“Allahumma tawwi umurana fi ta’atika wa ta’ati rasulika waj’alna min ibadikas salihina”

Pembuatan Mie Instan

Pembuatan Mie Instan

created by Mahasiswa ITP-FTP UB

Pengertian

Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Sekitar empat puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Menurut Hou dan Kruk (1998) berdasarkan ukuran produk, mie dibedakan menjadi empat, yaitu so-men (sangat tipis, lebar 0.7-1.2 mm), hiya-mughi (tipis, lebar 1.3-1.7 mm), udon (standar, lebar 1.9-3.8 mm), dan hira-men (datar, lebar 5.0-6.0 mm).

Mie pada umumnya terbuat dari tepung terigu. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur.

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik.

Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.

Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoeng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.

Penggolongan mie

Secara umum mie dapat digolongkan menjadi dua, mie kering dan mie basah. Baik yang dalam kemasan Polietilen maupun dalam kemasan Polysteren yang dikenal juga sebagai sterofoam. Pada umumnya mie basah adalah mie yang belum dimasak (nama-men) kandungan airnya cukup tinggi dan cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan 1 hari.

Kategori kedua adalah mie kering (kan-men), seperti ramen, soba dan beragam mie instant yang banyak kita jumpai di pasaran. Dilihat dari bahan dasarnya, mie dapat dibuat dari berbagai macam tepung seperti tepung terigu, tepung tang mien, tepung beras, tepung kanji, tepung kacang hijau dll. Dari jenis tepung di atas, mie dari tepung terigu paling banyak digunakan khususnya untuk membuat mie instan. Adapun komposisi bahannya adalah tepung terigu, air, telur, garam dapur dan air abu atau air ki untuk pengenyal. Proses pembuatan mie melalui beberapa tahap. Pertama adalah tahap pencampuran. Dalam proses ini semua bahan di campur menjadi satu sampai terbentuk adonan. Berikutnya adalah tahap pengulian adonan diuleni sampai terbentuk adonan yang kalis, licin dan transparan. Setelah itu adonan dibentuk atau dipotong sesuai dengan jenis mie yang akan dibuat.

Beberapa jenis mie antara lain:

· Cellophane noodles

Cellophane noodles biasa dikenal dengan sebutan suun. Suun dibuat dari campuran tepung kentang dan tepung kacang hijau. Mie jenis ini sangat lunak teksturnya, cocok untuk olahan sop, suun goreng atau untuk isi pastel. Suun di jual dalam bentuk kering, rendam di dalam air panas sampai lembut dan suun siap di olah menjadi berbagai macam masakan.

· Mie Telur

Mie ini di buat dari tepung terigu jenis hard wheat dan diperkaya dengan telur. Biasanya dijual dalam kondisi kering dengan bentuk bulat maupun pipih.

· Hokkien Noodles

Sering disebut dengan mie Hong Kong. Bentuknya menyerupai mie telur bulat dan halus. Biasanya dijual dalam kondisi basah dalam kemasan kedap udara. Mie ini sangat cocok untuk dibuat mie goreng atau mie rebus.

· Ramen

Masyarakat umum biasa menyebutnya mie keriting Cina. Dijual dalam kondisi kering dalam kemasan mie instan. Sangat cocok diolah sebagai mie goreng atau mie kuah.

· Rice stick noodles

Di Indonesia lebih populer dengan sebutan kwetiau. Mie ini dibuat dari terpung beras dan air. Di pasaran dapat kita jumpai dalam bentuk kering dan basah. Kwetiau sangat cocok untuk dibuat kwietiau goreng maupun kuah.

· Somen noodles

Mie ini berasal dari Jepang, terbuat dari tepung gandum dan minyak. Teksturnya sangat lembut dan rasanya gurih. Somen dijual dalam bentuk kering, rupanya menyerupai lidi dan sangat rapuh. Cocok untuk masakan Jepang yang berkuah.

· Soba noodles

Terkenal dengan sebutan mi Jepang. Bentuknya hampir sama seperti mie somen namun warnannya keabu-abuan atau hijau tua(mengandung sari teh hijau). Biasanya dijual dalam bentuk kering, sangat cocok untuk hidangan mie kuah.

