pada temperature lebih tinggi dari temperature kamar sekitar 40-50 C
    • Destilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fse uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian.
    • Infuse, adalah ekstraksi pelarut air pada temperature penangas air 96-98 C selama 15-20 menit.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:

  • Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
  • Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar.
  • Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.
  • Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dengan bahan ekstraksi.
  • Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan ekstraksi.
  • Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
  • Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik.

Karena tidak ada pelarut yang sesuai dengan semua persyaratan tersebut, maka untuk setiap proses ekstraksi harus dicari jenis pelarut yang paling sesuai dengan kebutuhan.