· Rice Vermicelli

Mie ini sangat populer di Indonesia, kebanyakan orang menyebutnya dengan bihun. Bihun terbuat dari tepung baeras, warnanya putih bersih dan teksturnya sangat lembut. Mie ini sangat mudah matang jadi tidak perlu di rebus, direndam air panas sudah cuku. Biasanya dijual dalam bentuk kering dalam kemasan plastik. Cocok untuk isi soup dan bihun goreng.

· Mie shoa

Sejenis mie asal China. Terbuat dari tepung beras, mie ini berwarna putih terang dan sangat mudah matang. dapat digunakan langsung di dalam masakan seperti soup atau sebagai snack seperti misoa goreng.

· Wonton

Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kulit pangsit. Dijual dalam bentuk basah dalam kemasan plastik. Bentuknya segi empat, biasanya diolah dengan beragam isi, baik itu di kukus, di rebus maupun digoreng.

Proses Pengolahan

Proses pembuatan mie meliputi beberapa tahapan, yaitu pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan atau pencetakan. Untuk memperoleh mie instan maka setelah pengukusan dilakukan penggorengan. Proses pembuatan mie instan dapat dilihat seperti pada diagram alir di bawah ini :

Pencampuran bertujuan untuk pembentukan gluten dan distribusi bahan – bahan agar homogen. Sebelum pembentukan lembaran adonan biasanya diistirahatkan untuk memberi kesempatan penyebaran air dan pembentukan gluten. Pengistirahatan adonan mie yang lama dari gandum keras akan menurunkan kekerasan mie. Pembentukan lembaran dengan roll pengepres menyebabkan pembentukan serat – serat gluten yang halus dan ekstensibel.

Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara merata dan menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah penambahan air (28 – 38 %), waktu pengadukan (15 – 25 menit), dan suhu adonan (24 – 40 oC), karena jika takaran bahan baku tidak sesuai akan dapat mempengaruhi proses pengolahan dan hasil/karakteristik dari produk jadi.

Proses roll press (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25 oC, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah, tebal akhir pada pasta sekitar 1,2 – 2 mm.

Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong memanjang selebar 1 – 2 mm dengan rool pemotong mie, dan selanjutnya dipotong melintang pada panjang tertentu, sehingga dalam keadaan kering menghasilkan berat standar.

Setelah proses pencetakan/pembentukan mie dilakukan proses selanjutnya, pengukusan. Proses pengukusan, akan memodifikasi pati sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah direhidrasi.  Proses pengukusan dilakukan pada suhu 100 ºC selama 1-5 menit.  Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat.

Pada proses selanjutnya adalah pengeringan pada mie, proses pengeringan bisa dilakukan dengan cara penggorengan ataupun dengan menggunakan hembusan udara panas. Proses penggorengan dilakukan dengan cara menggoreng mie dengan minyak pada suhu 140 – 150 oC selama 60 sampai 120 detik. Tujuannya agar terjadi dehidrasi lebih sempurna, produk akhir yang dihasilkan memiliki kadar minyak 15 – 20% dan kadar air 2-5%. Suhu minyak yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada permukaan mie, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat. Teknik tersebut biasa dipakai dalam pembuatan mie instant. Sedangakan jika proses pengeringan dengan menggunakan hembusan udara panas dilakukan dengan cara memberikan hembusan udara panas pada produk, suhu yang digunakan sekitar 70 – 90ºC selama 30-40 menit. Produk yang dihasilkan memiliki kadar minyak 3% dengan kadar air 8 – 12%.

Setelah digoreng, mie ditiriskan dengan cepat hingga suhu 40oC dengan kipas angin yang kuat pada ban berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak memadat dan menempel pada mie. Selain itu juga membuat tekstur mie menjadi keras. Pendinginan harus dilakukan sempurna, karena jika uap air berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur. Pengeringan dapat juga dilakukan menggunakan oven bersuhu 60 oC sebagai pengganti proses penggorengan, dan mie yang diproduksi dikemas dengan plastik

Kualitas Mie

Mie dikatakan berkualitas apabila mampu memenuhi selera maupun harapan konsumen terhadap produk mie tersebut. Kualitas mie dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensori mie. Secara umum evaluasi mie mencakup 4 hal utama yaitu (Widjatmono, 2004):

  • Tekstur

Tekstur yang disukai adalah kenyal dan sedikit keras tetapi mempunyai gigitan yang empuk dan permukaan yang halus. Terdapat beberapa parameter pengujian: kekenyalan, kelengketan, kekerasan, elastisitas, kehalusan permukaan, daya tahan putus.

  • Warna

Warna yang disukai adalah: warna putih atau krem untuk mie kering, sedangkan untuk mie instant adalah kuning cerah. Di Filipina dan Amerika selatan menyukai yang warnanya agak kecoklatan.

  • Aroma

Aroma yang tidak disukai adalah tepung mentah, berjamur/apek, dan aroma tengik.

  • Rasa.

Rasa yang tidak disukai adalah: rasa adonan mentah, rasa tepung, rasa alkali/bersabun, rasa tengik.

Ada beberapa hal yang digunakan untuk menyatakan kualitas mie yang ideal. Crosbie, et al (1999) dalam Kusrini (2008) menyatakan bahwa kualitas mie yang ideal adalah kenyal, elastis, halus permukaannya, bersih dan tidak lengket.

Warna merupakan salah satu parameter mutu yang sangat diperhatikan dalam memilih mie di Australia (Allen,  2001). Zaman dahulu pengukuran terhadap warna mie dilakukan secara sensoris oleh panelis yang berpengalaman, namun sekarang pengukuran warna mie telah menggunakan alat yang serba modern.

Hidayat (2008), menyatakan bahwa dalam pemilihan formulasi optimal dalam pembuatan mie ialah berdasarkan pada karakteristik organoleptik (warna, bau, rasa, dan kekenyalan) dan karakteristik fisik (tekstur dan rasio pengembangan) terbaik.

Beberapa parameter kualitas fisik mie adalah cooking time, hidrasi, rasio pengembangan, cooking loss, daya putus dan daya patah. Cooking time adalah waktu yang dibutuhkan untuk memasakkan/mematangkan mie.

Rasio pengembangan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mie dalam menyerap air. Nilai rasio pengembangan yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena semakin tinggi rasio pengembangan maka granula pati akan mudah pecah dan menyebabkan kebocoran amilosa. Nilai rasio pengembangan berkorelasi positif dengan nilai hidrasi. Semakin tinggi hidrasi mie kering maka semakin besar pula nilai rasio pengembangan mie kering (Kusrini, 2008).

Daya patah  adalah sifat fisik yang berhubungan dengan tekanan untuk mematahkan produk. Daya patah mie menggambarkan ketahanan mie selama penanganan produksi terutama terhadap perlakuan mekanis (Yuwono [1998] dalam Kusrini [2008]).

Daya putus merupakan besarnya gaya tiap satuan luas penampang bahan yang dibutuhkan untuk memutuskan suatu produk. (Yuwono [1998] dalam Kusrini [2008]). Semakin tinggi gaya yang diberikan menunujukkan mie semakin elastis

Secara fisik, mie kering memiliki tekstur yang lebih keras daripada mie instan sebelum dimasak (dalam keadaan kering). Hal ini dimungkinkan karena rongga-rongga di dalam adonan mie kering digantikan dengan udara akibat proses pengeringan, sedangkan pada mie instan rongga didalam adonan digantikan dengan minyak. Akibatnya mie instan memiliki tekstur yang lebih empuk.

Gelatinisasi terjadi pada tahap pengukusan (steaming) pada pembuatan mie. Mie yang tergelatinisasi sempurna akan memiliki warna bening mengkilat (transparan) dibagian dalam untaian mienya. Semakin tinggi derajat gelatinisasi maka mie akan memiliki waktu pemasakan yang lebih rendah (semakin instan).

Mie kering yang telah melalui tahapan gelatinisasi memiliki waktu pemasakan yang cepat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Winarno (2002), bahwa pati tergelatinisasi yang dikeringkan memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali dengan jumlah yang sangat besar. Tingginya penyerapan air membuat waktu pemasakan semakin singkat. Hatcher et al. (1999) menambahkan bahwa absorbsi air berpengaruh terhadap kualitas mie. Semakin tinggi absorbsi air maka waktu masak semakin rendah.

Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air (Widjanarko, 2008). Didalam air dingin granula pati hanya dapat membengkak tidak lebih dari 30% dari berat tepung. Dengan adanya panas, granula pati akan membengkak semakin besar. Suhu dimana terjadi pembengkakan maksimal disebut suhu gelatinisasi. Menurut Winarno (2002), suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat granula pati pecah.

Dengan adanya pemanasan terjadi pula beberapa perubahan lain. Granula pati akan kehilangan kekompakannya dan kelarutan akan meningkat dikarenakan terjadi pembebasan molekul amilosa yang mempunyai derajat polimerasi rendah. Larutan akan menjadi semakin kental dan dapat bersifat merekat.

Pada saat suhu diatas 85oC granula pati pecah dan isinya mulai membuka dan terurai sehingga campuran pati dengan air menjadi semakin kental membentuk sol. Pada saat pendinginan, jika perbandingan pati dengan air cukup besar maka molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air yang terkurung didalamnya sehingga membentuk gel (Myllarinen [2002] dalam Sriherfyna [2007]).

Suhu gelatinisasi tidak disebutkan secara spesifik melainkan biasa disebutkan dengan cara kisaran suhu. Hal ini dikarenakan tidak semua granula pati mengembang di waktu yang sama. Granula pati yang berukuran besar akan tergelatinisasi terlebih dahulu dibandingkan granula pati yang berukuran lebih kecil (Whistler et al, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi antara lain:

1. Sumber pati:

2. Konsentrasi pati

3. pH larutan

4. Ukuran granula

5. Kandungan amilosa

DAFTAR PUSTAKA

Allen, H.M and D.K Pleming. 2001. Instrumental evaluation of noodle sheet color. NSW Agriculture, Wagga Wagga Agricultural Institute, PMB, Wagga Wagga NSW 2650 Australia.

Hatcher, D. W., J. E. Kruger dan M. J. Anderson. 1999. Influence In Water Absorption on the Processing and Quality of Oriental Noodles. Cereal Chem. 76 (4) : 566-572

Hidayat, B. 2008. Pengembangan Formulasi Produk Mie Berbahan Baku Pati Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Lampung. Universitas Lampung, (VII) 311-319

Hou, G. and Mark Krouk. 1998. Asian Noodle Technology. Technical Bulletin Portland

Kusrini, Yulia. 2008. Studi Pembuatan Mie Kering (Kajian proporsi Tepung Kasava Terfermentasi dan Penambahan Gluten Kering). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw, Malang.

Myllarinen. 2002. Starches from Granules to Novel Application. VTT Biotechnology Publication. Page 1-70

Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Widjatmono, 2004. Noodle Technology Training. Human Resource development, Product Development Dept. PT. Heinz Suprama

Whistler, Roy L., James N. BeMiller. 1997. Carbohydrate Chemistry for food Scientist. Eagen Press. Minnesota-USA

Yuwono, S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pangan, Unibraw Malang.

8 responses

  1. obrasio geraldi

    wealah iki blogmu tho cing…cing….
    syip…syip
    lanjutkan sodara

    28 Desember 2010 pukul 21:07

    • lordbroken

      iyo tugas-tugas ta lebokne nak kene kabeh gara-gara trauma lepiku ilang biyen

      30 Desember 2010 pukul 20:14

  2. kalau anda memiliki referensi pabrik mie instan mohon hub saya di 081329690795. saya sedang mencari pabrik mie instan yang bersedia membuat ukuran 40-45 gr per bungkus dengan berbagai rasa untuk saya pasarkan di luar pulau.

    31 Juli 2011 pukul 12:03

  3. ay

    cukup lengkap dan thanks alot

    18 Agustus 2011 pukul 11:40

  4. Menarik……..dan asyik untuk di ikuti.

    27 September 2011 pukul 21:03

  5. ning

    tanbahi neraca massa plus neraca energi dong mas

    20 Oktober 2011 pukul 12:20

  6. blog nya keren

    9 Maret 2013 pukul 23:06

  7. Ping-balik: Download Prosiding Teknologi Pangan | Terbaru 2015

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.